Pemerintah Ekuador Tinggalkan Ibu Kota di Tengah Aksi Protes

Selasa, 08 Oktober 2019 - 23:29 WIB
Pemerintah Ekuador Tinggalkan Ibu Kota di Tengah Aksi Protes
Pemerintah Ekuador Tinggalkan Ibu Kota di Tengah Aksi Protes
A A A
QUITO - Presiden Ekuador Lenin Moreno mengumumkan pemerintahannya akan meninggalkan Ibu Kota Quito. Keputusan ini diambil di tengah aksi protes atas langkahnya untuk mengakhiri subsidi bahan bakar.

Ekuador telah mengalami keresahan selama lima hari atas rencana Moreno, bagian dari paket reformasi ekonomi yang disusun setelah kesepakatan pembiayaan senilai USD4,2 miliar dengan Dana Moneter Internasional (IMF). (Baca Juga: Polisi dan Demonstran Bentrok, Ekuador Nyatakan Keadaan Darurat)

Moreno mengumumkan kepindahan pemerintahannya ke kota selatan Guayaquil dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Senin waktu setempat. Pengumuman itu dilakukan ketika para pejabat pertahanan mengungkapkan militer harus menyelamatkan lebih dari 50 anggotanya yang disandera oleh pengunjuk rasa.

Moreno menyalahkan pengaruh asing seperti pemimpin Venezuela Nicolas Maduro dan mantan presiden kiri Rafael Correa atas kerusuhan yang melanda negara itu. Namun ia tidak memberikan bukti atas tuduhannya. Namun ia mengatakan tidak akan menarik keputusannya untuk menghapus subsidi.

"Insiden vandalisme dan kekerasan ini menunjukkan ada beberapa niat politis terorganisir untuk mengacaukan pemerintah dan melanggar hukum konstitusional, memutus tatanan demokrasi," kata Moreno dalam pidato yang disiarkan secara nasional.

"Mereka adalah orang asing, eksternal dan dibayar," imbuhnya.

"Trik yang dilakukan Maduro dengan Correa ini menyebabkan ketidakstabilan," tudingnya seperti dikutip dari CNN, Selasa (8/10/2019).

Menanggapi tudingan itu, mantan presiden Ekuador Rafael Corea - yang saat ini tinggal di Belgia, melalui akun Twitternya mengatakan bahwa Moreno adalah pengkhianat yang sudah "selesai" dan menyerukan pemilu baru.

Moreno menjabat sebagai wakil presiden di bawah Correa dari 2007-13 dan kemudian menjadi presiden pada Mei 2017. Ia menikmati dukungan dari pebisnis dan militer, dan telah memindahkan Ekuador ke pusat politik setelah mengambil alih dari Correa. Namun, saat ini tingkat popularitas Moreno turun menjadi 30% dari 70% pasca terpilih menjadi Presiden.

Dirancang untuk meredakan kekhawatiran atas defisit fiskal dan utang luar negeri yang besar, kesepakatan dengan IMF membuat Moreno harus memberlakukan pemotongan pengeluaran. Selain mengakhiri subsidi bahan bakar, pemerintah Ekuador juga telah mengumumkan rencana untuk memangkas jumlah pegawai sektor publik dan melakuan sejumlah privatisasi.

Langkah itu memicu kemarahan serikat pekerja dan transportasi, yang menyerukan pemogokan nasional. Kelompok-kelompok pribumi juga melancarkan protes diakhirinya subsidi bahan bakar.

Untuk diketahui, aksi protes yang dipimpin oleh penduduk asli telah menjatuhkan tiga presiden Ekuador antara tahun 1997 dan 2007.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5061 seconds (0.1#10.140)