Kedua Negara Tegang, Panglima Militer Pakistan Sambangi Arab Saudi

Rabu, 19 Agustus 2020 - 00:11 WIB
loading...
Kedua Negara Tegang,...
Panglima militer Pakistan Jenderal Qamar Javed Bajwa (tengah) bebincang dengan Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman di Riyadh, Selasa (18/8/2020). Foto/SPA
A A A
ISLAMABAD - Panglima militer Pakistan Jenderal Qamar Javed Bajwa berkunjung ke Arab Saudi pada hari Senin untuk pertemuan resmi sepanjang hari di tengah ketegangan yang langka antara kedua negara Muslim ini. Ketegangan pecah setelah Islamabad mengecam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pimpinan Saudi yang dianggap diam atas tindakan India di wilayah Kashmir .

Militer Pakistan dalam pernyataan singkat mengatakan Bajwa bertemu dengan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Arab Saudi Jenderal Fayyad bin Hamid Al-Ruwaili dan komandan tinggi lainnya untuk membahas hubungan militer, termasuk pertukaran pelatihan.

Kunjungan Jenderal Bajwa terjadi beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi mengecam OKI yang dipimpin Riyadh karena tidak secara aktif mencela tindakan India di wilayah Kashmir yang disengketakan.

Satu tahun setelah India memblokir akses internet di Kashmir, jurnalis di kawasan itu beradaptasi dengan kebijakan media yang represif, blokir komunikasi, dan banyak lagi. (Baca: Pakistan: Dunia Harus Hentikan Genosida di Kashmir )

Para pejabat Arab Saudi belum mengomentari status hubungan bilateral saat ini, nmun Islamabad telah meremehkan laporan tentang ketegangan kedua negara dan bersikeras bahwa perjalanan Bajwa telah direncanakan sebelumnya dan bagian dari interaksi militer kedua negara.

“Tidak perlu terlalu banyak membaca. Alhamdulillah, semuanya baik-baik saja," kata Mayor Jenderal Babar Iftikhar, juru bicara militer Pakistan, kepada wartawan menjelang kunjungan Bajwa ke Riyadh, seperti dikutip Voice of America, Selasa (18/8/2020).

Iftikhar mencatat bahwa Pakistan dan rakyatnya bangga dengan hubungan kedua negara, dan tidak perlu mengajukan pertanyaan tentang hal tersebut.

“Hubungan ini bersejarah, sangat penting, sangat baik dan akan tetap sangat baik. Seharusnya tidak ada keraguan tentang ini. Tidak ada yang bisa meragukan sentralitas kerajaan Arab Saudi ke dunia Islam," tegas Iftikhar. (Baca juga: Arab Saudi Membisu soal Kesepakatan Normalisasi UEA dan Israel )

Pemerintah Pakistan telah berulang kali menyerukan pertemuan darurat para menteri luar negeri OKI untuk membahas kemerosotan baru-baru ini dalam situasi hak asasi manusia di bagian Kashmir yang dikuasai India. OKI sejauh ini telah mengadakan pertemuan tingkat rendah untuk membahas situasi tersebut.

Qureshi memperingatkan dalam sebuah wawancara dengan saluran berita lokal bahwa jika OKI gagal memenuhi harapan Pakistan, dia akan dipaksa untuk meminta Perdana Menteri Imran Khan, "Untuk mengadakan pertemuan negara-negara Islam yang siap untuk berdiri bersama kami dalam masalah Kashmir dan mendukung orang-orang Kashmir yang tertindas."

Sehari kemudian, Kementerian Luar Negeri Pakistan dengan keras membela pernyataan Qureshi, dan menepis anggapan bahwa itu hanya ledakan emosi belaka.

"Pakistan dan rakyatnya memiliki lebih banyak harapan dari OKI daripada dari organisasi internasional lainnya karena hubungan kami yang mengakar dan persaudaraan dengan negara-negara anggota OKI dan OKI itu sendiri," kata kementerian tersebut.

Pernyataan Qureshi memicu serangkaian artikel di media dalam dan luar negeri yang mengklaim bahwa mereka telah mengecewakan Saudi dan Riyadh sedang mempertimbangkan untuk menangguhkan dukungan ekonomi kepada Pakistan.

Pada Februari 2019, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengunjungi Pakistan dan menandatangani paket bantuan ekonomi darurat senilai USD6,2 miliar, termasuk fasilitas kredit minyak senilai USD3,2 miliar, untuk pemerintah Khan yang baru terpilih untuk membantu mengatasi krisis neraca pembayaran.

Uni Emirat Arab, sekutu setia Riyadh, juga memberikan paket bantuan serupa. Arab Saudi adalah salah satu kreditor terbesar dan sumber pengiriman uang terbesar ke negara Asia Selatan yang kekurangan uang.

Namun, setelah ketegangan diplomatik baru-baru ini, Saudi dilaporkan telah memaksa Islamabad untuk membayar kembali USD1 miliar, meskipun sekutu dekatnya China dengan cepat bertindak dan memberikan USD1 miliar kepada Pakistan untuk menutupi kekurangan tersebut.

Riyadh sejauh ini belum mengomentari tindakan atau spekulasi yang dilaporkan bahwa pihaknya berencana untuk menarik USD1 miliar lagi dari paket bantuan dan mungkin tidak memperpanjang.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1229 seconds (0.1#10.140)