Tak Ada Keceriaan Natal di Tempat Lahir Yesus untuk Tahun Kedua akibat Perang Gaza
loading...
A
A
A
Munther Isaac, seorang pendeta Kristen dari Betlehem, menggambarkan suasana di kota itu penuh dengan kesedihan dan kemarahan tetapi juga solidaritas dan keteguhan.
"Ada kesedihan dan kemarahan karena keterlibatan dunia dalam membiarkan perang di Gaza berlanjut,” ujarnya.
Namun, dia mengatakan mengadakan doa Natal merupakan pesan penting tentang perlawanan.
"Tekad kami untuk melanjutkan Natal, bahkan tanpa pohon dan musik scouts, adalah perlawanan kami," papar Isaac, yang telah terang-terangan menentang perang, mengatakan kepada MEE.
"Itu cara kami mengatakan bahwa kami ada di sini, dan kami tidak akan pergi. Kebijakan pendudukan [Israel] jelas: untuk menggusur kami. Tetapi kami bertekad untuk tetap di sini."
Perang Israel yang berlangsung hampir 15 bulan di Gaza telah menghancurkan wilayah yang terkepung tersebut dan mengancam menghapus warisan Kristen berusia 2.000 tahun di sana sepenuhnya.
Dengan jumlah umat Kristen yang tersisa di Gaza kurang dari 1.000 orang, sebagian besar saat ini tinggal di Gereja Keluarga Kudus atau Gereja St Porphyrius, sebuah gereja Ortodoks Yunani di Kota Gaza.
Gereja tersebut adalah tempat perlindungan terakhir bagi umat Kristen di wilayah Gaza yang dilanda perang.
Jumlah umat Kristen yang berlindung di gereja-gereja Gaza telah berkurang tahun ini, dengan banyak yang melarikan diri melalui penyeberangan Rafah ke Mesir sebelum Israel menguasainya pada bulan Mei.
Mereka yang tertinggal—sekitar 650 orang—mengalami kondisi yang mengerikan dan berada di ambang kehancuran, kata George Akroush, seorang pejabat di Patriarkat Latin di Yerusalem, saat berbicara kepada Financial Times.
"Ada kesedihan dan kemarahan karena keterlibatan dunia dalam membiarkan perang di Gaza berlanjut,” ujarnya.
Namun, dia mengatakan mengadakan doa Natal merupakan pesan penting tentang perlawanan.
"Tekad kami untuk melanjutkan Natal, bahkan tanpa pohon dan musik scouts, adalah perlawanan kami," papar Isaac, yang telah terang-terangan menentang perang, mengatakan kepada MEE.
"Itu cara kami mengatakan bahwa kami ada di sini, dan kami tidak akan pergi. Kebijakan pendudukan [Israel] jelas: untuk menggusur kami. Tetapi kami bertekad untuk tetap di sini."
Perang Israel yang berlangsung hampir 15 bulan di Gaza telah menghancurkan wilayah yang terkepung tersebut dan mengancam menghapus warisan Kristen berusia 2.000 tahun di sana sepenuhnya.
Dengan jumlah umat Kristen yang tersisa di Gaza kurang dari 1.000 orang, sebagian besar saat ini tinggal di Gereja Keluarga Kudus atau Gereja St Porphyrius, sebuah gereja Ortodoks Yunani di Kota Gaza.
Gereja tersebut adalah tempat perlindungan terakhir bagi umat Kristen di wilayah Gaza yang dilanda perang.
Jumlah umat Kristen yang berlindung di gereja-gereja Gaza telah berkurang tahun ini, dengan banyak yang melarikan diri melalui penyeberangan Rafah ke Mesir sebelum Israel menguasainya pada bulan Mei.
Mereka yang tertinggal—sekitar 650 orang—mengalami kondisi yang mengerikan dan berada di ambang kehancuran, kata George Akroush, seorang pejabat di Patriarkat Latin di Yerusalem, saat berbicara kepada Financial Times.