Ambisi Maritim China Terhambat Tenggelamnya Kapal Selam Nuklir Terbaru
loading...
A
A
A
BEIJING - Ambisi Angkatan Laut China, khususnya di bawah kepemimpinan Partai Komunis China (CCP), telah berpusat pada pembangunan kekuatan maritim yang tangguh untuk memamerkan kekuatan di seluruh kawasan Indo-Pasifik.
Namun, tenggelamnya kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru China baru-baru ini merupakan kemunduran signifikan bagi visi tersebut.
Mengutip dari The Singapore Post, Kamis (10/10/2024), insiden ini tidak hanya menyoroti kerentanan operasional, tetapi juga menggarisbawahi tantangan yang lebih luas yang dihadapi CCP dalam mencapai tujuan prioritasnya untuk memodernisasi militer dan mendominasi wilayah maritim.
Awal pekan ini, citra satelit menunjukkan kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru China tenggelam di samping dermaga saat sedang dibangun, menurut laporan Associated Press (AP) yang mengutip keterangan seorang pejabat senior pertahanan Amerika Serikat (AS).
Menurut laporan tersebut, tenggelamnya kapal selam kelas Zhou pertama China merupakan kemunduran bagi Beijing yang terus berusaha membangun Angkatan Laut terbesar di dunia.
The Wall Street Journal (WSJ) pertama kali melaporkan tenggelamnya kapal selam tersebut di sisi sebuah dermaga di China, yang kemudian dikonfirmasi kepada Epoch Times oleh juru bicara pemerintah AS.
Laporan itu menambahkan bahwa tidak jelas apakah kapal selam itu membawa bahan bakar nuklir pada saat tenggelam.
Kapal selam tersebut diperkirakan tenggelam antara Mei dan Juni tahun ini, menurut WSJ.
Ziding Zhou, seorang analis independen yang memantau perkembangan militer CCP, berbicara dengan The Epoch Times edisi China tentang insiden kapal selam terbaru ini.
Zhou mencatat bahwa kapal selam bertenaga nuklir itu tampaknya hanya beberapa meter lebih panjang dari kapal selam Tipe 039A bertenaga diesel China, yang menunjukkan bahwa CCP mungkin sedang bereksperimen dengan teknologi nuklir skala kecil.
Dia menekankan bahwa kapal selam itu tidak menyerupai kapal serang skala besar, melainkan kapal yang dirancang untuk pertempuran laut-ke-laut, khususnya di Selat Taiwan.
Hal ini menyiratkan bahwa kapal selam itu mungkin dimaksudkan untuk operasi taktis yang lebih regional ketimbang misi strategis jarak jauh. Namun, pemerintah China belum secara terbuka mengakui insiden itu dan memilih tetap bungkam.
Zhou menunjukkan bahwa pengungkapan insiden oleh pejabat pertahanan AS, yang mampu mengidentifikasi kapal selam itu sebagai bertenaga nuklir, mengirimkan pesan penting kepada CCP.
Dia menyatakan bahwa upaya China untuk merahasiakan kemajuan militernya tidak sesukses yang diperkirakan.
Kekuatan Angkatan Laut telah menjadi prinsip utama perluasan militer CCP di bawah Presiden Xi Jinping.
Beijing telah lama berupaya memperkuat angkatan lautnya sebagai cara melawan pengaruh AS di Pasifik, mengamankan rute perdagangan, dan menegakkan klaim teritorial, khususnya di Laut China Selatan.
Dalam hal ini, kapal selam bertenaga nuklir telah menjadi aset penting bagi China, yang menawarkan jangkauan yang lebih jauh, kemampuan siluman, serta pencegahan strategis.
Kapal selam China seperti yang tenggelam baru-baru ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Angkatan Laut-nya dalam beroperasi jauh dari pantai China, menegaskan kendali atas perairan yang disengketakan, dan menjaga kepentingan globalnya yang terus berkembang.
Pembangunan kapal selam bertenaga nuklir canggih, secara khusus telah menjadi inti ambisi CCP untuk mengubah angkatan lautnya menjadi kekuatan “Air Biru”.
Kapal-kapal ini dirancang untuk memberi China keunggulan dalam pertahanan dan serangan, yang mampu berpatroli di Samudra Pasifik dan Hindia yang luas tanpa terdeteksi untuk waktu yang lama.
Kapal selam nuklir juga merupakan bagian integral dari pencegah nuklir kedua China, yang menjadikan pengembangannya sebagai prioritas utama dalam perencanaan militer.
Tenggelamnya kapal selam terbaru bukan hanya kerugian taktis, tetapi juga pukulan simbolis bagi prestise Angkatan Laut China.
Kapal selam semacam itu rumit, mahal, dan secara teknologi menantang untuk dikembangkan. Meski China telah membuat langkah cepat dalam teknologi militer, hilangnya kapal selam tersebut menyoroti potensi kelemahan, baik dalam prosedur operasional maupun keandalan teknis.
