Cerita Yugoslavia Tembak Jatuh Bomber Siluman F-117 AS dengan Rudal Antik Soviet
loading...
A
A
A
Dani dan anak buahnya memantau F-117 selama penerbangan menggunakan radar jarak-meter, yang terbukti mampu mendeteksi pesawat siluman lebih mudah dari yang diperkirakan.
“Baru ketika jarak pesawat 15 meter saya perintahkan untuk mengunci sasaran dan memerintahkan Senad Muminovich, sang penembak, untuk menekan tombol peluncuran, dan rudal ditembakkan,” kenang Dani dalam wawancara dengan Sputnik pada 2019.
Dani mengonfirmasi tembakan tersebut; “Kami saling memberi selamat dan itu saja. Perasaannya sangat bagus, seolah-olah kami mencetak gol dalam pertandingan [olahraga] yang sangat penting. Pagi harinya, seorang perwira dari komando tinggi datang; dia memberi selamat kepada kami dan bertanya apakah kami tahu apa yang telah kami tembak jatuh. Saya menjawab 'Saya tidak tahu, ada target'. Dan kemudian petugas memberi tahu kami bahwa itu adalah F-117."
Rekaman video tentang warga Buđanovci yang menari di sayap pesawat yang jatuh juga beredar, di mana dia menari berteriak: “Maaf, kami tidak tahu pesawat itu tidak terlihat”.
Video itu menyebar seperti kobaran api ke seluruh dunia dan menjadi pukulan besar bagi koalisi NATO, serta memberikan kekuatan kepada Yugoslavia untuk terus melakukan perlawanan terhadap agresi Barat.
Lebih dari 20 tahun kemudian, pada bulan Desember 2020, Letnan Kolonel Charlie Hainline, pilot F-117 lainnya yang ikut serta dalam pengeboman Yugoslavia, mengungkapkan bahwa F-117 kedua yang dikemudikan oleh wingman-nya telah terkena tembakan rudal antipesawat Yugoslavia, menyebabkan kerusakan serius tetapi berhasil kembali ke markas dengan "pincang".
“Saya samar-samar mengingat ini sebagai sebuah kejutan—ini adalah pesawat siluman utama saat itu,” kata pensiunan Letnan Kolonel Angkatan Udara AS dan mantan analis senior Departemen Pertahanan Karen Kwiatkowski kepada Sputnik, Kamis (28/3/2024), mengenang insiden 27 Maret 1999.
“Kampanye AS dan NATO di Yugoslavia dipandang oleh kami sebagai tindakan yang ‘mudah’ karena sebagian besar merupakan operasi udara yang bersekutu dengan satu pihak dalam perang saudara, sebuah upaya untuk melawan senjata era Soviet di era pasca-Soviet. Namun taktik dan buruknya keamanan operasional AS/NATO menyebabkan kejutan ini," paparnya.
"Saya terkejut, karena ini terjadi 25 tahun yang lalu, dan saya adalah bagian dari angkatan udara terbaik di dunia,” kata lanjut Kwiatkowski, yang meninggalkan Pentagon dan menjadi whistleblower Perang Irak tahun 2003.
Selain kemampuan S-125, Kwiatkowski mengatakan “kendornya” keamanan operasi NATO berkontribusi terhadap kehancuran F-117, begitu pula rasa puas diri Angkatan Udara AS dalam membandingkan F-117 berteknologi tinggi dan teknologi silumannya yang lebih baru dengan kemampuan musuh.
“Baru ketika jarak pesawat 15 meter saya perintahkan untuk mengunci sasaran dan memerintahkan Senad Muminovich, sang penembak, untuk menekan tombol peluncuran, dan rudal ditembakkan,” kenang Dani dalam wawancara dengan Sputnik pada 2019.
Dani mengonfirmasi tembakan tersebut; “Kami saling memberi selamat dan itu saja. Perasaannya sangat bagus, seolah-olah kami mencetak gol dalam pertandingan [olahraga] yang sangat penting. Pagi harinya, seorang perwira dari komando tinggi datang; dia memberi selamat kepada kami dan bertanya apakah kami tahu apa yang telah kami tembak jatuh. Saya menjawab 'Saya tidak tahu, ada target'. Dan kemudian petugas memberi tahu kami bahwa itu adalah F-117."
Rekaman video tentang warga Buđanovci yang menari di sayap pesawat yang jatuh juga beredar, di mana dia menari berteriak: “Maaf, kami tidak tahu pesawat itu tidak terlihat”.
Video itu menyebar seperti kobaran api ke seluruh dunia dan menjadi pukulan besar bagi koalisi NATO, serta memberikan kekuatan kepada Yugoslavia untuk terus melakukan perlawanan terhadap agresi Barat.
Lebih dari 20 tahun kemudian, pada bulan Desember 2020, Letnan Kolonel Charlie Hainline, pilot F-117 lainnya yang ikut serta dalam pengeboman Yugoslavia, mengungkapkan bahwa F-117 kedua yang dikemudikan oleh wingman-nya telah terkena tembakan rudal antipesawat Yugoslavia, menyebabkan kerusakan serius tetapi berhasil kembali ke markas dengan "pincang".
“Saya samar-samar mengingat ini sebagai sebuah kejutan—ini adalah pesawat siluman utama saat itu,” kata pensiunan Letnan Kolonel Angkatan Udara AS dan mantan analis senior Departemen Pertahanan Karen Kwiatkowski kepada Sputnik, Kamis (28/3/2024), mengenang insiden 27 Maret 1999.
“Kampanye AS dan NATO di Yugoslavia dipandang oleh kami sebagai tindakan yang ‘mudah’ karena sebagian besar merupakan operasi udara yang bersekutu dengan satu pihak dalam perang saudara, sebuah upaya untuk melawan senjata era Soviet di era pasca-Soviet. Namun taktik dan buruknya keamanan operasional AS/NATO menyebabkan kejutan ini," paparnya.
"Saya terkejut, karena ini terjadi 25 tahun yang lalu, dan saya adalah bagian dari angkatan udara terbaik di dunia,” kata lanjut Kwiatkowski, yang meninggalkan Pentagon dan menjadi whistleblower Perang Irak tahun 2003.
Selain kemampuan S-125, Kwiatkowski mengatakan “kendornya” keamanan operasi NATO berkontribusi terhadap kehancuran F-117, begitu pula rasa puas diri Angkatan Udara AS dalam membandingkan F-117 berteknologi tinggi dan teknologi silumannya yang lebih baru dengan kemampuan musuh.