Cegah Pembelotan Tentara, Kim Jong-un Tutup Akses dari Dunia Luar

Senin, 11 November 2024 - 14:15 WIB
loading...
Cegah Pembelotan Tentara,...
Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un tutup akses dari dunia luar untuk mencegah pembelotan. Foto/X
A A A
SEOUL - Belakangan ini Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tidak hanya mengusulkan "Teori Dua Negara Bermusuhan" untuk menghalangi persatuan dan reunifikasi nasional Korea Utara dan Korea Selatan. Tetapi Kim Jong-un juga mengubah konstitusi untuk memperkuat gagasannya tersebut. Seberapa besar pengaruh kebijakan Kim Jong-un tersebut?

Mantan perwira militer Korea Utara, Kim Min-hyuk mengungkapkan Kim Jong-un telah membangun penghalang anti-tank dan menanam ranjau di Zona Demiliterisasi (DMZ) untuk menutup jalur pelarian. Selain itu, Korea Utara juga menghancurkan simbol-simbol kerja sama antar-Korea, seperti jalur kereta Donghae dan Gyeongui, yang menyebabkan ketidakstabilan di Semenanjung Korea.

Meski berusaha menutup perbatasan dengan konsep ’’mengurung orang selamanya’’, Kim Jong-un gagal menyadari bahwa pengkhianatannya terhadap ajaran para pendahulu hanya akan semakin memperdalam isolasi rezim dan meningkatkan penderitaan rakyatnya.

‘’Selama saya bertugas di militer, saya secara pribadi mengalami kesulitan akibat kekurangan pangan yang parah dan beban berat perjuangan untuk bertahan hidup sehari-hari,’’ ungkap Kim Min-hyuk yang pernah bertugas di sebagai prajurit di Provinsi Gangwon.

Menurut dia, dunia sudah menyadari bahwa rakyat Korea Utara menderita akibat kelaparan hebat yang disebabkan oleh banjir berulang dan kesulitan ekonomi di bawah Pemerintahan Kim Jong-un. Situasi dalam militer Korea Utara tidak jauh berbeda.

‘’Tidak ada nasi dalam ransum militer, dan makanan terbatas pada jagung dan gandum, yang terkadang hanya mencapai tiga hingga empat sendok makan. Satu-satunya lauk adalah lobak asin dan kubis, yang menyebabkan kekurangan gizi secara luas dan meningkatnya penyakit seperti hepatitis,’’ papar Kim Min-hyuk yang membelot ke Korea Selatan pada tahun 2020 ini. Akibatnya, setiap tahun, semakin banyak prajurit yang mengalami gangguan kesehatan akibat gizi buruk.

Dia mengungkapkan prajurit Korea Utara juga menghadapi kondisi ekstrem dengan pakaian yang tidak memadai. Selama masa wajib militer selama sepuluh tahun, prajurit hanya menerima maksimal tiga set seragam. Sepatu yang tidak pas adalah hal biasa, dan karena kurangnya pasokan pakaian yang layak, banyak prajurit terpaksa mencuri pakaian sipil untuk bertahan hidup. Para prajurit mengenakan campuran pakaian yang berantakan, membuat mereka tampak lusuh. Kondisi buruk ini bahkan mendorong beberapa prajurit sampai titik kematian.

Informasi dari luar negeri mengejutkan prajurit yang hidup di bawah kondisi militer yang keras. Otoritas Korea Utara secara ketat mengajarkan prajurit untuk tidak melihat atau menyentuh selebaran anti-rezim, dengan klaim bahwa selebaran tersebut dilapisi racun. Namun, tidak mungkin sepenuhnya melindungi prajurit dari kebenaran.

‘’Saya sendiri pernah melihat isi selebaran tersebut, yang mengungkapkan gaya hidup mewah keluarga Kim. Apa yang awalnya berupa skeptisisme berubah menjadi rasa pengkhianatan yang mendalam saat saya menyadari bahwa pemimpin telah menipu rakyatnya,’’ kenang Kim Min-hyuk.


Generasi Jangmadang Jadi Penopang

Prajurit muda sangat peka terhadap selebaran dan siaran dari pemerintah Korea Utara ini. Mereka yang lahir setelah tahun 1990, generasi yang hidup melewati krisis pangan terburuk di Korea Utara dan tumbuh di pasar tidak resmi yang dikenal sebagai "Generasi Jangmadang," kini mengisi sebagian besar posisi di militer. Bagi mereka, bertahan hidup dan mengatasi kelaparan menjadi prioritas utama, dan kesetiaan kepada negara pun lemah secara alami.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1719 seconds (0.1#10.140)