Pertempuran Sengit Pecah di Gaza Utara, Bantuan Mulai Mengalir dari Dermaga AS
loading...
A
A
A
GAZA - Pasukan Israel bertempur melawan pejuang Hamas di gang-gang sempit Jabalya di Gaza utara pada Jumat (17/5/2024) dalam beberapa pertempuran paling sengit sejak Zionis kembali ke wilayah tersebut sepekan yang lalu.
Adapun di selatan, para pejuang menyerang tank-tank Israel yang berkumpul di sekitar Rafah, menurut laporan Reuters.
Warga mengatakan kendaraan lapis baja Israel telah menembus pasar di jantung Jabalya, kamp pengungsi terbesar dari delapan kamp pengungsi bersejarah di Gaza.
Seiring dengan itu, buldoser Israel menghancurkan rumah-rumah dan toko-toko di jalur serangan tersebut.
“Tank dan pesawat Israel memusnahkan kawasan permukiman, pasar, toko, restoran, semuanya. Itu semua terjadi di hadapan dunia bermata satu,” ungkap Ayman Rajab, warga Jabalya bagian barat, mengatakan melalui aplikasi chat.
Israel mengatakan pasukannya telah membersihkan Jabalya beberapa bulan sebelumnya dalam perang Gaza.
Namun pekan lalu, Israel mengatakan pihaknya akan kembali melakukan hal tersebut untuk mencegah kelompok pejuang berkumpul kembali di sana.
Di ujung selatan Gaza, asap tebal membubung di atas Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, tempat serangan Israel yang meningkat telah menyebabkan ratusan ribu orang melarikan diri dari satu-satunya tempat perlindungan yang tersisa.
Jens Laerke, juru bicara kantor kemanusiaan PBB mengatakan di Jenewa, menambahkan sebagian besar warga mengikuti perintah untuk bergerak ke utara menuju pantai, namun tidak ada rute atau tujuan yang aman.
Ketika pertempuran berkecamuk, militer Amerika Serikat (AS) mengatakan truk-truk mulai memindahkan bantuan ke darat dari dermaga sementara yang dibangun di lepas pantai.
Ini merupakan dermaga pertama yang mencapai wilayah kantong yang terkepung melalui laut dalam beberapa pekan terakhir.
PBB menyatakan pihaknya sedang menyelesaikan rencana pendistribusian bantuan, dan menegaskan kembali bahwa konvoi truk melalui darat, yang terganggu bulan ini akibat serangan Israel di Rafah, adalah cara paling efisien untuk menyalurkan bantuan.
“Untuk mencegah kengerian kelaparan, kita harus menggunakan rute tercepat dan paling jelas untuk menjangkau masyarakat Gaza, dan untuk itu, kita memerlukan akses melalui darat sekarang,” ungkap wakil juru bicara PBB, Farhan Haq.
Warga Jabalya, Rajab, ayah dari empat anak, mengatakan bantuan makanan bukanlah jawaban. “Kami ingin perang ini berakhir dan kemudian kami dapat mengatur hidup kami sendiri,” tegas dia.
Pasukan Israel (IDF) mengatakan telah membunuh lebih dari 60 pejuang dalam beberapa hari terakhir dan menempatkan gudang senjata di dekat kompleks tempat perlindungan, dalam apa yang mereka gambarkan sebagai “serangan tingkat divisi” di Jabalya.
Operasi divisi biasanya melibatkan beberapa brigade yang masing-masing terdiri dari ribuan tentara, menjadikannya salah satu yang terbesar dalam perang.
Rezim kolonial Israel telah membunuh 35.303 warga Palestina, menurut angka dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Lembaga bantuan telah berulang kali memperingatkan meluasnya kelaparan dan ancaman penyakit.
Para dokter mengatakan mereka harus melakukan operasi, termasuk amputasi, tanpa anestesi atau obat penghilang rasa sakit karena sistem medis di Gaza telah runtuh.
