Rusia Tak Inginkan Perang Atom, tapi Senjata Nuklirnya Siap Tempur Penuh
loading...
A
A
A
MOSKOW - Pemerintah Rusia menyatakan Moskow tidak menginginkan perang nuklir, namun mengumumkan bahwa senjata nuklirnya saat ini berada dalam kesiapan tempur penuh.
Pengumuman itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, sebagai peringataan tidak langsung terhadap Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutu NATO atas dukungan penuh mereka kepada Ukraina.
Menurut Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICANW), perang Rusia-Ukraina merupakan bahaya nyata karena Moskow memiliki lebih banyak hulu ledak nuklir daripada negara lain.
Terlebih, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pejabat senior Kremlin lainnya berulang kali mengancam eskalasi nuklir terhadap Kyiv dan mitra Barat-nya sejak Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari 2022.
Dalam sebuah wawancara dengan Sky News Arabia, Lavrov mengatakan tidak seorang pun menginginkan perang nuklir, termasuk Rusia. Namun, dia memperingatkan bahwa senjata nuklir negaranya sudah berada dalam "kesiapan tempur penuh”.
"Kami berbicara tentang garis merah, berharap bahwa penilaian dan pernyataan kami akan didengar oleh orang-orang yang cerdas dan pembuat keputusan. Tidaklah serius untuk mengatakan bahwa jika besok Anda tidak melakukan apa yang saya minta dari Anda, kami akan menekan 'tombol merah'," kata Lavrov.
“Saya yakin bahwa dalam situasi seperti itu, para pembuat keputusan memiliki gagasan tentang apa yang sedang kami bicarakan. Tidak seorang pun menginginkan perang nuklir,” katanya lagi.
“Rusia memiliki senjata yang akan memiliki implikasi serius bagi para pengendali rezim Ukraina,” imbuh dia, yang dikutip Newsweek, Minggu (22/9/2024).
Pernyataan Lavrov muncul setelah sekutu Putin lainnya, mantan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, mengeluarkan peringatan respons nuklir baru pekan lalu.
Dalam sebuah posting Telegram, Medvedev, wakil ketua Dewan Keamanan Rusia dan mantan presiden Rusia, berbicara tentang respons nuklir dan bahwa itu adalah keputusan yang sangat rumit.
”Anda hanya dapat menguji kesabaran seseorang untuk waktu yang terbatas,” katanya.
"Namun, Rusia telah bersabar. Jelas bahwa respons nuklir adalah keputusan yang sangat rumit dengan konsekuensi yang tidak dapat diubah. Namun, apa yang gagal diakui oleh orang-orang bodoh Anglo-Saxon yang arogan adalah bahwa Anda hanya dapat menguji kesabaran seseorang untuk waktu yang terbatas," kata Medvedev.
“Pada akhirnya akan terbukti bahwa beberapa analis Barat moderat benar ketika mereka memperingatkan: 'Benar, Rusia tidak mungkin menggunakan respons ini, meskipun... itu masih mungkin. Selain itu, mereka mungkin menggunakan kendaraan pengiriman baru dengan muatan konvensional’. Dan kemudian—semuanya berakhir. Sebuah gumpalan besar massa abu-abu cair di tempat yang dulunya merupakan 'ibu kota Rusia' [nama historis Kyiv]. Astaga, itu mustahil, tetapi itu terjadi...,” papar Medvedev.
Namun Departemen Luar Negeri AS menepis keseriusan berbagai pernyataan Medvedev.
"Kami tahu sekarang untuk tidak menganggap serius Medvedev," kata seorang juru bicara departemen tersebut. "Ini adalah omong kosong standar Kremlin."
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberikan bantuan militer kepada Ukraina untuk mempertahankan diri dari serangan Rusia. Awal tahun ini, AS mulai memasok Ukraina dengan rudal ATACMS (Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat) jarak jauh.
Ukraina telah mendesak AS dan Inggris untuk mencabut larangan mereka terhadap ATACMS Amerika dan rudal Storm Shadow Inggris untuk digunakan untuk menargetkan wilayah Rusia di tengah kekhawatiran bahwa penggunaan oleh Kyiv akan meningkatkan konflik.
Ukraina mengatakan bahwa mereka membutuhkan senjata jarak jauh untuk menargetkan pangkalan udara yang digunakan oleh pesawat tempur Rusia yang meluncurkan bom luncur terhadap Kyiv, sering kali dari dalam wilayah Rusia.
