Amuk Gangster Haiti Makin Parah, 14 Mayat Tergeletak di Jalan
loading...
A
A
A
PORT AU PRINCE - Sebanyak 14 mayat ditemukan tergeletak di jalan-jalan pinggiran ibu kota Haiti setelah kekerasan kelompok gangster bersenjata memasuki minggu ketiga.
Kekerasan kelompok gangster telah memaksa Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri. Upaya internasional telah dipercepat untuk mengisi kekosongan politik di negara tersebut.
Penduduk setempat mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak mengetahui penyebab kematian 14 orang di pinggiran ibu kota. Namun, lingkungan Laboule dan Thomassin, di pinggiran Petion-Ville, telah diserang oleh apa yang mereka katakan sebagai penjahat bersenjata sejak fajar.
Saksi mata mengatakan anggota geng menyerang bank, pom bensin, dan rumah-rumah di daerah tersebut. Tembakan terus terdengar di Petion-Ville pada sore hari.
“Mereka datang mengenakan balaclava di mobil, sepeda motor, dengan ambulans sendiri, lalu mereka membantai penduduk Petion-Ville,” kata warga setempat, Vincent Jean Robert.
“Saya sedang mengendarai sepeda motor ketika mereka tiba dan mulai menembak,” kata seorang tukang ojek bernama Cadet kepada AFP, Selasa (19/3/2024), sambil menambahkan, “Kami tidak tahu apakah bandit atau polisi yang berada di balik ini.”
Dia menduga para korban adalah mereka yang keluar pada malam hari, mencari makanan untuk anak-anak mereka.
Di tengah kekerasan yang terjadi pada Senin pagi, seorang hakim nyaris lolos dari serangan terhadap rumahnya, kata seorang kerabat korban kepada AFP.
Haiti telah dilanda pemberontakan geng bersenjata selama tiga minggu. Para gangster bersenjata mengatakan mereka ingin menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry.
Pekan lalu Henry setuju untuk mundur guna memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara, menyusul tekanan dari negara-negara tetangga Karibia, termasuk badan regional Caricom, dan Amerika Serikat.
Situasi ini tetap mengerikan bahkan ketika Washington pada hari Senin menyuarakan harapan bahwa badan transisi untuk memimpin negara, yang dibentuk pada pertemuan krisis seminggu yang lalu, dapat siap “secepatnya hari ini”-–meskipun sampai malam itu belum ada yang diumumkan.
“Saya memahami bahwa para pemangku kepentingan Haiti hampir menyelesaikan keanggotaan dan masih melakukan diskusi aktif dengan para pemimpin Caricom sehubungan dengan susunan Dewan Presiden Transisi,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Vedant Patel kepada wartawan di Washington.
“Pengumuman dewan ini, kami yakin, akan membantu membuka jalan bagi pemilu yang bebas dan adil serta pengerahan Misi Dukungan Keamanan Multinasional,” katanya, mengacu pada kekuatan yang didukung PBB dan dipimpin oleh Kenya yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas di Haiti.
Dewan tersebut, yang akan beranggotakan tujuh anggota pemberi suara dan dua anggota pengamat yang mewakili spektrum luas di Haiti dan diasporanya, akan bertugas menunjuk pemerintahan sementara sebelum pemilu, yang belum pernah diadakan sejak tahun 2016.
Menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB soal Haiti pada hari Senin, Wakil Duta Besar AS Robert Wood mengatakan kepada wartawan bahwa keputusan mengenai pembentukan dewan transisi “sudah dekat”.
Setelah sesi tertutup, Menteri Luar Negeri Jamaika Kamina Johnson Smith mencatat bahwa perundingan “berjalan dengan baik,” meskipun dia menambahkan “ini adalah proses yang sulit”.
Pertemuan Dewan Keamanan terjadi ketika PBB mengumumkan bahwa penerbangan helikopter pertama telah dimulai di jembatan udara yang dibangun antara Haiti dan negara tetangga; Republik Dominika, untuk mengirimkan bantuan.
Unicef, badan anak-anak PBB, menyampaikan penilaian suram mengenai situasi di negara tersebut selama akhir pekan, dengan mengatakan pada hari Minggu bahwa situasi tersebut “hampir seperti adegan dalam film 'Mad Max'”, dan memperingatkan bahwa orang-orang menderita “kelaparan dan kekurangan gizi”--di mana kelompok bantuan tidak dapat memperoleh akses.
Pada hari yang sama, jam malam diperpanjang hingga Rabu, termasuk di Port-au-Prince. Keadaan darurat akan berakhir pada 3 April.
Beberapa negara termasuk AS dan negara-negara anggota Uni Eropa telah mengevakuasi personel diplomatik dari Haiti akibat krisis ini.
