Perang Suku Guncang Tetangga Indonesia, 53 Orang Tewas Dibantai
loading...
A
A
A
PORT MORESBY - Perang antar-suku pecah di dataran tinggi Papua Nugini, negara tetangga Indonesia. Sebanyak 53 orang telah tewas dibantai.
Komisaris Polisi David Manning mengatakan pada hari Minggu bahwa petugas dan tentara telah mengevakuasi jasad 53 pria korban kekerasan antar-suku.
Mengutip news.com.au, Senin (19/2/2024), mereka diyakini dibunuh di dekat kota Wabag, 600 kilometer barat laut Ibu Kota Papua Nugini; Port Moresby.
Menurut polisi, ada laporan perihal tembakan hebat di daerah tersebut. Perang antar-suku itu diduga melibatkan suku Sikin dan Kaekin.
Polisi telah menerima video dan foto grafis yang diklaim diambil dari tempat kejadian.
Gambar-gambar tersebut menunjukkan tubuh-tubuh korban yang ditelanjangi dan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan dan ditumpuk di belakang truk bak terbuka.
Klan-klan dataran tinggi telah saling berperang di Papua Nugini selama berabad-abad, namun masuknya senjata otomatis telah membuat bentrokan menjadi lebih mematikan dan meningkatkan siklus kekerasan.
Pemerintah Papua Nugini telah mencoba melakukan mediasi, memberikan amnesti, dan sejumlah strategi lain untuk mengendalikan kekerasan, namun tidak membuahkan hasil.
Militer setempat telah mengerahkan sekitar 100 tentara ke wilayah tersebut, namun dampaknya terbatas dan pasukan keamanan masih kalah jumlah dan persenjataan.
Pembunuhan sering terjadi di komunitas terpencil, dengan anggota klan melancarkan serangan atau penyergapan sebagai balas dendam atas serangan sebelumnya.
Warga sipil, termasuk wanita hamil dan anak-anak, telah menjadi sasaran di masa lalu.
Pembunuhan seringkali sangat kejam, termasuk dibakar, dimutilasi atau pun disiksa.
Polisi secara pribadi mengeluh bahwa mereka tidak mempunyai sumber daya untuk melakukan pekerjaannya. Lantaran petugas polisi dibayar sangat rendah, sebagian senjata yang sampai ke tangan anggota suku berasal dari pihak kepolisian.
Penentang pemerintahan Perdana Menteri James Marape pada hari Senin menyerukan agar lebih banyak polisi dikerahkan dan komisaris polisi mengundurkan diri.
Populasi Papua Nugini meningkat dua kali lipat sejak tahun 1980, sehingga menambah tekanan terhadap lahan dan sumber daya serta memperdalam persaingan antar-suku.
Komisaris Polisi David Manning mengatakan pada hari Minggu bahwa petugas dan tentara telah mengevakuasi jasad 53 pria korban kekerasan antar-suku.
Mengutip news.com.au, Senin (19/2/2024), mereka diyakini dibunuh di dekat kota Wabag, 600 kilometer barat laut Ibu Kota Papua Nugini; Port Moresby.
Menurut polisi, ada laporan perihal tembakan hebat di daerah tersebut. Perang antar-suku itu diduga melibatkan suku Sikin dan Kaekin.
Polisi telah menerima video dan foto grafis yang diklaim diambil dari tempat kejadian.
Gambar-gambar tersebut menunjukkan tubuh-tubuh korban yang ditelanjangi dan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan dan ditumpuk di belakang truk bak terbuka.
Klan-klan dataran tinggi telah saling berperang di Papua Nugini selama berabad-abad, namun masuknya senjata otomatis telah membuat bentrokan menjadi lebih mematikan dan meningkatkan siklus kekerasan.
Pemerintah Papua Nugini telah mencoba melakukan mediasi, memberikan amnesti, dan sejumlah strategi lain untuk mengendalikan kekerasan, namun tidak membuahkan hasil.
Militer setempat telah mengerahkan sekitar 100 tentara ke wilayah tersebut, namun dampaknya terbatas dan pasukan keamanan masih kalah jumlah dan persenjataan.
Pembunuhan sering terjadi di komunitas terpencil, dengan anggota klan melancarkan serangan atau penyergapan sebagai balas dendam atas serangan sebelumnya.
Warga sipil, termasuk wanita hamil dan anak-anak, telah menjadi sasaran di masa lalu.
Pembunuhan seringkali sangat kejam, termasuk dibakar, dimutilasi atau pun disiksa.
Polisi secara pribadi mengeluh bahwa mereka tidak mempunyai sumber daya untuk melakukan pekerjaannya. Lantaran petugas polisi dibayar sangat rendah, sebagian senjata yang sampai ke tangan anggota suku berasal dari pihak kepolisian.
Penentang pemerintahan Perdana Menteri James Marape pada hari Senin menyerukan agar lebih banyak polisi dikerahkan dan komisaris polisi mengundurkan diri.
Populasi Papua Nugini meningkat dua kali lipat sejak tahun 1980, sehingga menambah tekanan terhadap lahan dan sumber daya serta memperdalam persaingan antar-suku.
(mas)