Netanyahu Tuding Menteri Pertahanan Israel Ganggu Stabilitas Pemerintah
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Netanyahu menuduh Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant membahayakan stabilitas pemerintah karena dia tidak mengajukan rancangan undang-undang baru ke Knesset yang mengecualikan Yahudi ultra-Ortodoks dari dinas militer.
Israel Broadcasting Corporation melaporkan hal itu pada 14 Maret 2024.
“Jika Anda tidak memberikan keputusan kepada pemerintah pada hari Minggu mengenai pemungutan suara di Knesset mengenai rancangan undang-undang dinas militer, Anda membahayakan stabilitasnya,” ujar Netanyahu kepada Gallant.
Gallant telah meminta “beberapa hari lagi untuk mencapai kesepahaman” dengan menteri kabinet perang dan Pemimpin Partai Persatuan Nasional Benny Gantz yang menentang RUU tersebut.
Pekan lalu, Gallant mengumumkan dia tidak akan mengajukan rancangan undang-undang baru, yang mengecualikan orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks dari dinas militer, ke pemungutan suara di Knesset selama tidak ada konsensus di pemerintahan dan kabinet perang mengenai hal tersebut.
Gantz menentang rancangan undang-undang tersebut dan menuntut semua lapisan masyarakat Israel berpartisipasi dalam wajib militer.
Namun, Netanyahu telah sepakat dengan partai-partai keagamaan yang tergabung dalam koalisi pemerintahannya bahwa dia akan menyetujui RUU tersebut.
Perbedaan pendapat ini terjadi setelah Kepala Rabi Yahudi Sephardic, Yitzhak Yosef, menimbulkan keributan awal pekan ini ketika dia mengatakan dalam khotbah keagamaan bahwa jika layanan wajib diberlakukan pada orang Yahudi Haredi, mereka akan meninggalkan Israel.
“Semua kelompok sekuler ini harus memahami bahwa tanpa Taurat dan sekolah agama, tentara tidak akan berhasil,” tegas dia.
Perbedaan pendapat ini juga terjadi pada saat yang kritis bagi perdana menteri Israel yang telah menghadapi kritik luas baik di dalam maupun luar negeri sebagai akibat dari perang genosida yang dilakukannya terhadap warga Palestina di Gaza.
Israel telah membunuh lebih dari 31.000 orang Palestina, melukai 73.000 warga dan 7.000 orang masih hilang atau tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di Gaza.
Israel Broadcasting Corporation melaporkan hal itu pada 14 Maret 2024.
“Jika Anda tidak memberikan keputusan kepada pemerintah pada hari Minggu mengenai pemungutan suara di Knesset mengenai rancangan undang-undang dinas militer, Anda membahayakan stabilitasnya,” ujar Netanyahu kepada Gallant.
Gallant telah meminta “beberapa hari lagi untuk mencapai kesepahaman” dengan menteri kabinet perang dan Pemimpin Partai Persatuan Nasional Benny Gantz yang menentang RUU tersebut.
Pekan lalu, Gallant mengumumkan dia tidak akan mengajukan rancangan undang-undang baru, yang mengecualikan orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks dari dinas militer, ke pemungutan suara di Knesset selama tidak ada konsensus di pemerintahan dan kabinet perang mengenai hal tersebut.
Gantz menentang rancangan undang-undang tersebut dan menuntut semua lapisan masyarakat Israel berpartisipasi dalam wajib militer.
Namun, Netanyahu telah sepakat dengan partai-partai keagamaan yang tergabung dalam koalisi pemerintahannya bahwa dia akan menyetujui RUU tersebut.
Perbedaan pendapat ini terjadi setelah Kepala Rabi Yahudi Sephardic, Yitzhak Yosef, menimbulkan keributan awal pekan ini ketika dia mengatakan dalam khotbah keagamaan bahwa jika layanan wajib diberlakukan pada orang Yahudi Haredi, mereka akan meninggalkan Israel.
“Semua kelompok sekuler ini harus memahami bahwa tanpa Taurat dan sekolah agama, tentara tidak akan berhasil,” tegas dia.
Perbedaan pendapat ini juga terjadi pada saat yang kritis bagi perdana menteri Israel yang telah menghadapi kritik luas baik di dalam maupun luar negeri sebagai akibat dari perang genosida yang dilakukannya terhadap warga Palestina di Gaza.
Israel telah membunuh lebih dari 31.000 orang Palestina, melukai 73.000 warga dan 7.000 orang masih hilang atau tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di Gaza.
(sya)