Israel mengatakan, pada Jumat, pasukannya telah menyelamatkan tiga jenazah sandera dari Gaza, tanpa menyebutkan di mana mereka ditemukan.
“Shani Louk, Amit Buskila dan Yitzhak Gelernter dibunuh oleh Hamas saat melarikan diri dari festival musik Nova pada 7 Oktober dan jenazah mereka dibawa ke Gaza,” ungkap kepala juru bicara militer Israel Daniel Hagari.
Tank dan pesawat tempur Israel membombardir sebagian Rafah pada Jumat, sementara sayap bersenjata Hamas dan Jihad Islam mengatakan mereka menembakkan rudal anti-tank dan mortir ke arah pasukan yang berkumpul di timur, tenggara dan di dalam perbatasan Rafah dengan Mesir.
UNRWA, badan bantuan utama PBB untuk Palestina, mengatakan lebih dari 630.000 orang telah meninggalkan Rafah sejak serangan dimulai pada 6 Mei.
Banyak orang memadati Deir Al-Balah, kota di pesisir pantai yang merupakan satu-satunya kota di Gaza yang belum diserang pasukan Israel.
“Mereka pindah ke daerah yang tidak ada air, kami harus mengirimkannya dengan truk, dan orang-orang tidak mendapatkan cukup makanan,” ungkap Sam Rose, direktur perencanaan di UNRWA mengatakan kepada Reuters pada Jumat melalui telepon dari Rafah, di mana katanya suasananya sangat sepi.
Di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, tempat Afrika Selatan menggugat Israel karena melanggar Konvensi Genosida, pejabat Kementerian Kehakiman Israel Gilad Noam membela operasi genosida tersebut.
Noam mengatakan Israel berperang untuk membela diri dan operasi militer di Rafah tidak ditujukan pada warga sipil tetapi untuk menghancurkan benteng terakhir Hamas. “Ada perang tragis yang terjadi, tapi tidak ada genosida di Gaza,” ujar Noam.
Tim hukum Afrika Selatan, yang mengajukan tuntutan untuk tindakan darurat baru pada hari sebelumnya, menggambarkan operasi militer Israel sebagai bagian dari rencana genosida yang bertujuan menghancurkan rakyat Palestina.
Adapun di selatan, para pejuang menyerang tank-tank Israel yang berkumpul di sekitar Rafah, menurut laporan Reuters.
Warga mengatakan kendaraan lapis baja Israel telah menembus pasar di jantung Jabalya, kamp pengungsi terbesar dari delapan kamp pengungsi bersejarah di Gaza.
Seiring dengan itu, buldoser Israel menghancurkan rumah-rumah dan toko-toko di jalur serangan tersebut.
“Tank dan pesawat Israel memusnahkan kawasan permukiman, pasar, toko, restoran, semuanya. Itu semua terjadi di hadapan dunia bermata satu,” ungkap Ayman Rajab, warga Jabalya bagian barat, mengatakan melalui aplikasi chat.
Israel mengatakan pasukannya telah membersihkan Jabalya beberapa bulan sebelumnya dalam perang Gaza.
Namun pekan lalu, Israel mengatakan pihaknya akan kembali melakukan hal tersebut untuk mencegah kelompok pejuang berkumpul kembali di sana.
Di ujung selatan Gaza, asap tebal membubung di atas Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, tempat serangan Israel yang meningkat telah menyebabkan ratusan ribu orang melarikan diri dari satu-satunya tempat perlindungan yang tersisa.
Orang-orang Ketakutan
Jens Laerke, juru bicara kantor kemanusiaan PBB mengatakan di Jenewa, menambahkan sebagian besar warga mengikuti perintah untuk bergerak ke utara menuju pantai, namun tidak ada rute atau tujuan yang aman.
Ketika pertempuran berkecamuk, militer Amerika Serikat (AS) mengatakan truk-truk mulai memindahkan bantuan ke darat dari dermaga sementara yang dibangun di lepas pantai.
Ini merupakan dermaga pertama yang mencapai wilayah kantong yang terkepung melalui laut dalam beberapa pekan terakhir.
