Deretan Kelompok Bersenjata yang Berperang dengan Junta Myanmar
loading...
A
A
A
YANGON - Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi hampir tiga tahun lalu, memicu protes massal yang berubah menjadi perlawanan bersenjata setelah tentara merespons dengan kekuatan brutal. Namun kini, nasib junta militer justru mengalami kemunduran dan kekalahan karena menghadapi kelompok pemberontak.
Kelompok pemberontak bersenjata di Myanmar yang besar terdiri dari tiga institusi. Mereka bergabung dalam Aliansi Tiga Persaudaraan. Mereka n terdiri dari kelompok etnis bersenjata: Tentara Arakan, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA).
Foto/AP
Tentara Arakan (AA), sebuah kelompok etnis bersenjata di Myanmar, mengatakan mereka menguasai kota perdagangan strategis sejak awal tahun ini, memberikan pukulan telak kepada para jenderal yang memimpin kudeta pada tahun 2021, dan menambah daftar tentara baru-baru ini.
Tentara Arakan menguasai Paletwa di Negara Bagian Chin terletak di sepanjang sungai Kaladar dekat perbatasan India dan Bangladesh, dan merupakan bagian dari proyek pelabuhan laut bernilai jutaan dolar yang akan segera menghubungkan India ke Myanmar.
Melansir Al Jazeera, tentara Arakan didirikan pada tahun 2009, Tentara Arakan diyakini memiliki sekitar 30.000 tentara. Mereka mengatakan mereka berjuang untuk memulihkan kedaulatan masyarakat multi-etnis Arakan di negara bagian Rakhine di bagian barat.
Kelompok tersebut telah merekrut pasukan dari Rohingya, kelompok minoritas yang sebagian besar Muslim dari Rakhine, yang menjadi sasaran tindakan keras militer brutal dan kini menjadi subyek kasus genosida di Mahkamah Internasional.
Foto/AP
Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) beroperasi di dekat perbatasan China di negara bagian Shan utara. Kelompok tersebut mengatakan mereka memperjuangkan otonomi bagi masyarakat Kokang, kelompok etnis berbahasa Han. MNDAA menguasai Shan selama sekitar 20 tahun sebagai wilayah khusus Myanmar, di mana perdagangan narkotika berkembang pesat.
Konflik bersenjata antara kelompok tersebut dan militer pecah pada tahun 2009 setelah kelompok tersebut diperintahkan untuk menjadi pasukan perbatasan, dan menyerahkan kendali. MNDAA mengatakan awal bulan ini bahwa mereka telah menguasai Laukkai, sebuah kota yang terkenal dengan perdagangan manusia transnasional dan penipuan online, yang hilang dalam konflik tahun 2009.
Foto/AP
Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA) merupakan sayap bersenjata Front Pembebasan Diri Palaung, sebuah organisasi politik yang didirikan oleh Tar Aik Bong dan Tar Bone Kyaw, keduanya mantan pejuang dari kelompok minoritas pinggiran Ta’ang. Inkarnasi terbarunya dibentuk pada tahun 1992 dan menyatakan bahwa mereka memperjuangkan “federalisme nyata” di Myanmar. TNLA mengklaim memiliki 5.000 pejuang, meskipun mereka dikaitkan dengan kampanye perekrutan paksa di pedesaan.
Ketiga kelompok etnis bersenjata tersebut bersatu pada tahun 2019. Awalnya, aliansi tersebut berfokus pada melancarkan serangan terhadap pasukan militer di kubu MNDAA dan AA di negara bagian Shan dan Rakhine.
Setelah kudeta militer dan tindakan keras yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2021, aliansi tersebut mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pembunuhan ratusan pengunjuk rasa damai yang menyerukan pemulihan pemerintahan sipil.
Sejak itu, aliansi tersebut telah melancarkan beberapa serangan, terkadang bersekutu dengan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF). PDF adalah sekelompok sel perlawanan yang terstruktur secara longgar dan dibentuk oleh Pemerintah Persatuan Nasional, sebuah pemerintahan sipil yang terdiri dari para aktivis dan politisi yang menentang kudeta. NUG mendapat dukungan rakyat di Myanmar, dan diakui oleh Uni Eropa. Ia juga memiliki kantor perwakilan di Amerika Serikat, Inggris dan Korea Selatan.
