Antar-Milisi Perang Sengit di Libya, 400 Napi Kabur dari Penjara
A
A
A
TRIPOLI - Perang antar-kelompok milisi pecah di Libya dalam beberapa hari terakhir. Konflik ini menyebabkan sekitar 400 narapidana (napi) melarikan diri dari penjara di pinggiran Tripoli.
Pemerintah Libya mengumumkan keadaan darurat di Tripoli dan sekitarnya.
Selama konflik berlangsung, ratusan napi yang keluar dari sel penjara Ain Zara menyerbu pintu gerbang. Hal itu membuat para penjaga takut akan keselamatannya.
"Para tahanan dapat memaksa membuka pintu dan pergi," kata kepolisian setempat pada hari Minggu dalam sebuah pernyataan.
Penjara itu terletak di Tripoli selatan, sebuah wilayah yang dilanda perang sengit antar-kelompok milisi yang bersaing.
Tripoli telah diperebutkan sejak invasi pimpinan NATO pada tahun 2011 meninggalkan negara itu dalam kekacauan. Hal itu perparah dengan sistem politik dan ekonomi yang hancur.
Kekerasan meningkat sejak minggu lalu, di mana milisi Brigade Ke-7 dari kota Tarhuna, sekitar 65 km (40 mil) dari Tripoli, menyerang sebuah koalisi milisi yang terdiri dari Brigade Revolusioner Tripoli (TRB), Brigade Nawasi, Brigade Chanewa, Brigade Bab Tajoura dan juga Brigade 301 Misrata, yang kemudian mundur.
Tidak diketahui apa yang mendorong eskalasi tersebut, tetapi Brigade Ke-7 mengklaim akan mencoba membersihkan Tripoli dari milisi korup. Menurut kelompok tersebut, para milisi di Tripoli menerima pinjaman jutaan dolar dari bank yang dikendalikan pemerintah, sementara penduduk setempat berjuang untuk mendapatkan beberapa dinar.
Sejak bentrokan pecah pada Senin pekan lalu, beberapa upaya negosiasi gencatan senjata sudah dilakukan oleh para tokoh senior Libya. Namun, upaya itu gagal dan kekerasan semakin parah.
Pemerintah Nasional Libya (GNA) yang didukung PBB, seperti dikutip Reuters, Senin (3/9/2018), membantah bahwa pihaknya mendukung salah satu pihak dalam pertempuran itu. GNA juga menolak kaitannya dengan Brigade Ke-7.
Secara terpisah, rudal jatuh pada hari Minggu di kamp al-Fallah, sebuah bagi orang-orang Tawergha yang telantar. Serangan rudal itu menewaskan dua orang dan melukai tujuh lainnya, termasuk dua anak. Hal itu disampaikan Emad Ergeha, seorang aktivis yang mengikuti krisis Tawergha.
Para penduduk Tawergha dipaksa untuk meninggalkan pemukiman mereka di dekat kota barat Misrata dalam pemberontakan yang didukung NATO saat penggulingan Muammar Gaddafi pada tahun 2011. Sejak itu, mereka dicegah untuk kembali ke wilayahnya.
Ergeha, yang merupakan warga Tawergha, juga mengunggah video secara online yang menunjukkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api dan menunjukkan kerusakan parah pada wadah-wadah yang terbuat dari baja di kamp.
Roket juga dilaporkan menghantam hotel Waddan di pusat kota Tripoli dekat Kedutaan Besar Italia pada hari Sabtu. Tiga orang cedera. Beberapa negara Eropa telah mengecam kekerasan di Libya.
Pemerintah Libya mengumumkan keadaan darurat di Tripoli dan sekitarnya.
Selama konflik berlangsung, ratusan napi yang keluar dari sel penjara Ain Zara menyerbu pintu gerbang. Hal itu membuat para penjaga takut akan keselamatannya.
"Para tahanan dapat memaksa membuka pintu dan pergi," kata kepolisian setempat pada hari Minggu dalam sebuah pernyataan.
Penjara itu terletak di Tripoli selatan, sebuah wilayah yang dilanda perang sengit antar-kelompok milisi yang bersaing.
Tripoli telah diperebutkan sejak invasi pimpinan NATO pada tahun 2011 meninggalkan negara itu dalam kekacauan. Hal itu perparah dengan sistem politik dan ekonomi yang hancur.
Kekerasan meningkat sejak minggu lalu, di mana milisi Brigade Ke-7 dari kota Tarhuna, sekitar 65 km (40 mil) dari Tripoli, menyerang sebuah koalisi milisi yang terdiri dari Brigade Revolusioner Tripoli (TRB), Brigade Nawasi, Brigade Chanewa, Brigade Bab Tajoura dan juga Brigade 301 Misrata, yang kemudian mundur.
Tidak diketahui apa yang mendorong eskalasi tersebut, tetapi Brigade Ke-7 mengklaim akan mencoba membersihkan Tripoli dari milisi korup. Menurut kelompok tersebut, para milisi di Tripoli menerima pinjaman jutaan dolar dari bank yang dikendalikan pemerintah, sementara penduduk setempat berjuang untuk mendapatkan beberapa dinar.
Sejak bentrokan pecah pada Senin pekan lalu, beberapa upaya negosiasi gencatan senjata sudah dilakukan oleh para tokoh senior Libya. Namun, upaya itu gagal dan kekerasan semakin parah.
Pemerintah Nasional Libya (GNA) yang didukung PBB, seperti dikutip Reuters, Senin (3/9/2018), membantah bahwa pihaknya mendukung salah satu pihak dalam pertempuran itu. GNA juga menolak kaitannya dengan Brigade Ke-7.
Secara terpisah, rudal jatuh pada hari Minggu di kamp al-Fallah, sebuah bagi orang-orang Tawergha yang telantar. Serangan rudal itu menewaskan dua orang dan melukai tujuh lainnya, termasuk dua anak. Hal itu disampaikan Emad Ergeha, seorang aktivis yang mengikuti krisis Tawergha.
Para penduduk Tawergha dipaksa untuk meninggalkan pemukiman mereka di dekat kota barat Misrata dalam pemberontakan yang didukung NATO saat penggulingan Muammar Gaddafi pada tahun 2011. Sejak itu, mereka dicegah untuk kembali ke wilayahnya.
Ergeha, yang merupakan warga Tawergha, juga mengunggah video secara online yang menunjukkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api dan menunjukkan kerusakan parah pada wadah-wadah yang terbuat dari baja di kamp.
Roket juga dilaporkan menghantam hotel Waddan di pusat kota Tripoli dekat Kedutaan Besar Italia pada hari Sabtu. Tiga orang cedera. Beberapa negara Eropa telah mengecam kekerasan di Libya.
(mas)