PBB menyatakan pihaknya sedang menyelesaikan rencana pendistribusian bantuan, dan menegaskan kembali bahwa konvoi truk melalui darat, yang terganggu bulan ini akibat serangan Israel di Rafah, adalah cara paling efisien untuk menyalurkan bantuan.
“Untuk mencegah kengerian kelaparan, kita harus menggunakan rute tercepat dan paling jelas untuk menjangkau masyarakat Gaza, dan untuk itu, kita memerlukan akses melalui darat sekarang,” ungkap wakil juru bicara PBB, Farhan Haq.
Warga Jabalya, Rajab, ayah dari empat anak, mengatakan bantuan makanan bukanlah jawaban. “Kami ingin perang ini berakhir dan kemudian kami dapat mengatur hidup kami sendiri,” tegas dia.
Tragedi Kemanusiaan
Pasukan Israel (IDF) mengatakan telah membunuh lebih dari 60 pejuang dalam beberapa hari terakhir dan menempatkan gudang senjata di dekat kompleks tempat perlindungan, dalam apa yang mereka gambarkan sebagai “serangan tingkat divisi” di Jabalya.
Operasi divisi biasanya melibatkan beberapa brigade yang masing-masing terdiri dari ribuan tentara, menjadikannya salah satu yang terbesar dalam perang.
Rezim kolonial Israel telah membunuh 35.303 warga Palestina, menurut angka dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Lembaga bantuan telah berulang kali memperingatkan meluasnya kelaparan dan ancaman penyakit.
Para dokter mengatakan mereka harus melakukan operasi, termasuk amputasi, tanpa anestesi atau obat penghilang rasa sakit karena sistem medis di Gaza telah runtuh.
Israel mengatakan, pada Jumat, pasukannya telah menyelamatkan tiga jenazah sandera dari Gaza, tanpa menyebutkan di mana mereka ditemukan.
“Shani Louk, Amit Buskila dan Yitzhak Gelernter dibunuh oleh Hamas saat melarikan diri dari festival musik Nova pada 7 Oktober dan jenazah mereka dibawa ke Gaza,” ungkap kepala juru bicara militer Israel Daniel Hagari.
Perang Tragis
Tank dan pesawat tempur Israel membombardir sebagian Rafah pada Jumat, sementara sayap bersenjata Hamas dan Jihad Islam mengatakan mereka menembakkan rudal anti-tank dan mortir ke arah pasukan yang berkumpul di timur, tenggara dan di dalam perbatasan Rafah dengan Mesir.
UNRWA, badan bantuan utama PBB untuk Palestina, mengatakan lebih dari 630.000 orang telah meninggalkan Rafah sejak serangan dimulai pada 6 Mei.
Banyak orang memadati Deir Al-Balah, kota di pesisir pantai yang merupakan satu-satunya kota di Gaza yang belum diserang pasukan Israel.
“Mereka pindah ke daerah yang tidak ada air, kami harus mengirimkannya dengan truk, dan orang-orang tidak mendapatkan cukup makanan,” ungkap Sam Rose, direktur perencanaan di UNRWA mengatakan kepada Reuters pada Jumat melalui telepon dari Rafah, di mana katanya suasananya sangat sepi.
Di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, tempat Afrika Selatan menggugat Israel karena melanggar Konvensi Genosida, pejabat Kementerian Kehakiman Israel Gilad Noam membela operasi genosida tersebut.
Noam mengatakan Israel berperang untuk membela diri dan operasi militer di Rafah tidak ditujukan pada warga sipil tetapi untuk menghancurkan benteng terakhir Hamas. “Ada perang tragis yang terjadi, tapi tidak ada genosida di Gaza,” ujar Noam.
Tim hukum Afrika Selatan, yang mengajukan tuntutan untuk tindakan darurat baru pada hari sebelumnya, menggambarkan operasi militer Israel sebagai bagian dari rencana genosida yang bertujuan menghancurkan rakyat Palestina.
(sya)