Kelompok pemberontak bersenjata di Myanmar yang besar terdiri dari tiga institusi. Mereka bergabung dalam Aliansi Tiga Persaudaraan. Mereka n terdiri dari kelompok etnis bersenjata: Tentara Arakan, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA).
Deretan Kelompok Bersenjata yang Berperang dengan Junta Myanmar
1. Tentara Arakan (AA)
Foto/AP
Tentara Arakan (AA), sebuah kelompok etnis bersenjata di Myanmar, mengatakan mereka menguasai kota perdagangan strategis sejak awal tahun ini, memberikan pukulan telak kepada para jenderal yang memimpin kudeta pada tahun 2021, dan menambah daftar tentara baru-baru ini.
Tentara Arakan menguasai Paletwa di Negara Bagian Chin terletak di sepanjang sungai Kaladar dekat perbatasan India dan Bangladesh, dan merupakan bagian dari proyek pelabuhan laut bernilai jutaan dolar yang akan segera menghubungkan India ke Myanmar.
Melansir Al Jazeera, tentara Arakan didirikan pada tahun 2009, Tentara Arakan diyakini memiliki sekitar 30.000 tentara. Mereka mengatakan mereka berjuang untuk memulihkan kedaulatan masyarakat multi-etnis Arakan di negara bagian Rakhine di bagian barat.
Kelompok tersebut telah merekrut pasukan dari Rohingya, kelompok minoritas yang sebagian besar Muslim dari Rakhine, yang menjadi sasaran tindakan keras militer brutal dan kini menjadi subyek kasus genosida di Mahkamah Internasional.
2. Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA):
Foto/AP
Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) beroperasi di dekat perbatasan China di negara bagian Shan utara. Kelompok tersebut mengatakan mereka memperjuangkan otonomi bagi masyarakat Kokang, kelompok etnis berbahasa Han. MNDAA menguasai Shan selama sekitar 20 tahun sebagai wilayah khusus Myanmar, di mana perdagangan narkotika berkembang pesat.
Konflik bersenjata antara kelompok tersebut dan militer pecah pada tahun 2009 setelah kelompok tersebut diperintahkan untuk menjadi pasukan perbatasan, dan menyerahkan kendali. MNDAA mengatakan awal bulan ini bahwa mereka telah menguasai Laukkai, sebuah kota yang terkenal dengan perdagangan manusia transnasional dan penipuan online, yang hilang dalam konflik tahun 2009.
3. Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA)
Foto/AP
Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA) merupakan sayap bersenjata Front Pembebasan Diri Palaung, sebuah organisasi politik yang didirikan oleh Tar Aik Bong dan Tar Bone Kyaw, keduanya mantan pejuang dari kelompok minoritas pinggiran Ta’ang. Inkarnasi terbarunya dibentuk pada tahun 1992 dan menyatakan bahwa mereka memperjuangkan “federalisme nyata” di Myanmar. TNLA mengklaim memiliki 5.000 pejuang, meskipun mereka dikaitkan dengan kampanye perekrutan paksa di pedesaan.
Ketiga kelompok etnis bersenjata tersebut bersatu pada tahun 2019. Awalnya, aliansi tersebut berfokus pada melancarkan serangan terhadap pasukan militer di kubu MNDAA dan AA di negara bagian Shan dan Rakhine.
Setelah kudeta militer dan tindakan keras yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2021, aliansi tersebut mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pembunuhan ratusan pengunjuk rasa damai yang menyerukan pemulihan pemerintahan sipil.
Sejak itu, aliansi tersebut telah melancarkan beberapa serangan, terkadang bersekutu dengan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF). PDF adalah sekelompok sel perlawanan yang terstruktur secara longgar dan dibentuk oleh Pemerintah Persatuan Nasional, sebuah pemerintahan sipil yang terdiri dari para aktivis dan politisi yang menentang kudeta. NUG mendapat dukungan rakyat di Myanmar, dan diakui oleh Uni Eropa. Ia juga memiliki kantor perwakilan di Amerika Serikat, Inggris dan Korea Selatan.
(ahm)