Mengejutkan, Israel Sukses Habisi Nasrallah karena Bantuan Mata-mata Iran
loading...
A
A
A
BEIRUT - Sebuah laporan mengejutkan mengungkap bahwa kesuksesan operasi militer Israel dalam membunuh pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah tak lepas dari bantuan seorang mata-mata Iran.
Laporan itu diterbitkan surat kabar Prancis, Le Parisien, yang mengatakan beberapa jam sebelum Nasrallah tewas akibat serangan udara Zionis di pinggiran Beirut, mata-mata tersebut memberi tahu otoritas Israel tentang lokasi Nasrallah.
Mengutip sumber keamanan di Lebanon, laporan tersebut lebih rinci menyebutkan mata-mata Iran itu telah memberi tahu otoritas Israel bahwa Nasrallah akan berada di markas bawah tanah Hizbullah di pinggiran selatan Beirut untuk menghadiri pertemuan dengan beberapa anggota penting organisasi tersebut.
Pada Sabtu (28/9/2024), sekitar pukul 11.00 pagi waktu Lebanon, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan dalam sebuah posting di X: "Hassan Nasrallah tidak akan bisa lagi meneror dunia."
Kemudian pada hari itu, Hizbullah mengonfirmasi berita kematian Nasrallah.
"Sayyed Hassan Nasrallah...telah bergabung dengan rekan-rekannya yang hebat dan syahid yang telah dipimpinnya selama sekitar 30 tahun," kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Iran belum berkomentar atas laporan "pengkhianatan" mata-mata Teheran tersebut.
Laporan lain dari The New York Times menyebutkan keberhasilan Israel dalam melawan Hizbullah merupakan hasil langsung dari keputusan negara itu untuk mencurahkan lebih banyak sumber daya intelijen guna menargetkan Hizbullah setelah perang tahun 2006.
Militer Israel dan badan intelijen, kata laporan itu, gagal meraih kemenangan yang menentukan dalam konflik selama 34 hari tersebut. Perang 2006 itu berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi PBB dan memungkinkan Hizbullah untuk berkumpul kembali dan bersiap untuk perang berikutnya.
Pada tahun-tahun berikutnya, Israel mengerahkan banyak sumber daya untuk mengumpulkan informasi tentang kepemimpinan dan strategi Hizbullah.
Unit 8200, badan intelijen sinyal Israel, membangun peralatan siber canggih untuk menyadap ponsel dan komunikasi Hizbullah lainnya dengan lebih baik, menurut laporan New York Times.
Tim-tim baru dibentuk dalam barisan tempur untuk memastikan bahwa informasi berharga dengan cepat diteruskan ke Angkatan Darat dan Angkatan Udara Israel, imbuh laporan tersebut.
Dalam pidato yang disiarkan televisi baru-baru ini, Nasrallah mengatakan Hizbullah mengalami "pukulan yang belum pernah terjadi sebelumnya" setelah Israel meledakkan pager dan radio genggam yang berisi bahan peledak secara massal.
Serangan tersebut menewaskan 37 orang dan melukai hampir 3.000 orang dalam dua hari. Nasrallah kemudian memperingatkan Israel tentang "balasan yang keras dan hukuman yang adil, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan".
Investigasi Lebanon menemukan bahwa pager tersebut telah dipasangi bom, menurut laporan AFP.
Anggota Hizbullah mulai berkomunikasi melalui pager dan walkie-talkie setelah Israel menyadap ponsel. Namun, hal itu tidak melindungi para anggota kelompok tersebut.
Mossad, menurut laporan New York Times, tampaknya telah membuat perusahaan cangkang di Budapest dan membuat pager tersebut di bawah lisensi dari sebuah perusahaan di Taiwan.
Sebelum pager tersebut tiba di Lebanon, operator Israel memasang bahan peledak di dalamnya. Operasi tersebut ditingkatkan untuk memproduksi ribuan pager, yang membutuhkan manufaktur yang canggih, sambung laporan New York Times.
