Tak Peduli Isu Etis, Ribuan Warga India Berburu Kerja di Israel saat Genosida Gaza
loading...
A
A
A
NEW DELHI - Ketika para pejabat Israel dan India mengadakan tes keterampilan selama enam hari bagi para pekerja di negara bagian Haryana awal Januari, ribuan orang mengantri untuk wawancara.
Warga India berbondong-bondong untuk kesempatan menunjukkan kemampuan mereka sebagai tukang kayu, tukang besi, dan tukang plester, dengan harapan mendapatkan pekerjaan di Israel.
Kekhawatiran terhadap perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, tampaknya, dikesampingkan oleh pertimbangan yang lebih praktis, seperti bagaimana menghidupi keluarga.
“Saya memerlukan waktu tujuh jam dengan kereta api untuk sampai ke sini. Saya telah datang ke lokasi tersebut selama dua hari, dan saya berharap hari ini saya mendapat tempat untuk tes penyaringan,” ungkap Gaurav Seni, siswa lulusan SMA berusia 27 tahun pada Nikkei Asia saat dia menunggu di halaman universitas bersama kerumunan pria lainnya.
Seni mengatakan dia mempunyai utang sebesar 500.000 rupee (USD6.000). “Jika saya mendapatkan pekerjaan ini, saya bisa membebaskan keluarga saya dari utang… dalam beberapa bulan,” papar dia sambil menunjuk pada gaji bulanan yang dijanjikan sebesar 137.000 rupee.
Sejauh ini, Haryana dan negara bagian Uttar Pradesh telah mengiklankan pekerja terampil untuk melakukan wawancara dan tes pekerjaan di Israel.
Saat ini Israel beralih ke negara-negara seperti India dan Sri Lanka untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor seperti konstruksi dan pertanian yang selama ini diisi warga Palestina.
Sebanyak 10.000 pekerja awal akan dipekerjakan dari India.
Program ini bukannya tanpa kontroversi, baik dari segi risiko maupun etika. Kritikus mengecam perjanjian India dengan Israel, karena berpotensi membahayakan pekerja dengan mengirim mereka ke zona konflik, dan secara tidak langsung membantu Israel mencabut pekerjaan dari para pekerja Palestina.
Warga India berbondong-bondong untuk kesempatan menunjukkan kemampuan mereka sebagai tukang kayu, tukang besi, dan tukang plester, dengan harapan mendapatkan pekerjaan di Israel.
Kekhawatiran terhadap perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, tampaknya, dikesampingkan oleh pertimbangan yang lebih praktis, seperti bagaimana menghidupi keluarga.
“Saya memerlukan waktu tujuh jam dengan kereta api untuk sampai ke sini. Saya telah datang ke lokasi tersebut selama dua hari, dan saya berharap hari ini saya mendapat tempat untuk tes penyaringan,” ungkap Gaurav Seni, siswa lulusan SMA berusia 27 tahun pada Nikkei Asia saat dia menunggu di halaman universitas bersama kerumunan pria lainnya.
Seni mengatakan dia mempunyai utang sebesar 500.000 rupee (USD6.000). “Jika saya mendapatkan pekerjaan ini, saya bisa membebaskan keluarga saya dari utang… dalam beberapa bulan,” papar dia sambil menunjuk pada gaji bulanan yang dijanjikan sebesar 137.000 rupee.
Sejauh ini, Haryana dan negara bagian Uttar Pradesh telah mengiklankan pekerja terampil untuk melakukan wawancara dan tes pekerjaan di Israel.
Saat ini Israel beralih ke negara-negara seperti India dan Sri Lanka untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor seperti konstruksi dan pertanian yang selama ini diisi warga Palestina.
Sebanyak 10.000 pekerja awal akan dipekerjakan dari India.
Program ini bukannya tanpa kontroversi, baik dari segi risiko maupun etika. Kritikus mengecam perjanjian India dengan Israel, karena berpotensi membahayakan pekerja dengan mengirim mereka ke zona konflik, dan secara tidak langsung membantu Israel mencabut pekerjaan dari para pekerja Palestina.