Meski Diprotes China, AS Tetap Akan Jual 66 Jet F-16 ke Taiwan

Kamis, 04 Juli 2019 - 08:04 WIB
Meski Diprotes China, AS Tetap Akan Jual 66 Jet F-16 ke Taiwan
Meski Diprotes China, AS Tetap Akan Jual 66 Jet F-16 ke Taiwan
A A A
WASHINGTON - Rencana administrasi Trump untuk menjual 66 pesawat jet tempur F-16 terbaru ke Taiwan bergerak maju meskipun China memprotesnya. Laporan kenekatan Amerika Serikat (AS) ini muncul hanya beberapa hari setelah Washington dan Beijing sepakat untuk berunding kembali guna meredam perang dagang.

Taiwan secara resmi mengajukan permohonan pembelian 66 jet F-16 "Block 70", versi terbaru dari pesawat tempur Lockheed Martin, awal tahun ini. Namun, kesepakatan itu memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk dituntaskan karena negosiasi harga dan konfigurasi pesawat. Demikian diungkap dua pejabat administrasi Trump kepada Foreign Policy, yang dilansir Kamis (4/7/2019).

Meski rencana penjualan itu sudah bergerak maju, kesepakatan belum final. Permintaan Taiwan tersebut harus dikonversi menjadi proposal resmi oleh Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri, dan kemudian secara resmi diberitahukan kepada Kongres. Anggota parlemen kemudian akan memiliki waktu 30 hari untuk memblokir atau tidak penjualan puluhan jet tempur tersebut.

Taiwan sudah memiliki sekitar 140 jet F-16 "Block 20". Namun, China telah lama mengatakan bahwa langkah AS menjual F-16 terbaru ke Taiwan akan menjadi "garis merah".

"Posisi China untuk secara tegas menentang penjualan senjata ke Taiwan konsisten dan jelas," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada Maret lalu. "Kami telah membuat pernyataan tegas kepada AS. Kami mendesak AS untuk sepenuhnya mengakui sensitivitas masalah ini dan kerusakan yang ditimbulkannya."

Jika kesepakatan AS dan Taiwan itu benar-benar bergerak maju, pasti akan membuat Beijing marah. Hal itu akan lebih memanaskan ketegangan dalam hubungan AS dan China.

Kedua negara baru-baru ini sepakat untuk melanjutkan pembicaraan terkait perang dagang yang telah mengguncang pasar global. Kesepakatan itu terjadi ketika Trump menghapus delapan perusahaan China dari daftar hitam Departemen Perdagangan AS dan mengambil langkah-langkah untuk memungkinkan raksasa telekomunikasi Huawei membeli teknologi Amerika.

Tetapi jeda dalam ketegangan ini kemungkinan hanya sementara. Amerika Serikat masih memiliki banyak kekhawatiran tentang praktik ekonomi subversif China, pencurian teknologi AS, penumpukan militer yang berkelanjutan, dan kampanye pembangunan pulau buatan di Laut China Selatan.

Taiwan telah lama menjadi titik nyala bagi China, yang tidak mengakui pulau itu sebagai negara merdeka. Beijing telah menentang segala upaya Taiwan untuk mendeklarasikan kemerdekaan sejak 1949, ketika keduanya berpisah setelah rezim Komunis Mao Zedong memenangkan perang saudara China.

Amerika Serikat tidak mengakui Taiwan sebagai negara, tetapi Undang-Undang Hubungan Taiwan mewajibkan pemerintah AS untuk membantu negara kepulauan itu mempertahankan kemampuan membela diri. Amerika Serikat telah lama menjual senjata kepada Taiwan.

Pemerintahan Trump baru-baru ini mengusulkan penjualan senjata secara terpisah kepada Taipei, termasuk penjualan tank Abrams senilai lebih dari USD2 miliar, sistem rudal antitank portabel, dan peralatan militer lainnya. Jika disetujui, penjualan itu akan menandai salah satu yang terbesar kepada Taiwan dalam beberapa tahun terakhir oleh Amerika Serikat.

Tetapi penjualan F-16 terbaru dinilai akan menjadi langkah provokatif AS. Pemerintahan sebelumnya, termasuk mantan Presiden George W Bush dan Barack Obama, menolak permintaan Taiwan untuk membeli F-16 terbaru, dengan dugaan alasan agar tidak memprovokasi Beijing.

Tetapi pemerintahan Trump baru-baru ini menjadi lebih khawatir bahwa serangan oleh China terhadap Taiwan mungkin akan terjadi lebih cepat daripada yang diperkirakan. Pada bulan Januari, Presiden Cina Xi Jinping memperingatkan bahwa segala upaya kemerdekaan oleh Taiwan dapat dijawab oleh angkatan bersenjata Beijing, secara implisit mengancam Amerika Serikat jika Washington mencoba melakukan intervensi.

"Ada konsensus yang hampir bipartisan di Washington bahwa sudah waktunya untuk sedikit lebih tegas terhadap China," kata Richard Aboulafia, seorang analis di Teal Group.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan; "Sebagai masalah kebijakan, kami tidak berkomentar atau mengonfirmasi penjualan (senjata) pertahanan yang diusulkan sampai itu secara resmi diberitahu kepada Kongres."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4803 seconds (0.1#10.140)