Masih menurut laporan New York Times, investasi Israel dalam pengumpulan intelijen yang lebih besar pertama kali membuahkan hasil pada tahun 2008 ketika Mossad bekerja sama dengan CIA untuk membunuh agen utama Hizbullah, Imad Mugniyah, di Suriah.
Pada tahun 2020, Qassem Suleimani, yang memimpin Pasukan Quds Iran, terbang ke Damaskus Suriah dan berkendara dalam konvoi ke Beirut untuk bertemu Nasrallah. Israel tidak mencoba membunuh Nasrallah saat itu karena takut memulai perang.
Israel meneruskan informasi tersebut ke AS dan Suleimani tewas dalam serangan pesawat nirawak di bandara Baghdad.
Serangan Hamas pada 7 Oktober di kota-kota Israel memicu konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah. Ketika serangan balik Israel memicu perang di Gaza, Hizbullah mulai menargetkan Israel.
Selama beberapa bulan terakhir, Tel Aviv habis-habisan melawan Hizbullah.
Serangan pada 30 Juli menewaskan Fuad Shukr, salah satu komandan militer tertinggi kelompok itu.
Sekitar tiga minggu kemudian, serangan menewaskan Ibrahim Aqil, kepala Pasukan Radwan—unit elite Hizbullah, dan 15 komandan lainnya.
Beberapa hari kemudian, serangan lain menewaskan Ibrahim Mohammed Kobeissi, yang memimpin beberapa unit Hizbullah, termasuk unit rudal berpemandu. Keesokan harinya, Mohammed Srur, kepala unit pesawat nirawak Hizbullah, tewas dalam serangan itu.
Chip Usher, mantan analis CIA yang pernah bekerja dengan intelijen Israel, mengatakan kepada New York Times: "Rahasia kesuksesan mereka bergantung pada beberapa faktor. Mereka memiliki target yang cukup jelas. Itu memudahkan mereka untuk memberikan fokus yang luar biasa pada apa yang mereka lakukan. Mereka berada dalam bayang-bayang perang dengan Hizbullah dan Iran. Dan mereka sangat sabar."
Laporan itu diterbitkan surat kabar Prancis, Le Parisien, yang mengatakan beberapa jam sebelum Nasrallah tewas akibat serangan udara Zionis di pinggiran Beirut, mata-mata tersebut memberi tahu otoritas Israel tentang lokasi Nasrallah.
Mengutip sumber keamanan di Lebanon, laporan tersebut lebih rinci menyebutkan mata-mata Iran itu telah memberi tahu otoritas Israel bahwa Nasrallah akan berada di markas bawah tanah Hizbullah di pinggiran selatan Beirut untuk menghadiri pertemuan dengan beberapa anggota penting organisasi tersebut.
Pada Sabtu (28/9/2024), sekitar pukul 11.00 pagi waktu Lebanon, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan dalam sebuah posting di X: "Hassan Nasrallah tidak akan bisa lagi meneror dunia."
Kemudian pada hari itu, Hizbullah mengonfirmasi berita kematian Nasrallah.
"Sayyed Hassan Nasrallah...telah bergabung dengan rekan-rekannya yang hebat dan syahid yang telah dipimpinnya selama sekitar 30 tahun," kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Iran belum berkomentar atas laporan "pengkhianatan" mata-mata Teheran tersebut.
Laporan lain dari The New York Times menyebutkan keberhasilan Israel dalam melawan Hizbullah merupakan hasil langsung dari keputusan negara itu untuk mencurahkan lebih banyak sumber daya intelijen guna menargetkan Hizbullah setelah perang tahun 2006.
Militer Israel dan badan intelijen, kata laporan itu, gagal meraih kemenangan yang menentukan dalam konflik selama 34 hari tersebut. Perang 2006 itu berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi PBB dan memungkinkan Hizbullah untuk berkumpul kembali dan bersiap untuk perang berikutnya.
Pada tahun-tahun berikutnya, Israel mengerahkan banyak sumber daya untuk mengumpulkan informasi tentang kepemimpinan dan strategi Hizbullah.
