Warga Palestina Kecewa Trump Menang Pemilu AS, Hamas Lempar Peringatan Keras
loading...
A
A
A
GAZA - Warga Palestina yang terkepung dalam genosida Israel selama lebih dari setahun, menyatakan ketakutan atas kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.
Adapun para pemimpin kelompok Hamas dan Otoritas Palestina mendesak Trump segera bertindak demi perdamaian.
Di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan, Abu Osama, yang telah mengungsi akibat pemboman Israel yang tak henti-hentinya, menyebut kemenangan pemilu presiden Trump sebagai "bencana baru dalam sejarah rakyat Palestina".
"Terlepas dari kehancuran, kematian, dan pengungsian yang telah kita saksikan, apa yang akan datang akan lebih sulit, itu akan menghancurkan secara politik," ujar Abu Osama kepada Reuters.
Rezim kolonial Israel telah membantai lebih dari 43.300 warga Palestina dalam lebih dari setahun genosida di Gaza.
Otoritas kesehatan di daerah kantong itu mengatakan, sebagian besar Gaza telah dihancurkan Israel secara brutal.
Genosida ini merupakan salah satu kebrutalan Israel sejak menjajah Palestina pada 1948. Hamas membela diri dengan menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang ke Gaza, menurut penghitungan Israel.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkapkan helikopter dan tank tentara Israel sendiri telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil Israel, yang diklaim Zionis telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Upaya Amerika Serikat (AS) dan mediator Arab, Qatar dan Mesir, sejauh ini gagal mengatur gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang akan mengakhiri pertempuran dan membebaskan sandera Israel dan asing di Gaza serta warga Palestina yang dipenjara Israel.
Hamas mengatakan pemilihan umum AS adalah masalah rakyat Amerika tetapi kelompok itu menyerukan diakhirinya "dukungan buta" untuk Israel oleh Amerika Serikat.
"Kami mendesak Trump untuk belajar dari kesalahan Biden," tegas pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, kepada Reuters.
Abu Zuhri mengatakan Trump akan diuji atas pernyataannya bahwa dia dapat menghentikan perang dalam beberapa jam setelah menjabat sebagai presiden AS.
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah memberikan dukungan diplomatik dan bantuan militer yang tak tergoyahkan kepada Israel, bahkan ketika Menteri Luar Negeri Antony Blinken menggarap proposal gencatan senjata.
Kebijakan masa depan Trump belum jelas meskipun dia mendukung Israel pada masa jabatan sebelumnya sebagai presiden.
Di Tepi Barat yang diduduki Israel, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, saingan Hamas, mengucapkan selamat kepada Trump atas pemilihannya sebagai Presiden AS.
Ia mengatakan akan bekerja sama dengan pemerintahan baru AS untuk mencapai perdamaian regional.
"Kami akan tetap teguh dalam komitmen kami untuk perdamaian, dan kami yakin Amerika Serikat akan mendukung, di bawah kepemimpinan Anda, aspirasi sah rakyat Palestina," tegas Abbas.
Beberapa warga Palestina mengatakan mereka tidak melihat banyak perbedaan antara mantan presiden dan wakil presiden saat ini serta kandidat yang kalah, Kamala Harris.
Namun pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel selama masa jabatan pertamanya menunjukkan dia lebih bias terhadap Israel.
“Kami, sebagai orang Arab dan Palestina, tidak akan cukup naif. Kami harus menghadapinya sebagai musuh. Kami harus menentukan siapa musuhnya. Mereka adalah musuh,” tegas Khaled Dasouso, pemilik toko kelontong di Khan Yunis.
Sementara itu, beberapa orang masih berharap. “Saya pikir (Donald) Trump jika dia menang, apa yang dia lakukan, dia berjanji kepada orang-orang Muslim di Amerika untuk menghentikan perang di Gaza. Kami berharap itu terjadi,” pungkas insinyur Gaza, Mohammed Barghouthi.
Adapun para pemimpin kelompok Hamas dan Otoritas Palestina mendesak Trump segera bertindak demi perdamaian.
Di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan, Abu Osama, yang telah mengungsi akibat pemboman Israel yang tak henti-hentinya, menyebut kemenangan pemilu presiden Trump sebagai "bencana baru dalam sejarah rakyat Palestina".
"Terlepas dari kehancuran, kematian, dan pengungsian yang telah kita saksikan, apa yang akan datang akan lebih sulit, itu akan menghancurkan secara politik," ujar Abu Osama kepada Reuters.
Rezim kolonial Israel telah membantai lebih dari 43.300 warga Palestina dalam lebih dari setahun genosida di Gaza.
Otoritas kesehatan di daerah kantong itu mengatakan, sebagian besar Gaza telah dihancurkan Israel secara brutal.
Genosida ini merupakan salah satu kebrutalan Israel sejak menjajah Palestina pada 1948. Hamas membela diri dengan menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang ke Gaza, menurut penghitungan Israel.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkapkan helikopter dan tank tentara Israel sendiri telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil Israel, yang diklaim Zionis telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Upaya Amerika Serikat (AS) dan mediator Arab, Qatar dan Mesir, sejauh ini gagal mengatur gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang akan mengakhiri pertempuran dan membebaskan sandera Israel dan asing di Gaza serta warga Palestina yang dipenjara Israel.
Hamas mengatakan pemilihan umum AS adalah masalah rakyat Amerika tetapi kelompok itu menyerukan diakhirinya "dukungan buta" untuk Israel oleh Amerika Serikat.
"Kami mendesak Trump untuk belajar dari kesalahan Biden," tegas pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, kepada Reuters.
Abu Zuhri mengatakan Trump akan diuji atas pernyataannya bahwa dia dapat menghentikan perang dalam beberapa jam setelah menjabat sebagai presiden AS.
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah memberikan dukungan diplomatik dan bantuan militer yang tak tergoyahkan kepada Israel, bahkan ketika Menteri Luar Negeri Antony Blinken menggarap proposal gencatan senjata.
Kebijakan masa depan Trump belum jelas meskipun dia mendukung Israel pada masa jabatan sebelumnya sebagai presiden.
Abbas Dorong Perdamaian
Di Tepi Barat yang diduduki Israel, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, saingan Hamas, mengucapkan selamat kepada Trump atas pemilihannya sebagai Presiden AS.
Ia mengatakan akan bekerja sama dengan pemerintahan baru AS untuk mencapai perdamaian regional.
"Kami akan tetap teguh dalam komitmen kami untuk perdamaian, dan kami yakin Amerika Serikat akan mendukung, di bawah kepemimpinan Anda, aspirasi sah rakyat Palestina," tegas Abbas.
Beberapa warga Palestina mengatakan mereka tidak melihat banyak perbedaan antara mantan presiden dan wakil presiden saat ini serta kandidat yang kalah, Kamala Harris.
Namun pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel selama masa jabatan pertamanya menunjukkan dia lebih bias terhadap Israel.
“Kami, sebagai orang Arab dan Palestina, tidak akan cukup naif. Kami harus menghadapinya sebagai musuh. Kami harus menentukan siapa musuhnya. Mereka adalah musuh,” tegas Khaled Dasouso, pemilik toko kelontong di Khan Yunis.
Sementara itu, beberapa orang masih berharap. “Saya pikir (Donald) Trump jika dia menang, apa yang dia lakukan, dia berjanji kepada orang-orang Muslim di Amerika untuk menghentikan perang di Gaza. Kami berharap itu terjadi,” pungkas insinyur Gaza, Mohammed Barghouthi.
(sya)