Insiden Vela Diyakini Tes Senjata Nuklir Israel di Samudra Hindia

Selasa, 14 Agustus 2018 - 17:01 WIB
Insiden Vela Diyakini Tes Senjata Nuklir Israel di Samudra Hindia
Insiden Vela Diyakini Tes Senjata Nuklir Israel di Samudra Hindia
A A A
CANBERRA - Para ilmuwan meyakini insiden misterius di Samudra Hindia selatan pada 23 September 1979 adalah tes senjata nuklir secara rahasia oleh Israel. Klaim ini dikuatkan bukti adanya isotop radioaktif pada domba-domba di Australia.

Temuan itu diterbitkan dalam studi baru untuk Science and Global Security. Sekitar 39 tahun silam, ledakan misterius disertai pancaran cahaya terjadi di Samudra Hindia selatan.

Insiden misterius yang terdeteksi satelit Vela 6911 Amerika Serikat (AS) terjadi pada pukul 12.53 GMT. Lokasinya berada di dekat Kepulauan Prince Edward sekitar separuh jalan antara Afrika dan Antartika. Kejadian misterius itu dikenal dengan sebutan "Insiden Vela".

Penasihat untuk Presiden Jimmy Carter saat itu bergegas untuk memberikan briefing kepadanya tentang insiden itu.

Carter dalam momoarnya menulis, para pejabat keamanan AS berspekulasi bahwa peristiwa itu adalah uji coba senjata nuklir Israel yang dilakukan bekerjasama dengan rezim apartheid Afrika Selatan.

Namun, panel pemerintah AS yang bersidang untuk mempelajari masalah ini menghasilkan temuan samar-samar yang meremehkan kemungkinan bahwa insiden itu sebagai ledakan nuklir.

Israel, yang terkenal menutup rapat kepemilikannya atas senjata nuklir, dengan gigih menolak untuk mengonfirmasi atau menyangkal apakah negara itu mengembangkan program senjata nuklir atau tidak.

Sekarang, studi baru oleh Christopher Wright dari Australian Defence Force Academy dan pensiunan ahli fisika nuklir dari Lembaga Pertahanan Swedia Lars-Erik De Geer, menawarkan petunjuk baru.

Para peneliti mengungkap temuan yodium-131 ​​dalam tiroid domba Australia pada bulan Oktober dan November 1979. Tiroid itu dikirim ke AS untuk analisis pada saat itu, tetapi hasilnya tidak pernah dipublikasikan.

"Tingkat isotop akan konsisten dengan mereka yang merumput di jalur potensial kejatuhan radioaktif dari uji coba nuklir rendah 22 September di Samudra Hindia selatan," tulis para ilmuwan dalam laporannya.

Temuan lain berupa analisis pola cuaca yang menunjukkan gejolak kejatuhan dari ledakan nuklir yang berulang di beberapa bagian wilayah Australia.

Selain itu, studi ini menganalisis deskripsi yang tidak diklasifikasikan dari gelombang suara bawah laut yang terdeteksi oleh pos pendengar AS yang berkorelasi dengan flash ganda di dekat Kepulauan Prince Edward, yang tidak berpenghuni kecuali untuk stasiun penelitian pemerintah Afrika Selatan.

Leonard Weiss dalam tulisannya di Bulletin of the Atomic Scientists, menyatakan studi baru menghilangkan hampir semua keraguan bahwa flash itu adalah ledakan nuklir.

"Ini memperkuat analisis sebelumnya yang menyimpulkan bahwa Israel kemungkinan melakukan uji coba nuklir yang melanggar hukum AS dan Perjanjian Larangan Uji Coba Terbatas (Limited Test Ban Treaty)," lanjut Weiss yang merupakan ahli nonproliferasi nuklir.

"Israel adalah satu-satunya negara yang memiliki kemampuan teknis dan motivasi kebijakan untuk melakukan uji klandestin, yang menurut beberapa sumber, adalah yang terakhir dari beberapa (uji coba) dan terdeteksi oleh satelit Vela karena perubahan tiba-tiba dalam tutupan awan," imbuh tulisan Weiss, yang dilansir Selasa (14/8/2018).

Sementara itu, Israel tetap mempertahankan keheningannya pada pertanyaan tentang tes senjata nuklir yang dituduhkan tersebut.

Ditanya apakah Israel bertanggung jawab atas Insiden Vela, Duta Besar Israel untuk Selandia Baru, Itzhak Gerberg, mengatakan kepada New Zealand Herald; "Cukup asumsi konyol yang tidak mengandung air."

Perjanjian Larangan Uji Coba Terbatas mulai berlaku pada tahun 1963 dan melarang ledakan nuklir di atmosfer, di luar angkasa, dan di bawah air. Aturan itu hanya membolehkan uji coba nuklir dilakukan di bawah tanah.

Israel menandatangani perjanjian itu pada tahun 1963 dan meratifikasinya pada tahun 1964.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4099 seconds (0.1#10.140)