Mohammed bin Salman Disebut Tak Suka Kamala Harris Jadi Presiden AS, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Para pakar mengatakan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman kemungkinan tidak suka Kamala Harris menjadi presiden Amerika Serikat (AS).
Alasannya, lanjut mereka, mantan jaksa liberal yang jadi wakil presiden (wapres) AS itu dekat dengan para aktivis hak asasi manusia (HAM).
“Kandidat presiden liberal seperti Kamala Harris, yang dekat dengan aktivis HAM juga akan mengkhawatirkan,” kata Mathew Burrows, anggota senior tim peneliti di lembaga think tank Stimson Center, seperti dikutip Business Insider, Kamis (25/7/2024).
"Putra Mahkota Mohammed khawatir bahwa, di bawah pemerintahan Harris yang liberal, Partai Demokrat akan lebih vokal mengenai catatan HAM Saudi yang suram,” lanjut Burrows.
Presiden AS Joe Biden berjanji akan mengambil tindakan keras terhadap Arab Saudi, terutama setelah pembunuhan jurnalis pembangkang Jamal Khashoggi pada tahun 2018.
Biden telah mengundurkan diri dari pemilihan presiden (pilpres) AS dan mendukung Harris menjadi calon presiden (capres) Partai Demokrat untuk melawan capres Partai Republik Donald Trump dalam pilpres 5 November mendatang.
Harris, dalam kampanyenya pada tahun 2020, juga vokal tentang pembunuhan Khashoggi, menyebutnya sebagai "serangan terhadap jurnalis di mana pun" dan mendukung undang-undang di Senat untuk mempublikasikan lebih banyak informasi tentang kematiannya.
Pada saat yang sama, dia mengatakan; "AS perlu secara mendasar mengevaluasi kembali hubungan kami dengan Arab Saudi, menggunakan pengaruh kami untuk membela nilai-nilai dan kepentingan Amerika.”
Gedung Putih Biden akhirnya mencapai semacam kesepakatan dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dengan fokus menentang Iran dan mencari stabilitas di Timur Tengah.
Alasannya, lanjut mereka, mantan jaksa liberal yang jadi wakil presiden (wapres) AS itu dekat dengan para aktivis hak asasi manusia (HAM).
“Kandidat presiden liberal seperti Kamala Harris, yang dekat dengan aktivis HAM juga akan mengkhawatirkan,” kata Mathew Burrows, anggota senior tim peneliti di lembaga think tank Stimson Center, seperti dikutip Business Insider, Kamis (25/7/2024).
"Putra Mahkota Mohammed khawatir bahwa, di bawah pemerintahan Harris yang liberal, Partai Demokrat akan lebih vokal mengenai catatan HAM Saudi yang suram,” lanjut Burrows.
Presiden AS Joe Biden berjanji akan mengambil tindakan keras terhadap Arab Saudi, terutama setelah pembunuhan jurnalis pembangkang Jamal Khashoggi pada tahun 2018.
Biden telah mengundurkan diri dari pemilihan presiden (pilpres) AS dan mendukung Harris menjadi calon presiden (capres) Partai Demokrat untuk melawan capres Partai Republik Donald Trump dalam pilpres 5 November mendatang.
Harris, dalam kampanyenya pada tahun 2020, juga vokal tentang pembunuhan Khashoggi, menyebutnya sebagai "serangan terhadap jurnalis di mana pun" dan mendukung undang-undang di Senat untuk mempublikasikan lebih banyak informasi tentang kematiannya.
Pada saat yang sama, dia mengatakan; "AS perlu secara mendasar mengevaluasi kembali hubungan kami dengan Arab Saudi, menggunakan pengaruh kami untuk membela nilai-nilai dan kepentingan Amerika.”
Gedung Putih Biden akhirnya mencapai semacam kesepakatan dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dengan fokus menentang Iran dan mencari stabilitas di Timur Tengah.