Sementara itu, upaya terus dilakukan untuk mengatur misi keamanan Nairobi untuk mendukung pasukan polisi Haiti yang kewalahan.
Kekerasan kelompok gangster telah memaksa Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri. Upaya internasional telah dipercepat untuk mengisi kekosongan politik di negara tersebut.
Penduduk setempat mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak mengetahui penyebab kematian 14 orang di pinggiran ibu kota. Namun, lingkungan Laboule dan Thomassin, di pinggiran Petion-Ville, telah diserang oleh apa yang mereka katakan sebagai penjahat bersenjata sejak fajar.
Saksi mata mengatakan anggota geng menyerang bank, pom bensin, dan rumah-rumah di daerah tersebut. Tembakan terus terdengar di Petion-Ville pada sore hari.
“Mereka datang mengenakan balaclava di mobil, sepeda motor, dengan ambulans sendiri, lalu mereka membantai penduduk Petion-Ville,” kata warga setempat, Vincent Jean Robert.
“Saya sedang mengendarai sepeda motor ketika mereka tiba dan mulai menembak,” kata seorang tukang ojek bernama Cadet kepada AFP, Selasa (19/3/2024), sambil menambahkan, “Kami tidak tahu apakah bandit atau polisi yang berada di balik ini.”
Dia menduga para korban adalah mereka yang keluar pada malam hari, mencari makanan untuk anak-anak mereka.
Di tengah kekerasan yang terjadi pada Senin pagi, seorang hakim nyaris lolos dari serangan terhadap rumahnya, kata seorang kerabat korban kepada AFP.
Haiti telah dilanda pemberontakan geng bersenjata selama tiga minggu. Para gangster bersenjata mengatakan mereka ingin menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry.
Pekan lalu Henry setuju untuk mundur guna memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara, menyusul tekanan dari negara-negara tetangga Karibia, termasuk badan regional Caricom, dan Amerika Serikat.
Situasi ini tetap mengerikan bahkan ketika Washington pada hari Senin menyuarakan harapan bahwa badan transisi untuk memimpin negara, yang dibentuk pada pertemuan krisis seminggu yang lalu, dapat siap “secepatnya hari ini”-–meskipun sampai malam itu belum ada yang diumumkan.
“Saya memahami bahwa para pemangku kepentingan Haiti hampir menyelesaikan keanggotaan dan masih melakukan diskusi aktif dengan para pemimpin Caricom sehubungan dengan susunan Dewan Presiden Transisi,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Vedant Patel kepada wartawan di Washington.
“Pengumuman dewan ini, kami yakin, akan membantu membuka jalan bagi pemilu yang bebas dan adil serta pengerahan Misi Dukungan Keamanan Multinasional,” katanya, mengacu pada kekuatan yang didukung PBB dan dipimpin oleh Kenya yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas di Haiti.
Dewan tersebut, yang akan beranggotakan tujuh anggota pemberi suara dan dua anggota pengamat yang mewakili spektrum luas di Haiti dan diasporanya, akan bertugas menunjuk pemerintahan sementara sebelum pemilu, yang belum pernah diadakan sejak tahun 2016.
Menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB soal Haiti pada hari Senin, Wakil Duta Besar AS Robert Wood mengatakan kepada wartawan bahwa keputusan mengenai pembentukan dewan transisi “sudah dekat”.
Setelah sesi tertutup, Menteri Luar Negeri Jamaika Kamina Johnson Smith mencatat bahwa perundingan “berjalan dengan baik,” meskipun dia menambahkan “ini adalah proses yang sulit”.
Pertemuan Dewan Keamanan terjadi ketika PBB mengumumkan bahwa penerbangan helikopter pertama telah dimulai di jembatan udara yang dibangun antara Haiti dan negara tetangga; Republik Dominika, untuk mengirimkan bantuan.
Unicef, badan anak-anak PBB, menyampaikan penilaian suram mengenai situasi di negara tersebut selama akhir pekan, dengan mengatakan pada hari Minggu bahwa situasi tersebut “hampir seperti adegan dalam film 'Mad Max'”, dan memperingatkan bahwa orang-orang menderita “kelaparan dan kekurangan gizi”--di mana kelompok bantuan tidak dapat memperoleh akses.
Pada hari yang sama, jam malam diperpanjang hingga Rabu, termasuk di Port-au-Prince. Keadaan darurat akan berakhir pada 3 April.
Beberapa negara termasuk AS dan negara-negara anggota Uni Eropa telah mengevakuasi personel diplomatik dari Haiti akibat krisis ini.
Sementara itu, upaya terus dilakukan untuk mengatur misi keamanan Nairobi untuk mendukung pasukan polisi Haiti yang kewalahan.
(mas)