300 Mahasiswa RI Diduga Dipaksa Jadi Buruh di Taiwan

Kamis, 03 Januari 2019 - 08:55 WIB
300 Mahasiswa RI Diduga Dipaksa Jadi Buruh di Taiwan
300 Mahasiswa RI Diduga Dipaksa Jadi Buruh di Taiwan
A A A
TAIPEI - Pemerintah Indonesia tengah menyelidiki dugaan adanya 300 mahasiswa yang di pekerjakan paksa di Taipei, Taiwan.

Ratusan mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Universitas Hsing Wu tersebut dilaporkan mengalami kerja paksa selama 40 jam sepekan di sebuah pabrik lensa mata di Taipei. Akibat kerja paksa ini, beberapa mahasiswa bahkan hanya diberi waktu kuliah dua hari dalam sepekan, yakni Kamis dan Jumat.

Adapun pada Sabtu hingga Rabu mereka harus bekerja secara bergantian, mulai pukul 07.30 hingga 19.30 waktu setempat. Mereka hanya beristirahat selama dua jam dalam sehari setelah bekerja 10 jam berturut-turut di bagian pembungkusan.

Dugaan pemaksaan kerja sebagai buruh ini awalnya diungkapkan anggota legislatif Kuomintang, Ko Chih-en. Penggunaan mahasiswa layaknya buruh ini menyalahi Undang-Undang (UU) Employment Service Taiwan. Undang-undang tersebut menyatakan, mahasiswa di larang magang lebih dari 20 jam perpekannya.

Bahkan pemerintah Taiwan telah jelas melarang adanya program magang bagi mahasiswa dari negara Asia Tenggara. “Mereka juga hanya beristirahat selama satu hari dan harus bekerja selama empat hari sebagai buruh pabrik,” kata Chih-en, dikutip Taiwannews.com.

Ratusan mahasiswa Indonesia tersebut dilaporkan wajib membungkus 30.000 lensa mata dalam 10 jamnya. Chih-en mengungkapkan, para mahasiswa itu masuk Universitas Hsing Wu melalui bantuan makelar.

Kementerian Pendidikan Taiwan telah melarang mahasiswa tingkat pertama untuk menjalani magang. Chih-en pun menuduh pengelola Universitas Hsing Wu melanggar peraturan itu dan sengaja mempekerjakan mahasiswa Indonesia secara berkelompok.

Setiap harinya mereka diangkut dengan bus menuju sebuah pabrik di wilayah Hsinchu. Chih-en juga mengatakan mayoritas mahasiswa Indonesia yang beragama Islam disuguhi hidangan daging babi tiap harinya. “Ketika mereka mengajukan keluhan kepada Universitas Hsing Wu, pihak kampus akan meminta mereka tetap bersabar. Jika mereka membantu pabrik, pabrik akan membantu kampus,” kata Chih-en meniru dalih pihak kampus.

Manajer pabrik juga dituduh menyamakan mahasiswa Indonesia dengan buruh migran asing. Menurut Chihen, kampus menjalani program ini dengan modus menggelar “kelas khusus”.

Kampus lantas mendapatkan subsidi dari The MOE Taiwan Scholarship Program yang digunakan untuk membayar makelar guna merekrut mahasiswa baru. Makelar pun lalu mencari calon mahasiswa dari sejumlah negara di Asia Tenggara.

Pejabat Menteri Pendidikan, Yao Leeh-ter, mengatakan telah memanggil rektor kampus dan memperingatkan agar tidak melanggar aturan. Namun, pengungkapan terbaru kasus ini memaksa otoritas terkait untuk melakukan penyelidikan.

Direktur Departemen Pendidikan Vokasional dan Teknologi Kementerian Pendidikan Taiwan Yang Yu-hui mengatakan bahwa program magang telah dilarang bagi mahasiswa dari negara Asia Tenggara.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI pun membenarkan telah memperoleh laporan dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei perihal adanya pengaduan sejumlah mahasiswa Indonesia yang di paksa seolah menjadi buruh pabrik.

Program berskema kuliah-magang ini sudah berlangsung sejak 2017. “KDEI Taipei telah berkoordinasi dengan otoritas setempat guna memperoleh klarifikasi,” demikian penjelasan Kemlu. Dari hasil penyelidikan awal yang dilakukan oleh KDEI Taipei diketahui bahwa situasi mahasiswa peserta skema kuliah dan magang yang tersebar di delapan perguruan tinggi berbeda-beda.

Karena itu, KDEI Taipei akan melakukan pendalaman lebih lanjut guna mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh. Kemlu, melalui Kementerian Perdagangan, pun telah memin ta kepada KDEI di Taipei untuk mendalami lebih lanjut informasi mengenai situasi mahasiswa skema kuliah plus magang dan memastikan otoritas setempat mengambil langkah-langkah konkret.

Hal itu tujuannya melindungi keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah magang. Selain itu perlunya koordinasi dengan otoritas setempat untuk menghentikan sementara perekrutan serta pengiriman mahasiswa Indonesia dengan skema kuliah magang hingga ada tata kelola yang lebih baik.

Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 6.000 mahasiswa Indonesia di Taiwan. Adapun jumlah peserta skema kuliah dan magang mencapai sekitar 1.000 mahasiswa.

Diperkirakan jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan akan terus meningkat seiring dengan kebijakan New South bond Policy otoritas Taiwan yang memberikan lebih banyak beasiswa melalui berbagai skema kepada mahasiswa dari 18 negara Asia, termasuk Indonesia.

Anggota Komisi I DPR Meutya Viada Hafid meminta Kemlu secepatnya mencari kebenaran adanya kabar pemaksaan kerja terhadap para mahasiswa Indonesia tersebut. Jika benar ada penyimpangan dalam program ini, menurutnya, harus diusut.

“Saya rasa baik jika Kementerian Luar Negeri segera mengecek kesahihan informasi tersebut,” ujar Meutya. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengaku akan segera menge cek dugaan ratusan mahasiswa Indonesia yang menjadi korban kerja paksa di Taiwan.

Dia menduga keberangkatan mereka tidak melalui program resmi pemerintah sehingga tidak terpantau. Di sisi lain, Indonesia belum memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan.

“Yang melalui Kemenristekdikti itu kerja sama dengan TETO (Taipei Economic and Trade Office),” ujar Nasir di kantor PWNU Jawa Tengah, di Kota Semarang, kemarin. Kemenristekdikti, lanjut dia, akan berkoordinasi dengan perwakilan TETO di Jakarta menyangkut hal ini. (Muh Shamil/ Okezone.com/Ant)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2774 seconds (0.1#10.140)