Aktivis Dipenjara 5 Tahun karena Kecam Maroko Pro-Israel
loading...
A
A
A
RABAT - Aktivis Abdul Rahman Zankad ditangkap bulan lalu setelah memposting di Facebook tentang perang genosida Israel di Gaza dan keputusan Rabat pada 2020 untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Zionis.
Maroko telah menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Abdul Rahman Zankad karena mengkritik keputusan pemerintah menormalisasi hubungan dengan Israel.
Pada Senin (8/4/2024), pengadilan memutuskan Zankad bersalah karena menghina lembaga konstitusi dan menghasut. Dia juga didenda 50.000 dirham Maroko (USD5.000).
Zankad dilaporkan sebagai anggota kelompok Al Adl Wal Ihsane yang dilarang namun ditoleransi di Maroko.
“Dalam pernyataan, organisasi tersebut mengatakan hukumannya hanya memperkuat kepastian bahwa kita berada dalam negara yang penuh dengan otoritarianisme dan tirani,” ungkap laporan Middle East Monitor (MEMO).
“Kami mengutuk keras keputusan yang tidak adil ini. Ini merupakan kelanjutan dari keputusan tidak adil yang menargetkan lawan dari Al Adl Wal Ihsane, jurnalis, dan pemimpin Gerakan Rif,” papar lembaga itu, merujuk pada gerakan protes tahun 2016 yang para pemimpinnya kemudian dijatuhi hukuman dan dipenjarakan.
“Kelompok tersebut juga mengecam penuntutan terhadap para penentang normalisasi dengan Israel lainnya, menyoroti kasus-kasus individu yang dihukum karena mengkritik monarki dan mengorganisir demonstrasi tanpa izin,” ungkap laporan MEMO.
Kelompok advokasi kebebasan sipil yang mengorganisir pembelaan hukum terhadap para pengunjuk rasa menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar dan menyatakan proses hukum tersebut melanggar hak Zankad atas peradilan yang adil.
Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan di negara Afrika Utara itu untuk mengecam serangan Israel di Gaza.
Para pengunjuk rasa juga mengkritik sekutu Israel, termasuk Amerika Serikat, dan menuntut pemerintah “membatalkan normalisasi,” menurut laporan itu.
Maroko menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 2020 sebagai bagian dari Perjanjian Abraham yang ditengahi Amerika Serikat (AS).
Normalisasi itu menyebabkan AS dan Israel mengakui klaim Rabat atas sengketa Sahara Barat.
Negara ini bergabung dengan negara-negara Arab lainnya, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA) dan Sudan dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara kolonial Israel.
Asosiasi hak asasi manusia telah menyuarakan kekhawatiran tentang peningkatan penuntutan yang berasal dari postingan online dalam beberapa tahun terakhir.
Hukuman terhadap Zankad merupakan kasus terbaru pembatasan kebebasan berekspresi di negara tersebut.
Konstitusi Maroko secara umum mengizinkan kebebasan berekspresi, namun mengkritik monarki atau Raja Mohammed VI adalah tindakan ilegal, dan siapa pun yang melakukan hal tersebut dapat menghadapi tuntutan, menurut laporan itu.
Saat ini diadili di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 33.634 warga Palestina telah terbunuh, dan 76.214 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Lihat Juga: Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
Maroko telah menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Abdul Rahman Zankad karena mengkritik keputusan pemerintah menormalisasi hubungan dengan Israel.
Pada Senin (8/4/2024), pengadilan memutuskan Zankad bersalah karena menghina lembaga konstitusi dan menghasut. Dia juga didenda 50.000 dirham Maroko (USD5.000).
Zankad dilaporkan sebagai anggota kelompok Al Adl Wal Ihsane yang dilarang namun ditoleransi di Maroko.
“Dalam pernyataan, organisasi tersebut mengatakan hukumannya hanya memperkuat kepastian bahwa kita berada dalam negara yang penuh dengan otoritarianisme dan tirani,” ungkap laporan Middle East Monitor (MEMO).
“Kami mengutuk keras keputusan yang tidak adil ini. Ini merupakan kelanjutan dari keputusan tidak adil yang menargetkan lawan dari Al Adl Wal Ihsane, jurnalis, dan pemimpin Gerakan Rif,” papar lembaga itu, merujuk pada gerakan protes tahun 2016 yang para pemimpinnya kemudian dijatuhi hukuman dan dipenjarakan.
Tuduhan Tidak Berdasar
“Kelompok tersebut juga mengecam penuntutan terhadap para penentang normalisasi dengan Israel lainnya, menyoroti kasus-kasus individu yang dihukum karena mengkritik monarki dan mengorganisir demonstrasi tanpa izin,” ungkap laporan MEMO.
Kelompok advokasi kebebasan sipil yang mengorganisir pembelaan hukum terhadap para pengunjuk rasa menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar dan menyatakan proses hukum tersebut melanggar hak Zankad atas peradilan yang adil.
Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan di negara Afrika Utara itu untuk mengecam serangan Israel di Gaza.
Para pengunjuk rasa juga mengkritik sekutu Israel, termasuk Amerika Serikat, dan menuntut pemerintah “membatalkan normalisasi,” menurut laporan itu.
Kesepakatan Abraham
Maroko menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 2020 sebagai bagian dari Perjanjian Abraham yang ditengahi Amerika Serikat (AS).
Normalisasi itu menyebabkan AS dan Israel mengakui klaim Rabat atas sengketa Sahara Barat.
Negara ini bergabung dengan negara-negara Arab lainnya, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA) dan Sudan dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara kolonial Israel.
Asosiasi hak asasi manusia telah menyuarakan kekhawatiran tentang peningkatan penuntutan yang berasal dari postingan online dalam beberapa tahun terakhir.
Hukuman terhadap Zankad merupakan kasus terbaru pembatasan kebebasan berekspresi di negara tersebut.
Konstitusi Maroko secara umum mengizinkan kebebasan berekspresi, namun mengkritik monarki atau Raja Mohammed VI adalah tindakan ilegal, dan siapa pun yang melakukan hal tersebut dapat menghadapi tuntutan, menurut laporan itu.
Lebih dari 33.600 Tewas
Saat ini diadili di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 33.634 warga Palestina telah terbunuh, dan 76.214 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Lihat Juga: Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
(sya)