Presiden Iran dari Masa ke Masa, Nomor 6 Populer di Indonesia

Rabu, 17 April 2024 - 17:15 WIB
loading...
A A A
Setelah kematian Khomeini, konstitusi diamandemen untuk menghilangkan jabatan perdana menteri dan menyerahkan kekuasaannya kepada presiden. Pada periode pasca-Khomeini, Rafsanjani adalah tokoh dominan dalam tim yang terdiri dari dua orang presiden dan pemimpin tertinggi yang menjalankan Republik Islam.

"Rafsanjani berupaya membawa negaranya ke arah yang lebih pragmatis dengan mengakhiri isolasi Iran. Ia meluncurkan liberalisasi ekonomi, membuka perekonomian yang didominasi negara bagi investasi sektor swasta dalam dan luar negeri. Dia menempatkan teknokrat di posisi-posisi penting. Dan dia menenangkan perempuan, generasi muda, dan kelas menengah dengan melonggarkan kontrol sosial dan budaya," tutur Bakhash.

Ia memperkenalkan rencana pembangunan lima tahun yang kontroversial yang mempertimbangkan pinjaman luar negeri dan keterlibatan sektor swasta yang lebih besar. Pemerintah menurunkan nilai tukar dari tujuh menjadi tiga, melonggarkan pembatasan impor dan mata uang asing, mencabut pengendalian harga, dan mengurangi barang-barang yang disubsidi negara dari 17 menjadi lima. Ratusan perusahaan milik negara dijadwalkan untuk diprivatisasi.

"Pelonggaran kontrol sosial dan budaya terlihat jelas di banyak bidang. Wanita bisa tampil di depan umum dengan syal berwarna cerah dan memperlihatkan sedikit rambut, cat kuku, dan lipstik. Remaja putra dan putri dapat bersosialisasi secara terbuka sambil berjalan-jalan di sepanjang kaki bukit Teheran. Pemerintah menoleransi maraknya perdagangan kaset video film-film Hollywood secara bawah tanah. Piringan satelit yang sebelumnya dilarang memungkinkan masyarakat Iran untuk menonton CNN dan “Baywatch.” Galeri seni dibuka kembali," jelas Bakhash.

5. Mohhammad Khatami (1997-2005)

Khatami adalah pemenang kuda hitam dalam pemilihan presiden tahun 1997. Ia menyemangati pemilih dengan menekankan supremasi hukum, penghormatan terhadap hak, toleransi terhadap perbedaan pandangan, perhatian khusus terhadap kebutuhan perempuan dan pemuda, dan keterbukaan terhadap dunia luar. Khatami memenangkan 70 persen suara—dengan 80 persen jumlah pemilih. Dia memenangkan masa jabatan kedua pada tahun 2001 dengan selisih yang sama.

Era Khatami membuka keterbukaan politik yang belum pernah dialami sejak bulan-bulan awal revolusi. Kementerian Kebudayaan dan Kementerian Dalam Negeri memberikan izin yang memungkinkan munculnya pers yang kuat dan asosiasi profesional, sipil dan politik. Khatami memaksa dua menteri intelijen untuk mengundurkan diri dan membatasi beberapa tindakan berlebihan yang dilakukan kementerian tersebut. Pemilihan dewan lokal—yang dijanjikan dalam konstitusi tetapi tidak pernah dilaksanakan—dilaksanakan untuk pertama kalinya.

Secara ekonomi, penurunan tajam harga minyak yang terjadi bersamaan dengan terpilihnya Khatami membatasi pengeluaran pemerintah dan peluang investasi. Para pembantunya juga pada awalnya terbagi antara liberalisasi ekonomi dan kontrol negara. Namun pada masa jabatan kedua Khatami, perbedaan-perbedaan telah diselesaikan dan mendukung liberalisasi ekonomi. Pemerintah menyederhanakan kode pajak dan peraturan impor, menyatukan nilai tukar, dan mengizinkan bank swasta dan perusahaan asuransi untuk pertama kalinya sejak revolusi. Sebagian besar pendapatan minyak disisihkan sebagai dana cadangan untuk investasi dan sebagai cadangan untuk masa-masa sulit. Privatisasi industri milik negara dilanjutkan.

6. Mahmoud Ahmadinejad (2005-2013)

Presiden Iran dari Masa ke Masa, Nomor 6 Populer di Indonesia

Foto/Reuters

Ahmadinejad, walikota Teheran dan mantan gubernur provinsi, terpilih sebagai presiden pada tahun 2005 setelah pemungutan suara putaran kedua melawan Rafsanjani. Dia berkampanye sebagai pembela “orang kecil” melawan pemerintahan lama. Gaya hidupnya yang sederhana sangat kontras dengan kekayaan Rafsanjani. Garda Revolusi dan pasukan paramiliter memobilisasi pemilih yang mendukung Ahmadinejad, sementara banyak pemilih muda dan kelas menengah, yang kecewa dengan kegagalan reformasi, memilih tetap tinggal di rumah.

"Sebagai seorang populis dalam gaya dan substansi, Ahmadinejad mendistribusikan bantuan kepada masyarakat miskin dan kelas menengah ke bawah dalam bentuk bantuan pernikahan dan perumahan. Kepresidenannya bertepatan dengan tingginya harga minyak. Pendapatan minyak selama delapan tahun masa jabatannya mencapai hampir USD700 miliar, namun sebagian besar terbuang untuk program-program jangka pendek dan tidak produktif. Dia menyisihkan 40 persen saham perusahaan yang diprivatisasi untuk dijual kepada harga rendah," papar Bakhash.

Inti dari agenda ekonominya adalah reformasi program pemerintah yang mahal yang mensubsidi harga bensin, minyak tanah, listrik dan barang-barang kebutuhan pokok. Dia mendapatkan persetujuan Majles untuk rancangan undang-undang yang secara bertahap akan menaikkan harga barang dan jasa tersebut hingga mendekati tingkat harga atau mendekati harga pasar.

Kepresidenan Ahmadinejad ditandai dengan peningkatan tajam kekuasaan Garda Revolusi dan badan keamanan. Dia menunjuk banyak mantan komandan Garda Revolusi untuk menempati jabatan-jabatan penting dan lebih menyukai Garda dengan kontrak pemerintah yang besar dan tanpa tawaran.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1540 seconds (0.1#10.140)