3 Bayi Tewas Kedinginan di Kamp Pengungsi Gaza yang Diblokade Israel
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Tiga bayi Palestina meninggal karena hipotermia di kamp pengungsi al-Mawasi di Gaza selatan dalam beberapa hari terakhir, karena suhu yang anjlok dan blokade Israel terhadap makanan, air, dan persediaan musim dingin yang penting terus berlanjut.
Ahmed al-Farra, direktur bangsal anak-anak di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, mengonfirmasi kematian Sila Mahmoud al-Faseeh yang berusia tiga pekan pada hari Rabu (25/12/2024).
Dia menambahkan dua bayi lainnya, yang berusia tiga hari dan satu bulan, telah dibawa ke rumah sakit selama 48 jam sebelumnya setelah meninggal karena hipotermia.
"Dia dalam keadaan sehat dan lahir secara alami, tetapi karena suhu yang sangat dingin di tenda-tenda, terjadi penurunan suhu yang signifikan yang membuat sistem tubuhnya berhenti bekerja dan menyebabkan kematiannya," ujar al-Farra, merujuk pada kematian Sila dalam wawancara dengan Al Jazeera.
Mahmoud al-Faseeh, ayah dari bayi Sila, mengatakan keluarganya telah tinggal dalam "kondisi buruk" di tenda mereka di al-Mawasi.
Al-Mawasi adalah daerah perbukitan pasir dan lahan pertanian di pesisir Mediterania Gaza, dekat dengan kota selatan Khan Younis.
Al-Mawasi ditetapkan sebagai "zona aman", tetapi diserang berulang kali selama 14 bulan terakhir serangan Israel.
"Kami tidur di pasir dan kami tidak memiliki cukup selimut dan kami merasa kedinginan di dalam tenda kami," ujar dia kepada Al Jazeera. "Hanya Tuhan yang tahu kondisi kami. Situasi kami sangat sulit."
Tenda keluarga tersebut tidak tertutup rapat dari angin dan tanahnya dingin, dengan suhu pada Selasa malam turun hingga 9 derajat Celsius.
“Bayi tersebut terbangun sambil menangis tiga kali sepanjang malam. Pada pagi harinya, orang tuanya menemukannya tidak responsif, tubuhnya kaku, seperti kayu," ungkap al-Faseeh dalam wawancara lain dengan kantor berita The Associated Press.
Dia segera membawa bayi itu ke Rumah Sakit Nasser, tetapi sudah terlambat untuk menyelamatkannya.
Dr Munir al-Bursh, direktur jenderal Kementerian Kesehatan di Gaza, mengatakan, “Bayi Sila membeku hingga meninggal karena cuaca yang sangat dingin."
Dia menggarisbawahi lokasi tersebut telah dinyatakan sebagai "zona kemanusiaan sementara yang aman bagi para pengungsi" oleh militer Israel.
Pengeboman dan invasi darat Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina, lebih dari setengahnya adalah wanita dan anak-anak.
Serangan tersebut telah menyebabkan kerusakan yang meluas dan membuat sekitar 90% dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza mengungsi, seringkali beberapa kali.
Ratusan ribu orang memadati kamp-kamp tenda di sepanjang pantai saat musim dingin yang dingin dan basah mulai tiba.
Kelompok-kelompok bantuan telah berjuang mengirimkan makanan dan perlengkapan serta mengatakan ada kekurangan selimut, pakaian hangat, dan kayu bakar.
"Ini adalah contoh nyata dari konsekuensi perang yang tidak adil ini dan dampaknya terhadap masyarakat Jalur Gaza," pungkas al-Farra.
Amnesty International dan Human Rights Watch menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
Ahmed al-Farra, direktur bangsal anak-anak di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, mengonfirmasi kematian Sila Mahmoud al-Faseeh yang berusia tiga pekan pada hari Rabu (25/12/2024).
Dia menambahkan dua bayi lainnya, yang berusia tiga hari dan satu bulan, telah dibawa ke rumah sakit selama 48 jam sebelumnya setelah meninggal karena hipotermia.
"Dia dalam keadaan sehat dan lahir secara alami, tetapi karena suhu yang sangat dingin di tenda-tenda, terjadi penurunan suhu yang signifikan yang membuat sistem tubuhnya berhenti bekerja dan menyebabkan kematiannya," ujar al-Farra, merujuk pada kematian Sila dalam wawancara dengan Al Jazeera.
Mahmoud al-Faseeh, ayah dari bayi Sila, mengatakan keluarganya telah tinggal dalam "kondisi buruk" di tenda mereka di al-Mawasi.
Al-Mawasi adalah daerah perbukitan pasir dan lahan pertanian di pesisir Mediterania Gaza, dekat dengan kota selatan Khan Younis.
Al-Mawasi ditetapkan sebagai "zona aman", tetapi diserang berulang kali selama 14 bulan terakhir serangan Israel.
"Kami tidur di pasir dan kami tidak memiliki cukup selimut dan kami merasa kedinginan di dalam tenda kami," ujar dia kepada Al Jazeera. "Hanya Tuhan yang tahu kondisi kami. Situasi kami sangat sulit."
Tenda keluarga tersebut tidak tertutup rapat dari angin dan tanahnya dingin, dengan suhu pada Selasa malam turun hingga 9 derajat Celsius.
“Bayi tersebut terbangun sambil menangis tiga kali sepanjang malam. Pada pagi harinya, orang tuanya menemukannya tidak responsif, tubuhnya kaku, seperti kayu," ungkap al-Faseeh dalam wawancara lain dengan kantor berita The Associated Press.
Dia segera membawa bayi itu ke Rumah Sakit Nasser, tetapi sudah terlambat untuk menyelamatkannya.
Dr Munir al-Bursh, direktur jenderal Kementerian Kesehatan di Gaza, mengatakan, “Bayi Sila membeku hingga meninggal karena cuaca yang sangat dingin."
Dia menggarisbawahi lokasi tersebut telah dinyatakan sebagai "zona kemanusiaan sementara yang aman bagi para pengungsi" oleh militer Israel.
Pengeboman dan invasi darat Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina, lebih dari setengahnya adalah wanita dan anak-anak.
Serangan tersebut telah menyebabkan kerusakan yang meluas dan membuat sekitar 90% dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza mengungsi, seringkali beberapa kali.
Ratusan ribu orang memadati kamp-kamp tenda di sepanjang pantai saat musim dingin yang dingin dan basah mulai tiba.
Kelompok-kelompok bantuan telah berjuang mengirimkan makanan dan perlengkapan serta mengatakan ada kekurangan selimut, pakaian hangat, dan kayu bakar.
"Ini adalah contoh nyata dari konsekuensi perang yang tidak adil ini dan dampaknya terhadap masyarakat Jalur Gaza," pungkas al-Farra.
Amnesty International dan Human Rights Watch menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
(sya)