Ulama Garis Keras Menjabat Kepala Peradilan Iran, AS Meledek
A
A
A
TEHERAN - Seorang ulama garis keras yang dianggap sebagai kandidat pengganti Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei diangkat sebagai kepala peradilan Republik Islam Iran. Pemerintah Amerika Serikat (AS) meledek penunjukkan tersebut karena sang ulama dianggap terlibat dalam eksekusi ribuan orang tahun 1980-an.
Ulama bernama Ebrahim Raisi diangkat sebagai kepala peradilan Iran dalam sebuah dekrit yang dikeluarkan oleh Ayatollah Ali Khamenei. Kantor berita Fars, pada Jumat (8/3/2019), melaporkan penunjukkan kepala peradilan baru negara para Mullah tersebut.
Raisi pernah dikalahkan Hassan Rouhani dalam pemilihan presiden Iran tahun 2017, di mana Rouhani kala itu merupakan kandidat petahana. Meski kalah dalam pemilihan presiden, Raisi telah memicu spkulasi bahwa dia akan menjadi pemimpin tertinggi Iran berikutnya untuk menggantikan Khamenei yang akan berusia 80 tahun pada Juli mendatang.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump meledek penunjukkan Raisi sebagai kepala peradilan. Hubungan Washington dan Teheran saat ini sedang tegang setelah Trump telah menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dengan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China).
"Raisi, yang terlibat dalam eksekusi massal tahanan politik, dipilih untuk memimpin peradilan Iran. Sungguh memalukan!," tulis wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Palladino, di Twitter.
"Rezim membuat ejekan terhadap proses hukum dengan membiarkan pengadilan yang tidak adil dan kondisi penjara yang tidak manusiawi. Orang-orang Iran layak mendapatkan yang lebih baik!," lanjut Palladino.
Penunjukan Raisi, 58, sebagai kepala peradilan Iran oleh Khamenei telah menjadi rumor sejak beberapa bulan lalu. Kala itu, rumor yang muncul adalah Raisi akan menggantikan Sadegh Amoli Larijani, seorang ulama konservatif yang merupakan saudara dari Ketua Parlemen Iran Ali Larijani.
Khamenei sendiri telah menunjuk Larijani sebagai kepala Dewan Kemanfaatan Negara, yang menjadi perantara perbedaan antara Parlemen dan Dewan Wali. Dewan Wali adalah pengawas konstitusi Iran.
Di masa lalu, Khamenei memuji Raisi yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung Iran. Pada 2016, Khamenei menunjuk Raisi untuk menjalankan yayasan amal Imam Reza, yang mengelola banyak konglomerat bisnis dan dana abadi di Iran.
Iran selama ini mengklaim pengadilannya independen dan keputusan pengadilannya tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Namun, penunjukkan Raisi telah dikecam para aktivis, termasuk peraih Hadiah Nobel Perdamaian asal Iran, Shirin Ebadi.
"Pekerjaan Larijani sebagai kepala peradilan tidak dapat diterima," kritik Ebadi kepada Reuters, Jumat (8/3/2019).
"Tapi untuk menggantikannya dengan Raisi, yang memiliki peran di masa lalu dalam eksekusi di luar hukum dan pembantaian tahanan politik, akan mencemari peradilan bahkan lebih. Itu menggantikan yang buruk dengan yang lebih buruk," ujarnya.
Ulama bernama Ebrahim Raisi diangkat sebagai kepala peradilan Iran dalam sebuah dekrit yang dikeluarkan oleh Ayatollah Ali Khamenei. Kantor berita Fars, pada Jumat (8/3/2019), melaporkan penunjukkan kepala peradilan baru negara para Mullah tersebut.
Raisi pernah dikalahkan Hassan Rouhani dalam pemilihan presiden Iran tahun 2017, di mana Rouhani kala itu merupakan kandidat petahana. Meski kalah dalam pemilihan presiden, Raisi telah memicu spkulasi bahwa dia akan menjadi pemimpin tertinggi Iran berikutnya untuk menggantikan Khamenei yang akan berusia 80 tahun pada Juli mendatang.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump meledek penunjukkan Raisi sebagai kepala peradilan. Hubungan Washington dan Teheran saat ini sedang tegang setelah Trump telah menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dengan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China).
"Raisi, yang terlibat dalam eksekusi massal tahanan politik, dipilih untuk memimpin peradilan Iran. Sungguh memalukan!," tulis wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Palladino, di Twitter.
"Rezim membuat ejekan terhadap proses hukum dengan membiarkan pengadilan yang tidak adil dan kondisi penjara yang tidak manusiawi. Orang-orang Iran layak mendapatkan yang lebih baik!," lanjut Palladino.
Penunjukan Raisi, 58, sebagai kepala peradilan Iran oleh Khamenei telah menjadi rumor sejak beberapa bulan lalu. Kala itu, rumor yang muncul adalah Raisi akan menggantikan Sadegh Amoli Larijani, seorang ulama konservatif yang merupakan saudara dari Ketua Parlemen Iran Ali Larijani.
Khamenei sendiri telah menunjuk Larijani sebagai kepala Dewan Kemanfaatan Negara, yang menjadi perantara perbedaan antara Parlemen dan Dewan Wali. Dewan Wali adalah pengawas konstitusi Iran.
Di masa lalu, Khamenei memuji Raisi yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung Iran. Pada 2016, Khamenei menunjuk Raisi untuk menjalankan yayasan amal Imam Reza, yang mengelola banyak konglomerat bisnis dan dana abadi di Iran.
Iran selama ini mengklaim pengadilannya independen dan keputusan pengadilannya tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Namun, penunjukkan Raisi telah dikecam para aktivis, termasuk peraih Hadiah Nobel Perdamaian asal Iran, Shirin Ebadi.
"Pekerjaan Larijani sebagai kepala peradilan tidak dapat diterima," kritik Ebadi kepada Reuters, Jumat (8/3/2019).
"Tapi untuk menggantikannya dengan Raisi, yang memiliki peran di masa lalu dalam eksekusi di luar hukum dan pembantaian tahanan politik, akan mencemari peradilan bahkan lebih. Itu menggantikan yang buruk dengan yang lebih buruk," ujarnya.
(mas)