Rudal Storm Shadow dengan jangkauan sekitar 150 mil telah digunakan serangan ditujukan terhadap target Rusia di wilayah Ukraina yang diduduki.
Pengumuman itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, sebagai peringataan tidak langsung terhadap Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutu NATO atas dukungan penuh mereka kepada Ukraina.
Menurut Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICANW), perang Rusia-Ukraina merupakan bahaya nyata karena Moskow memiliki lebih banyak hulu ledak nuklir daripada negara lain.
Terlebih, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pejabat senior Kremlin lainnya berulang kali mengancam eskalasi nuklir terhadap Kyiv dan mitra Barat-nya sejak Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari 2022.
Dalam sebuah wawancara dengan Sky News Arabia, Lavrov mengatakan tidak seorang pun menginginkan perang nuklir, termasuk Rusia. Namun, dia memperingatkan bahwa senjata nuklir negaranya sudah berada dalam "kesiapan tempur penuh”.
"Kami berbicara tentang garis merah, berharap bahwa penilaian dan pernyataan kami akan didengar oleh orang-orang yang cerdas dan pembuat keputusan. Tidaklah serius untuk mengatakan bahwa jika besok Anda tidak melakukan apa yang saya minta dari Anda, kami akan menekan 'tombol merah'," kata Lavrov.
“Saya yakin bahwa dalam situasi seperti itu, para pembuat keputusan memiliki gagasan tentang apa yang sedang kami bicarakan. Tidak seorang pun menginginkan perang nuklir,” katanya lagi.
“Rusia memiliki senjata yang akan memiliki implikasi serius bagi para pengendali rezim Ukraina,” imbuh dia, yang dikutip Newsweek, Minggu (22/9/2024).
Pernyataan Lavrov muncul setelah sekutu Putin lainnya, mantan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, mengeluarkan peringatan respons nuklir baru pekan lalu.
Dalam sebuah posting Telegram, Medvedev, wakil ketua Dewan Keamanan Rusia dan mantan presiden Rusia, berbicara tentang respons nuklir dan bahwa itu adalah keputusan yang sangat rumit.
”Anda hanya dapat menguji kesabaran seseorang untuk waktu yang terbatas,” katanya.
"Namun, Rusia telah bersabar. Jelas bahwa respons nuklir adalah keputusan yang sangat rumit dengan konsekuensi yang tidak dapat diubah. Namun, apa yang gagal diakui oleh orang-orang bodoh Anglo-Saxon yang arogan adalah bahwa Anda hanya dapat menguji kesabaran seseorang untuk waktu yang terbatas," kata Medvedev.
“Pada akhirnya akan terbukti bahwa beberapa analis Barat moderat benar ketika mereka memperingatkan: 'Benar, Rusia tidak mungkin menggunakan respons ini, meskipun... itu masih mungkin. Selain itu, mereka mungkin menggunakan kendaraan pengiriman baru dengan muatan konvensional’. Dan kemudian—semuanya berakhir. Sebuah gumpalan besar massa abu-abu cair di tempat yang dulunya merupakan 'ibu kota Rusia' [nama historis Kyiv]. Astaga, itu mustahil, tetapi itu terjadi...,” papar Medvedev.
Namun Departemen Luar Negeri AS menepis keseriusan berbagai pernyataan Medvedev.
"Kami tahu sekarang untuk tidak menganggap serius Medvedev," kata seorang juru bicara departemen tersebut. "Ini adalah omong kosong standar Kremlin."
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberikan bantuan militer kepada Ukraina untuk mempertahankan diri dari serangan Rusia. Awal tahun ini, AS mulai memasok Ukraina dengan rudal ATACMS (Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat) jarak jauh.
Ukraina telah mendesak AS dan Inggris untuk mencabut larangan mereka terhadap ATACMS Amerika dan rudal Storm Shadow Inggris untuk digunakan untuk menargetkan wilayah Rusia di tengah kekhawatiran bahwa penggunaan oleh Kyiv akan meningkatkan konflik.
Ukraina mengatakan bahwa mereka membutuhkan senjata jarak jauh untuk menargetkan pangkalan udara yang digunakan oleh pesawat tempur Rusia yang meluncurkan bom luncur terhadap Kyiv, sering kali dari dalam wilayah Rusia.
Rudal Storm Shadow dengan jangkauan sekitar 150 mil telah digunakan serangan ditujukan terhadap target Rusia di wilayah Ukraina yang diduduki.
(mas)