UEA Kirim F-16 ke Yunani di Tengah Ketegangan Athena-Ankara
loading...
A
A
A
ATHENA - Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan akan mengirim jet tempur F-16 ke pelabuhan utama Yunani , Souda, sebagai bagian dari kerja sama pertahanan trilateral antara UEA, Yunani, dan Mesir . Begitu bunyi laporan lembaga penyiaran Yunani milik pemerintah ERT.
"Pesawat-pesawat tempur tersebut diharapkan untuk mengambil bagian dalam latihan militer bersama di Mediterania timur," ERT menambahkan tanpa merinci lebih lanjut seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (22/8/2020).
Otoritas UEA belum mengomentari masalah tersebut.
Langkah Abu Dhabi yang dilaporkan untuk mengirimkan F-16 ke Souda seiring langkah Menteri Luar Negeri Anwar Gargash menyambut kesepakatan Athena-Kairo yang mendefinisikan zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka di Mediterania timur.(Baca: Turki Temukan Gas di Laut Hitam dalam Jumlah Sangat Besar )
"Penandatanganan perjanjian demarkasi perbatasan maritim antara Mesir dan Yunani adalah kemenangan bagi hukum internasional atas hukum rimba," tweet Gargash.
Pernyataan itu muncul dengan latar belakang ketegangan Yunani- Turki yang meningkat sebelumnya pada Agustus, ketika Kementerian Luar Negeri Yunani mendesak Turki untuk segera menghentikan kegiatan pengeboran "ilegal" di Mediterania timur, memperingatkan bahwa Athena akan mempertahankan diri jika perlu.
Peringatan itu menyusul kapal penelitian Turki Oruc Reis yang melakukan kegiatan survei seismik di zona sengketa Laut Mediterania di selatan Antalya dan barat Siprus.
Langkah tersebut didahului oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy yang mengklaim bahwa tindakan Yunani, khususnya "perjanjian bajak laut dengan Mesir" pada pembuatan ZEE, melanggar hak landas kontinen Ankara sendiri dan menunjukkan bahwa itu tidak tulus dan jujur tentang dialog.(Baca: Yunani-Turki Bertempur di Dunia Maya )
“Perjanjian ini melanggar hak negara kami dan Libya atas landas kontinen di Mediterania timur. Setelah itu, kapal kami Oruc Reis memulai kegiatan penelitian seismik yang direncanakan sebelumnya. Tidak ada dasar hukum bagi Yunani untuk menentangnya,” kata Aksoy.
Dia merujuk pada kesepakatan yang dicapai Turki dan Libya pada 2019 untuk mengambil alih bagian terbesar dari perairan Mediterania yang dianggap Yunani sebagai bagian dari ZEE-nya sendiri.
Mesir, pada gilirannya, bergabung dengan Yunani dalam mengutuk perjanjian batas maritim Turki-Libya 2019 sebagai "ilegal", dengan UE juga memihak Athena dalam sengketa dan memberikan sanksi kepada Ankara atas pengeborannya di lepas pantai Siprus.
"Pesawat-pesawat tempur tersebut diharapkan untuk mengambil bagian dalam latihan militer bersama di Mediterania timur," ERT menambahkan tanpa merinci lebih lanjut seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (22/8/2020).
Otoritas UEA belum mengomentari masalah tersebut.
Langkah Abu Dhabi yang dilaporkan untuk mengirimkan F-16 ke Souda seiring langkah Menteri Luar Negeri Anwar Gargash menyambut kesepakatan Athena-Kairo yang mendefinisikan zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka di Mediterania timur.(Baca: Turki Temukan Gas di Laut Hitam dalam Jumlah Sangat Besar )
"Penandatanganan perjanjian demarkasi perbatasan maritim antara Mesir dan Yunani adalah kemenangan bagi hukum internasional atas hukum rimba," tweet Gargash.
Pernyataan itu muncul dengan latar belakang ketegangan Yunani- Turki yang meningkat sebelumnya pada Agustus, ketika Kementerian Luar Negeri Yunani mendesak Turki untuk segera menghentikan kegiatan pengeboran "ilegal" di Mediterania timur, memperingatkan bahwa Athena akan mempertahankan diri jika perlu.
Peringatan itu menyusul kapal penelitian Turki Oruc Reis yang melakukan kegiatan survei seismik di zona sengketa Laut Mediterania di selatan Antalya dan barat Siprus.
Langkah tersebut didahului oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy yang mengklaim bahwa tindakan Yunani, khususnya "perjanjian bajak laut dengan Mesir" pada pembuatan ZEE, melanggar hak landas kontinen Ankara sendiri dan menunjukkan bahwa itu tidak tulus dan jujur tentang dialog.(Baca: Yunani-Turki Bertempur di Dunia Maya )
“Perjanjian ini melanggar hak negara kami dan Libya atas landas kontinen di Mediterania timur. Setelah itu, kapal kami Oruc Reis memulai kegiatan penelitian seismik yang direncanakan sebelumnya. Tidak ada dasar hukum bagi Yunani untuk menentangnya,” kata Aksoy.
Dia merujuk pada kesepakatan yang dicapai Turki dan Libya pada 2019 untuk mengambil alih bagian terbesar dari perairan Mediterania yang dianggap Yunani sebagai bagian dari ZEE-nya sendiri.
Mesir, pada gilirannya, bergabung dengan Yunani dalam mengutuk perjanjian batas maritim Turki-Libya 2019 sebagai "ilegal", dengan UE juga memihak Athena dalam sengketa dan memberikan sanksi kepada Ankara atas pengeborannya di lepas pantai Siprus.
(ber)