Serangan Israel Amuk Kota Gaza saat AS Ancam Balas Dendam atas Kematian 3 Tentaranya
loading...
A
A
A
GAZA - Israel kembali meluncurkan serangan brutalnya ke Kota Gaza, kota terbesar di wilayah tersebut, beberapa minggu setelah menarik diri dari sana.
Amukan serangan militer Zionis terjadi hari Senin ketika Amerika Serikat (AS) mengancam akan membalas dendam atas kematian tiga tentaranya dalam serangan drone di Yordania oleh kelompok milisi pro-Iran.
Sehari setelah serangan drone tersebut, yang juga melukai 34 tentara AS lainnya, pemerintah Presiden Joe Biden berada di bawah tekanan untuk merespons dengan tegas tanpa memicu perang yang lebih luas.
“Presiden dan saya tidak akan mentoleransi serangan terhadap pasukan AS dan kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk membela AS dan pasukan kami,” kata Menteri Pertahanan Lloyd Austin di Pentagon, seperti dikutip Reuters, Selasa (30/1/2024).
Juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan: "Kami tidak ingin perang yang lebih luas dengan Iran. Kami tidak ingin perang yang lebih luas di kawasan ini, namun kami harus melakukan apa yang harus kami lakukan."
Iran membantah terlibat dalam serangan drone tersebut.
Biden sebelumnya telah memerintahkan serangan balasan terhadap kelompok-kelompok milisi pro-Iran, tetapi sejauh ini tidak menyerang Iran secara langsung.
“Jangan ragu—kami akan meminta pertanggungjawaban semua pihak pada waktu dan cara yang kami pilih,” kata Biden pada hari Minggu.
Di Gaza utara, penduduk setempat mengatakan serangan udara pada hari Senin melanda lingkungan di seluruh Kota Gaza, kota terbesar di wilayah kantong Palestina tersebut. Serangan itu menewaskan dan melukai banyak orang.
Sementara tank-tank Israel menembaki wilayah timur kota, kapal-kapal Angkatan Laut Zionis menembaki wilayah pantai di barat.
Israel mengatakan pada akhir tahun lalu bahwa mereka telah menyelesaikan sebagian besar operasi di Gaza utara dan baru-baru ini melancarkan serangan terberatnya di Gaza selatan.
Serangan baru di Kota Gaza, di mana warga melaporkan terjadinya baku tembak sengit di dekat Rumah Sakit utama Al-Shifa, menunjukkan bahwa perang tersebut tidak direncanakan dengan matang.
Di antara mereka yang tewas adalah dua jurnalis Palestina, Essam El-lulu dan Hussein Attalah, serta beberapa anggota keluarga mereka. Demikian disampaikan pejabat kesehatan dan serikat jurnalis Palestina.
Hamas, pada bagiannya, menembakkan roket pertamanya selama berminggu-minggu ke kota-kota Israel, membuktikan bahwa kelompok militan yang menguasai Gaza masih memiliki kemampuan untuk meluncurkannya setelah hampir empat bulan berperang.
Militer Israel mengatakan pihaknya menembak jatuh enam dari 15 roket. Tidak ada laporan mengenai korban jiwa di Israel, di mana sirene serangan udara dan ledakan intersepsi terdengar.
Para warga Gaza mengatakan kekerasan di daerah kantong tersebut merupakan olok-olok terhadap keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pekan lalu yang menyerukan Israel berbuat lebih banyak untuk membantu warga sipil. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan 26.637 warga Palestina telah tewas dalam perang tersebut dan ribuan jenazah lainnya kemungkinan berada di bawah reruntuhan bangunan yang hancur.
“Perang berlanjut dengan cara yang lebih kotor,” kata warga Kota Gaza dan aktivis hak asasi manusia Palestina Mustafa Ibrahim, yang mengungsi bersama keluarganya di Rafah dekat perbatasan selatan dengan Mesir. Dia berada di antara lebih dari satu juta warga Gaza lainnya yang mengungsi.
Israel memerintahkan evakuasi baru di wilayah yang paling padat penduduknya di Kota Gaza, namun masyarakat mengatakan pemadaman komunikasi berarti banyak orang akan melewatkan peringatan tersebut.
Israel mengatakan Hamas bertanggung jawab atas kematian warga sipil karena para pejuangnya beroperasi di antara mereka, namun hal ini dibantah oleh para pejuang tersebut.
Masyarakat di wilayah utara Gaza telah menggiling pakan ternak untuk dijadikan tepung setelah tepung, beras, dan gula habis. Hal ini merupakan bagian dari krisis bantuan yang kini berpotensi diperburuk dengan penarikan dukungan terhadap badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Amerika Serikat dan beberapa negara lain telah menghentikan bantuan kepada badan tersebut sejak Jumat setelah Israel mengatakan 13 dari 13.000 staf UNRWA di Gaza terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bertemu dengan kepala investigasi internal PBB. "Untuk memastikan penyelidikan atas tuduhan tersebut dilakukan secepat dan seefisien mungkin,” kata PBB melalui seorang juru bicaranya.
