Hamas Ingin Pemerintahan Palestina yang Merdeka di Gaza selepas Perang dengan Israel
loading...
A
A
A
GAZA - Hamas menyarankan selama perundingan gencatan senjata bahwa pemerintahan independen yang terdiri dari tokoh-tokoh non-partisan akan memerintah Gaza pascaperang dan Tepi Barat yang diduduki Israel.
“Kami mengusulkan agar pemerintah kompetensi nasional non-partisan mengelola Gaza dan Tepi Barat setelah perang,” kata Hossam Badran dalam sebuah pernyataan tentang negosiasi yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas dengan mediasi dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, dilansir Al Jazeera.
“Pemerintahan Gaza setelah perang adalah urusan internal Palestina tanpa campur tangan pihak luar, dan kami tidak akan membahas sehari setelah perang di Gaza dengan pihak eksternal mana pun,” tambah Badran.
Seorang pejabat Hamas mengatakan bahwa proposal pembentukan pemerintahan non-partisan dibuat “dengan para mediator.”
Pemerintah akan “menangani urusan Jalur Gaza dan Tepi Barat pada tahap awal setelah perang, membuka jalan bagi pemilihan umum” kata pejabat tersebut, yang tidak ingin namanya diungkapkan.
Pernyataan Badran muncul setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuntut agar Israel tetap menguasai koridor Philadelphi, wilayah Gaza di sepanjang perbatasan dengan Mesir. Kondisi ini bertentangan dengan posisi Hamas yang menyatakan Israel harus menarik diri dari seluruh wilayah Gaza setelah gencatan senjata.
Netanyahu mengatakan pada hari Kamis bahwa kendali koridor Philadelphi adalah bagian dari upaya untuk mencegah “penyelundupan senjata ke Hamas dari Mesir.”
Negosiasi tersebut terjadi di Doha, Qatar dan Kairo, Mesir dengan tujuan mewujudkan gencatan senjata di Gaza serta kembalinya sandera yang masih ditahan di sana oleh Hamas.
Perang tersebut dimulai pada tanggal 7 Oktober dengan serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel selatan yang mengakibatkan kematian 1.195 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka Israel.
Para pejuang Hamas juga menyandera 251 sandera, 116 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 42 orang yang menurut militer tewas.
Israel membalasnya dengan serangan militer yang telah menewaskan sedikitnya 38.345 orang di Gaza, sebagian besar juga warga sipil, menurut data kementerian kesehatan di Gaza.
“Kami mengusulkan agar pemerintah kompetensi nasional non-partisan mengelola Gaza dan Tepi Barat setelah perang,” kata Hossam Badran dalam sebuah pernyataan tentang negosiasi yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas dengan mediasi dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, dilansir Al Jazeera.
“Pemerintahan Gaza setelah perang adalah urusan internal Palestina tanpa campur tangan pihak luar, dan kami tidak akan membahas sehari setelah perang di Gaza dengan pihak eksternal mana pun,” tambah Badran.
Seorang pejabat Hamas mengatakan bahwa proposal pembentukan pemerintahan non-partisan dibuat “dengan para mediator.”
Pemerintah akan “menangani urusan Jalur Gaza dan Tepi Barat pada tahap awal setelah perang, membuka jalan bagi pemilihan umum” kata pejabat tersebut, yang tidak ingin namanya diungkapkan.
Pernyataan Badran muncul setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuntut agar Israel tetap menguasai koridor Philadelphi, wilayah Gaza di sepanjang perbatasan dengan Mesir. Kondisi ini bertentangan dengan posisi Hamas yang menyatakan Israel harus menarik diri dari seluruh wilayah Gaza setelah gencatan senjata.
Netanyahu mengatakan pada hari Kamis bahwa kendali koridor Philadelphi adalah bagian dari upaya untuk mencegah “penyelundupan senjata ke Hamas dari Mesir.”
Negosiasi tersebut terjadi di Doha, Qatar dan Kairo, Mesir dengan tujuan mewujudkan gencatan senjata di Gaza serta kembalinya sandera yang masih ditahan di sana oleh Hamas.
Perang tersebut dimulai pada tanggal 7 Oktober dengan serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel selatan yang mengakibatkan kematian 1.195 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka Israel.
Para pejuang Hamas juga menyandera 251 sandera, 116 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 42 orang yang menurut militer tewas.
Israel membalasnya dengan serangan militer yang telah menewaskan sedikitnya 38.345 orang di Gaza, sebagian besar juga warga sipil, menurut data kementerian kesehatan di Gaza.
(ahm)