6 Negara yang Anggap Vladimir Putin Curang dalam Pemilu Rusia

Rabu, 20 Maret 2024 - 14:19 WIB
loading...
6 Negara yang Anggap Vladimir Putin Curang dalam Pemilu Rusia
Presiden Vladimir Putin menang telak dalam pemilu Rusia. Enam negara, termasuk Ukraina, menganggap Putin melakukan kecurangan. Foto/REUTERS
A A A
JAKARTA - Presiden Vladimir Vladimirovich Putin, yang merupakan kandidat petahana, menang telak dalam pemilihan umum (pemilu) presiden Rusia dengan meraih 87,8 persen suara.

Pemungutan suara pemilu Rusia dimulai sejak Jumat pekan lalu dan hasilnya mulai terlihat pada hari Minggu.

Lawan Putin dari Partai Komunis; Nikolay Kharitonov, berada di urutan kedua dengan meraih 4,2% suara, diikuti oleh Vladislav Davankov dari Partai Rakyat Baru dengan 4% suara, dan Leonid Slutsky dari Partai Demokrat Liberal dengan 3,2% suara.

Sekelompok negara Barat kompak mengecam hasil pemilu tersebut, dan menganggap Putin melakukan kecurangan untuk memperpanjang masa kekuasannya.

Hasil pemilu tersebut berarti Putin, yang berusia 71 tahun, akan memulai masa jabatan presidennya yang kelima.

Jika dia menyelesaikan masa jabatan enam tahun ke depan, dia akan menyalip rekor Joseph Stalin sebagai pemimpin terlama di Rusia.



Dmitry Medvedev, yang menjabat sebagai presiden pada tahun 2008-2012, dan sekarang menjadi wakil ketua Dewan Keamanan, memberikan tanggapan jauh sebelum hasil akhir penghitungan suara diumumkan.

"Saya mengucapkan selamat kepada Vladimir Putin atas kemenangannya yang luar biasa dalam pemilu," tulis Medvedev di Telegram.

6 Negara yang Anggap Putin Curang dalam Pemilu Rusia


Kemenangan Putin menjadi berita yang tidak mengenakkan bagi Ukraina dan sekutu Baratnya. Mereka menganggap orang nomor satu itu melakukan kecurangan dengan melarang tokoh oposisi utama ikut pemilu sebagai calon presiden.

1. Amerika Serikat


Pemerintah Amerika Serikat mengecam pemilu Rusia yang dimenangkan Putin secara telak.

“Pemilu ini jelas tidak bebas dan adil mengingat Putin telah memenjarakan lawan politik dan mencegah orang lain mencalonkan diri melawannya,” kata Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.

2. Ukraina


Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menganggap hasil pemilu Rusia yang dimenangkan Putin tidak sah.

“Setiap orang di dunia memahami bahwa orang ini, seperti banyak orang lainnya sepanjang sejarah, telah muak dengan kekuasaan dan tidak akan berhenti untuk memerintah selamanya,” katanya.

“Tidak ada kejahatan yang tidak akan dia lakukan untuk mempertahankan kekuasaan pribadinya. Dan tidak seorang pun di dunia ini yang terlindung dari hal ini," ujarnya.

3. Jerman

Jerman mempertanyakan hasil pemilu Rusia dengan menyindir Putin sebagai pemimpin bersifat otoriter.

“Pemilu semu di Rusia tidak bebas dan tidak adil, hasilnya tidak akan mengejutkan siapa pun. Pemerintahan Putin bersifat otoriter, dia mengandalkan sensor, penindasan, dan kekerasan," kata Kementerian Luar Negeri Jerman.

“Pemilu di wilayah pendudukan [di] Ukraina adalah batal demi hukum dan merupakan pelanggaran hukum internasional lainnya,” lanjut kementerian tersebut.

4. Inggris


Menteri Luar Negeri David Cameron mengatakan pemilu Rusia yang “ilegal” tersebut menunjukkan kurangnya pilihan bagi para pemilih dan tidak adanya pemantauan independen dari OSCE.

“Ini bukanlah pemilu yang bebas dan adil," katanya.

5. Italia


Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani mengatakan pemilu Rusia tidak bebas dan tidak adil.

“Kami terus mengupayakan perdamaian yang adil yang akan membawa Rusia mengakhiri perang agresi terhadap Ukraina, sesuai dengan hukum internasional," katanya.

6. Republik Ceko

Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky menyebut pemilu Rusia “lelucon dan parodi”.

"Pemilihan presiden Rusia ini menunjukkan bagaimana rezim ini menindas masyarakat sipil, media independen, dan oposisi," ujarnya.

Selain enam negara tersebut, blok Uni Eropa juga menyampaikan kecaman atas pemilu Rusia yang dimenangkan Putin.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menegaskan bahwa pemilu tersebut tidak berlangsung bebas dan adil dan tanpa ada oposisi atau pun tidak ada pengamat internasional yang hadir.

“Pemilu ini didasarkan pada penindasan dan intimidasi,” kata Borrell.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1647 seconds (0.1#10.140)