Majelis Ulama Rusia Menyetujui Pria Muslim Poligami dan Nikah Beda Agama
loading...
A
A
A
MOSKOW - Otoritas Islam tertinggi Rusia akan mengizinkan pria Muslim menikah dengan wanita beda agama dan memiliki hingga empat istri.
Dewan Ulama Administrasi Spiritual Muslim (SAM) mengatakan pada hari Jumat (20/12/2024) bahwa fatwa baru tersebut dikeluarkan setelah pertemuan badan tersebut awal pekan ini.
Keputusan tersebut sejalan dengan tradisi Islam tetapi bertentangan dengan hukum sipil Rusia, yang melarang poligami.
“Peraturan tersebut menetapkan seorang pria dapat melakukan poligami hanya jika dia memastikan perlakuan yang adil bagi semua istri, termasuk dukungan finansial yang sama, perumahan terpisah untuk setiap pasangan, dan menghabiskan waktu yang sama dengan mereka sesuai dengan jadwal yang disepakati,” ungkap Mufti Moskow Ildar Alyautdinov menjelaskan dalam posting di Telegram pada hari Jumat.
Keputusan ini telah memicu kritik dari berbagai pihak. Nina Ostanina, Ketua Komite Duma Negara untuk Keluarga, Wanita, dan Anak-anak, menekankan Rusia adalah negara sekuler di mana semua warga negara, terlepas dari afiliasi agamanya, harus mematuhi hukum sipil.
Dalam komentarnya untuk kantor berita Gazeta.ru, dia menegaskan fatwa tersebut bertentangan dengan Konstitusi Rusia dan undang-undang keluarga, yang mendefinisikan pernikahan sebagai ikatan antara seorang pria dan seorang wanita.
Kirill Kabanov, anggota Dewan Pengembangan Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia, mengecam fatwa tersebut dan memperingatkan putusan agama tersebut dapat merusak kerangka hukum sekuler negara tersebut.
"Sejauh yang saya pahami, langkah selanjutnya, secara logis, adalah penolakan/tidak diakuinya sistem peradilan Rusia dan pengenalan pengadilan Syariah," tulis dia di saluran Telegram miliknya.
Gereja Ortodoks Rusia menolak poligami, dengan Vakhtang Kipshidze, Wakil Ketua Departemen Sinode, menyatakan peradaban Kristen didasarkan pada monogami, yang menjamin martabat yang sama bagi pria dan wanita dalam pernikahan.
Meskipun poligami dipraktikkan di beberapa wilayah Rusia, khususnya di republik-republik Kaukasus Utara yang mayoritas Muslim, poligami tetap ilegal menurut hukum perdata Rusia.
Menurut Kitab Undang-Undang Keluarga, seseorang yang berada dalam pernikahan terdaftar lainnya tidak dapat menikah. Namun, tidak ada hukuman untuk poligami di Rusia.
Menanggapi kritik tersebut, Ildar Alyautdinov membela fatwa terbaru tersebut, dengan menyatakan fatwa tersebut bertujuan melindungi hak-hak perempuan dalam pernikahan agama tanpa melanggar hukum perdata Rusia.
Dalam pesan video yang diunggah pada hari Jumat, dia mengklarifikasi fatwa tersebut berfokus pada praktik keagamaan dan berupaya memastikan perempuan dan anak-anak terlindungi dalam pernikahan agama, dengan menangani situasi-situasi yang mungkin tidak memberikan perlindungan bagi mereka.
Dewan Ulama Administrasi Spiritual Muslim (SAM) mengatakan pada hari Jumat (20/12/2024) bahwa fatwa baru tersebut dikeluarkan setelah pertemuan badan tersebut awal pekan ini.
Keputusan tersebut sejalan dengan tradisi Islam tetapi bertentangan dengan hukum sipil Rusia, yang melarang poligami.
“Peraturan tersebut menetapkan seorang pria dapat melakukan poligami hanya jika dia memastikan perlakuan yang adil bagi semua istri, termasuk dukungan finansial yang sama, perumahan terpisah untuk setiap pasangan, dan menghabiskan waktu yang sama dengan mereka sesuai dengan jadwal yang disepakati,” ungkap Mufti Moskow Ildar Alyautdinov menjelaskan dalam posting di Telegram pada hari Jumat.
Keputusan ini telah memicu kritik dari berbagai pihak. Nina Ostanina, Ketua Komite Duma Negara untuk Keluarga, Wanita, dan Anak-anak, menekankan Rusia adalah negara sekuler di mana semua warga negara, terlepas dari afiliasi agamanya, harus mematuhi hukum sipil.
Dalam komentarnya untuk kantor berita Gazeta.ru, dia menegaskan fatwa tersebut bertentangan dengan Konstitusi Rusia dan undang-undang keluarga, yang mendefinisikan pernikahan sebagai ikatan antara seorang pria dan seorang wanita.
Kirill Kabanov, anggota Dewan Pengembangan Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia, mengecam fatwa tersebut dan memperingatkan putusan agama tersebut dapat merusak kerangka hukum sekuler negara tersebut.
"Sejauh yang saya pahami, langkah selanjutnya, secara logis, adalah penolakan/tidak diakuinya sistem peradilan Rusia dan pengenalan pengadilan Syariah," tulis dia di saluran Telegram miliknya.
Gereja Ortodoks Rusia menolak poligami, dengan Vakhtang Kipshidze, Wakil Ketua Departemen Sinode, menyatakan peradaban Kristen didasarkan pada monogami, yang menjamin martabat yang sama bagi pria dan wanita dalam pernikahan.
Meskipun poligami dipraktikkan di beberapa wilayah Rusia, khususnya di republik-republik Kaukasus Utara yang mayoritas Muslim, poligami tetap ilegal menurut hukum perdata Rusia.
Menurut Kitab Undang-Undang Keluarga, seseorang yang berada dalam pernikahan terdaftar lainnya tidak dapat menikah. Namun, tidak ada hukuman untuk poligami di Rusia.
Menanggapi kritik tersebut, Ildar Alyautdinov membela fatwa terbaru tersebut, dengan menyatakan fatwa tersebut bertujuan melindungi hak-hak perempuan dalam pernikahan agama tanpa melanggar hukum perdata Rusia.
Dalam pesan video yang diunggah pada hari Jumat, dia mengklarifikasi fatwa tersebut berfokus pada praktik keagamaan dan berupaya memastikan perempuan dan anak-anak terlindungi dalam pernikahan agama, dengan menangani situasi-situasi yang mungkin tidak memberikan perlindungan bagi mereka.
(sya)