Ini terjadi pada saat China meningkatkan upaya menantang dominasi Angkatan Laut AS di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, insiden tersebut dapat menunda pembangunan Angkatan Laut China yang lebih besar.
Mengganti kapal selam bertenaga nuklir bukanlah hal mudah, dan ini dapat memaksa CCP untuk mengevaluasi kembali kecepatan dan cakupan program modernisasi Angkatan Laut-nya.
Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas inovasi domestik China dalam persenjataan berteknologi tinggi, suatu bidang di mana CCP telah berinvestasi besar dalam mengurangi ketergantungannya pada teknologi asing.
Insiden kapal selam ini juga memiliki konsekuensi geopolitik yang lebih luas.
Seiring semakin agresifnya China dalam menegaskan klaim atas Laut China Selatan dan memperluas operasi Angkatan Laut-nya di seluruh Indo-Pasifik, kekuatan regional seperti Jepang, India, dan Australia, serta Amerika Serikat, telah meningkatkan fokus mereka untuk melawan perluasan Angkatan Laut China.
Kegagalan yang menonjol seperti tenggelamnya kapal selam nuklir dapat membuat para pesaing regional semakin berani untuk lebih menantang ketegasan militer China.
Hal ini juga dapat memberikan kesempatan bagi Amerika Serikat dan sekutunya untuk menekankan kemampuan Angkatan Laut mereka yang unggul, sehingga menempatkan China dalam posisi yang kurang menguntungkan dalam strategi maritim.
Secara internal, CCP menghadapi tekanan yang meningkat untuk mengatasi masalah ini tanpa terlihat lemah. Legitimasi partai, sebagiannya bertumpu pada kemampuan memproyeksikan kekuatan dan mempertahankan status China yang meningkat di panggung global.
Kegagalan apa pun yang dirasakan dalam hal ini dapat memicu kritik internal, terutama karena Xi Jinping mengaitkan kepemimpinannya dengan erat kecakapan militer China.
Menurut para pakar isu China, tenggelamnya kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru merupakan kemunduran signifikan bagi ambisi maritim CCP dan tujuan yang lebih luas untuk modernisasi militer.
Insiden ini tidak hanya menghambat kemampuan Angkatan Laut China secara langsung, tetapi juga menimbulkan keraguan atas keandalan teknologi militer mutakhirnya.
Selain itu, di kawasan yang ketegangan geopolitiknya sudah tinggi, insiden tersebut memiliki konsekuensi yang melampaui batas wilayah China, memengaruhi perhitungan strategisnya, dan keseimbangan kekuatan yang lebih luas di Indo-Pasifik.
Namun, tenggelamnya kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru China baru-baru ini merupakan kemunduran signifikan bagi visi tersebut.
Mengutip dari The Singapore Post, Kamis (10/10/2024), insiden ini tidak hanya menyoroti kerentanan operasional, tetapi juga menggarisbawahi tantangan yang lebih luas yang dihadapi CCP dalam mencapai tujuan prioritasnya untuk memodernisasi militer dan mendominasi wilayah maritim.
Awal pekan ini, citra satelit menunjukkan kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru China tenggelam di samping dermaga saat sedang dibangun, menurut laporan Associated Press (AP) yang mengutip keterangan seorang pejabat senior pertahanan Amerika Serikat (AS).
Menurut laporan tersebut, tenggelamnya kapal selam kelas Zhou pertama China merupakan kemunduran bagi Beijing yang terus berusaha membangun Angkatan Laut terbesar di dunia.
The Wall Street Journal (WSJ) pertama kali melaporkan tenggelamnya kapal selam tersebut di sisi sebuah dermaga di China, yang kemudian dikonfirmasi kepada Epoch Times oleh juru bicara pemerintah AS.
Laporan itu menambahkan bahwa tidak jelas apakah kapal selam itu membawa bahan bakar nuklir pada saat tenggelam.
Kapal selam tersebut diperkirakan tenggelam antara Mei dan Juni tahun ini, menurut WSJ.
China Tetap Bungkam
Ziding Zhou, seorang analis independen yang memantau perkembangan militer CCP, berbicara dengan The Epoch Times edisi China tentang insiden kapal selam terbaru ini.
Zhou mencatat bahwa kapal selam bertenaga nuklir itu tampaknya hanya beberapa meter lebih panjang dari kapal selam Tipe 039A bertenaga diesel China, yang menunjukkan bahwa CCP mungkin sedang bereksperimen dengan teknologi nuklir skala kecil.
Dia menekankan bahwa kapal selam itu tidak menyerupai kapal serang skala besar, melainkan kapal yang dirancang untuk pertempuran laut-ke-laut, khususnya di Selat Taiwan.
Hal ini menyiratkan bahwa kapal selam itu mungkin dimaksudkan untuk operasi taktis yang lebih regional ketimbang misi strategis jarak jauh. Namun, pemerintah China belum secara terbuka mengakui insiden itu dan memilih tetap bungkam.