Amukan serangan militer Zionis terjadi hari Senin ketika Amerika Serikat (AS) mengancam akan membalas dendam atas kematian tiga tentaranya dalam serangan drone di Yordania oleh kelompok milisi pro-Iran.
Sehari setelah serangan drone tersebut, yang juga melukai 34 tentara AS lainnya, pemerintah Presiden Joe Biden berada di bawah tekanan untuk merespons dengan tegas tanpa memicu perang yang lebih luas.
“Presiden dan saya tidak akan mentoleransi serangan terhadap pasukan AS dan kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk membela AS dan pasukan kami,” kata Menteri Pertahanan Lloyd Austin di Pentagon, seperti dikutip Reuters, Selasa (30/1/2024).
Juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan: "Kami tidak ingin perang yang lebih luas dengan Iran. Kami tidak ingin perang yang lebih luas di kawasan ini, namun kami harus melakukan apa yang harus kami lakukan."
Iran membantah terlibat dalam serangan drone tersebut.
Biden sebelumnya telah memerintahkan serangan balasan terhadap kelompok-kelompok milisi pro-Iran, tetapi sejauh ini tidak menyerang Iran secara langsung.
“Jangan ragu—kami akan meminta pertanggungjawaban semua pihak pada waktu dan cara yang kami pilih,” kata Biden pada hari Minggu.
Di Gaza utara, penduduk setempat mengatakan serangan udara pada hari Senin melanda lingkungan di seluruh Kota Gaza, kota terbesar di wilayah kantong Palestina tersebut. Serangan itu menewaskan dan melukai banyak orang.
Sementara tank-tank Israel menembaki wilayah timur kota, kapal-kapal Angkatan Laut Zionis menembaki wilayah pantai di barat.
Israel mengatakan pada akhir tahun lalu bahwa mereka telah menyelesaikan sebagian besar operasi di Gaza utara dan baru-baru ini melancarkan serangan terberatnya di Gaza selatan.
Serangan baru di Kota Gaza, di mana warga melaporkan terjadinya baku tembak sengit di dekat Rumah Sakit utama Al-Shifa, menunjukkan bahwa perang tersebut tidak direncanakan dengan matang.
Di antara mereka yang tewas adalah dua jurnalis Palestina, Essam El-lulu dan Hussein Attalah, serta beberapa anggota keluarga mereka. Demikian disampaikan pejabat kesehatan dan serikat jurnalis Palestina.
Hamas, pada bagiannya, menembakkan roket pertamanya selama berminggu-minggu ke kota-kota Israel, membuktikan bahwa kelompok militan yang menguasai Gaza masih memiliki kemampuan untuk meluncurkannya setelah hampir empat bulan berperang.
Militer Israel mengatakan pihaknya menembak jatuh enam dari 15 roket. Tidak ada laporan mengenai korban jiwa di Israel, di mana sirene serangan udara dan ledakan intersepsi terdengar.
Para warga Gaza mengatakan kekerasan di daerah kantong tersebut merupakan olok-olok terhadap keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pekan lalu yang menyerukan Israel berbuat lebih banyak untuk membantu warga sipil. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan 26.637 warga Palestina telah tewas dalam perang tersebut dan ribuan jenazah lainnya kemungkinan berada di bawah reruntuhan bangunan yang hancur.
“Perang berlanjut dengan cara yang lebih kotor,” kata warga Kota Gaza dan aktivis hak asasi manusia Palestina Mustafa Ibrahim, yang mengungsi bersama keluarganya di Rafah dekat perbatasan selatan dengan Mesir. Dia berada di antara lebih dari satu juta warga Gaza lainnya yang mengungsi.
Israel memerintahkan evakuasi baru di wilayah yang paling padat penduduknya di Kota Gaza, namun masyarakat mengatakan pemadaman komunikasi berarti banyak orang akan melewatkan peringatan tersebut.
Israel mengatakan Hamas bertanggung jawab atas kematian warga sipil karena para pejuangnya beroperasi di antara mereka, namun hal ini dibantah oleh para pejuang tersebut.
Masyarakat di wilayah utara Gaza telah menggiling pakan ternak untuk dijadikan tepung setelah tepung, beras, dan gula habis. Hal ini merupakan bagian dari krisis bantuan yang kini berpotensi diperburuk dengan penarikan dukungan terhadap badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Amerika Serikat dan beberapa negara lain telah menghentikan bantuan kepada badan tersebut sejak Jumat setelah Israel mengatakan 13 dari 13.000 staf UNRWA di Gaza terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bertemu dengan kepala investigasi internal PBB. "Untuk memastikan penyelidikan atas tuduhan tersebut dilakukan secepat dan seefisien mungkin,” kata PBB melalui seorang juru bicaranya.
(mas)