Unit 8200, badan intelijen sinyal Israel, membangun peralatan siber canggih untuk menyadap ponsel dan komunikasi Hizbullah lainnya dengan lebih baik, menurut laporan New York Times.
Tim-tim baru dibentuk dalam barisan tempur untuk memastikan bahwa informasi berharga dengan cepat diteruskan ke Angkatan Darat dan Angkatan Udara Israel, imbuh laporan tersebut.
Bom Pager dan Pengakuan Nasrallah
Dalam pidato yang disiarkan televisi baru-baru ini, Nasrallah mengatakan Hizbullah mengalami "pukulan yang belum pernah terjadi sebelumnya" setelah Israel meledakkan pager dan radio genggam yang berisi bahan peledak secara massal.
Serangan tersebut menewaskan 37 orang dan melukai hampir 3.000 orang dalam dua hari. Nasrallah kemudian memperingatkan Israel tentang "balasan yang keras dan hukuman yang adil, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan".
Investigasi Lebanon menemukan bahwa pager tersebut telah dipasangi bom, menurut laporan AFP.
Anggota Hizbullah mulai berkomunikasi melalui pager dan walkie-talkie setelah Israel menyadap ponsel. Namun, hal itu tidak melindungi para anggota kelompok tersebut.
Mossad, menurut laporan New York Times, tampaknya telah membuat perusahaan cangkang di Budapest dan membuat pager tersebut di bawah lisensi dari sebuah perusahaan di Taiwan.
Sebelum pager tersebut tiba di Lebanon, operator Israel memasang bahan peledak di dalamnya. Operasi tersebut ditingkatkan untuk memproduksi ribuan pager, yang membutuhkan manufaktur yang canggih, sambung laporan New York Times.
Pemimpin Tertinggi Hizbullah Jadi Target
Masih menurut laporan New York Times, investasi Israel dalam pengumpulan intelijen yang lebih besar pertama kali membuahkan hasil pada tahun 2008 ketika Mossad bekerja sama dengan CIA untuk membunuh agen utama Hizbullah, Imad Mugniyah, di Suriah.
Pada tahun 2020, Qassem Suleimani, yang memimpin Pasukan Quds Iran, terbang ke Damaskus Suriah dan berkendara dalam konvoi ke Beirut untuk bertemu Nasrallah. Israel tidak mencoba membunuh Nasrallah saat itu karena takut memulai perang.
Israel meneruskan informasi tersebut ke AS dan Suleimani tewas dalam serangan pesawat nirawak di bandara Baghdad.
Serangan Hamas pada 7 Oktober di kota-kota Israel memicu konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah. Ketika serangan balik Israel memicu perang di Gaza, Hizbullah mulai menargetkan Israel.
Selama beberapa bulan terakhir, Tel Aviv habis-habisan melawan Hizbullah.
Serangan pada 30 Juli menewaskan Fuad Shukr, salah satu komandan militer tertinggi kelompok itu.
Sekitar tiga minggu kemudian, serangan menewaskan Ibrahim Aqil, kepala Pasukan Radwan—unit elite Hizbullah, dan 15 komandan lainnya.
Beberapa hari kemudian, serangan lain menewaskan Ibrahim Mohammed Kobeissi, yang memimpin beberapa unit Hizbullah, termasuk unit rudal berpemandu. Keesokan harinya, Mohammed Srur, kepala unit pesawat nirawak Hizbullah, tewas dalam serangan itu.
Chip Usher, mantan analis CIA yang pernah bekerja dengan intelijen Israel, mengatakan kepada New York Times: "Rahasia kesuksesan mereka bergantung pada beberapa faktor. Mereka memiliki target yang cukup jelas. Itu memudahkan mereka untuk memberikan fokus yang luar biasa pada apa yang mereka lakukan. Mereka berada dalam bayang-bayang perang dengan Hizbullah dan Iran. Dan mereka sangat sabar."
(mas)