Baca Juga
Zhou menunjukkan bahwa pengungkapan insiden oleh pejabat pertahanan AS, yang mampu mengidentifikasi kapal selam itu sebagai bertenaga nuklir, mengirimkan pesan penting kepada CCP.
Dia menyatakan bahwa upaya China untuk merahasiakan kemajuan militernya tidak sesukses yang diperkirakan.
Kekuatan Angkatan Laut telah menjadi prinsip utama perluasan militer CCP di bawah Presiden Xi Jinping.
Beijing telah lama berupaya memperkuat angkatan lautnya sebagai cara melawan pengaruh AS di Pasifik, mengamankan rute perdagangan, dan menegakkan klaim teritorial, khususnya di Laut China Selatan.
Dalam hal ini, kapal selam bertenaga nuklir telah menjadi aset penting bagi China, yang menawarkan jangkauan yang lebih jauh, kemampuan siluman, serta pencegahan strategis.
Kapal selam China seperti yang tenggelam baru-baru ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Angkatan Laut-nya dalam beroperasi jauh dari pantai China, menegaskan kendali atas perairan yang disengketakan, dan menjaga kepentingan globalnya yang terus berkembang.
Pembangunan kapal selam bertenaga nuklir canggih, secara khusus telah menjadi inti ambisi CCP untuk mengubah angkatan lautnya menjadi kekuatan “Air Biru”.
Kapal-kapal ini dirancang untuk memberi China keunggulan dalam pertahanan dan serangan, yang mampu berpatroli di Samudra Pasifik dan Hindia yang luas tanpa terdeteksi untuk waktu yang lama.
Konsekuensi Geopolitik
Kapal selam nuklir juga merupakan bagian integral dari pencegah nuklir kedua China, yang menjadikan pengembangannya sebagai prioritas utama dalam perencanaan militer.
Tenggelamnya kapal selam terbaru bukan hanya kerugian taktis, tetapi juga pukulan simbolis bagi prestise Angkatan Laut China.
Kapal selam semacam itu rumit, mahal, dan secara teknologi menantang untuk dikembangkan. Meski China telah membuat langkah cepat dalam teknologi militer, hilangnya kapal selam tersebut menyoroti potensi kelemahan, baik dalam prosedur operasional maupun keandalan teknis.
Ini terjadi pada saat China meningkatkan upaya menantang dominasi Angkatan Laut AS di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, insiden tersebut dapat menunda pembangunan Angkatan Laut China yang lebih besar.
Mengganti kapal selam bertenaga nuklir bukanlah hal mudah, dan ini dapat memaksa CCP untuk mengevaluasi kembali kecepatan dan cakupan program modernisasi Angkatan Laut-nya.
Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas inovasi domestik China dalam persenjataan berteknologi tinggi, suatu bidang di mana CCP telah berinvestasi besar dalam mengurangi ketergantungannya pada teknologi asing.
Insiden kapal selam ini juga memiliki konsekuensi geopolitik yang lebih luas.
Seiring semakin agresifnya China dalam menegaskan klaim atas Laut China Selatan dan memperluas operasi Angkatan Laut-nya di seluruh Indo-Pasifik, kekuatan regional seperti Jepang, India, dan Australia, serta Amerika Serikat, telah meningkatkan fokus mereka untuk melawan perluasan Angkatan Laut China.
Kemunduran Signifikan
Kegagalan yang menonjol seperti tenggelamnya kapal selam nuklir dapat membuat para pesaing regional semakin berani untuk lebih menantang ketegasan militer China.
Hal ini juga dapat memberikan kesempatan bagi Amerika Serikat dan sekutunya untuk menekankan kemampuan Angkatan Laut mereka yang unggul, sehingga menempatkan China dalam posisi yang kurang menguntungkan dalam strategi maritim.
Secara internal, CCP menghadapi tekanan yang meningkat untuk mengatasi masalah ini tanpa terlihat lemah. Legitimasi partai, sebagiannya bertumpu pada kemampuan memproyeksikan kekuatan dan mempertahankan status China yang meningkat di panggung global.
Kegagalan apa pun yang dirasakan dalam hal ini dapat memicu kritik internal, terutama karena Xi Jinping mengaitkan kepemimpinannya dengan erat kecakapan militer China.
Menurut para pakar isu China, tenggelamnya kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru merupakan kemunduran signifikan bagi ambisi maritim CCP dan tujuan yang lebih luas untuk modernisasi militer.
Insiden ini tidak hanya menghambat kemampuan Angkatan Laut China secara langsung, tetapi juga menimbulkan keraguan atas keandalan teknologi militer mutakhirnya.
Selain itu, di kawasan yang ketegangan geopolitiknya sudah tinggi, insiden tersebut memiliki konsekuensi yang melampaui batas wilayah China, memengaruhi perhitungan strategisnya, dan keseimbangan kekuatan yang lebih luas di Indo-Pasifik.
(mas)