Korut Hukum 2 Anak Ini Kerja Paksa 12 Tahun Gara-gara Nonton Drakor
loading...
A
A
A
SEOUL - Dua anak berusia 16 tahun dilaporkan telah dijatuhi hukuman kerja paksa selama 12 tahun di Korea Utara (Korut). Hukuman itu dijatuhkan atas tuduhan bahwa mereka telah menonton drama Korea Selatan atau drakor.
Menurut laporan BBC, Selasa (23/1/2024), hukuman itu dijatuhkan pada 2022, namun rekaman video tentang persidangan terhadap kedua anak remaja itu baru muncul baru-baru ini.
Rekaman video tersebut memperlihatkan pihak berwenang Korea Utara mengarak dua anak laki-laki yang diborgol tersebut di hadapan para pelajar muda di dalam stadion.
Belum diketahui bagaimana rekaman video itu bisa beredar keluar dari Korut, terlebih rezim Pyongyang melarang distribusi bukti-bukti semacam itu ke seluruh dunia, dan hanya merilis gambar sang pemimpin; Kim Jong-un, dengan hati-hati.
BBC mendapatkan video tersebut dari South and North Development (SAND), sebuah organisasi yang bekerja dengan para pembelot Korea Utara.
Rekaman tersebut dilaporkan telah didistribusikan pihak berwenang di Korea Utara sebagai pesan kepada masyarakat setempat.
Drakor telah menjangkau banyak pemirsa global tapi dilarang di Korea Utara.
“Budaya rezim boneka busuk telah menyebar bahkan hingga ke kalangan remaja,” kata seorang narator dalam video tersebut, mengacu pada pemerintah Korea Selatan (Korsel).
“Mereka baru berusia 16 tahun, tapi mereka menghancurkan masa depan mereka sendiri.”
Sementara itu, tentara Korea Utara yang terlihat dalam rekaman tersebut mencaci-maki anak-anak tersebut karena gagal “merenungkan kesalahan mereka secara mendalam”.
Menambah rasa malu di depan umum, nama dan alamat dari anak-anak remaja tersebut dibeberkan.
BBC melaporkan klip tersebut disebarluaskan oleh Korea Utara untuk mencegah warga menonton “rekaman dekaden”.
Hhal itu tampaknya merupakan bagian dari tindakan keras yang lebih luas terhadap warga Korea Utara yang menonton hiburan yang diproduksi di Korea Selatan.
Meskipun drakor telah lama dilarang di Korut, hukuman bagi mereka yang menontonnya biasanya lebih ringan—secara relatif—di mana anak-anak umumnya dikirim ke kamp kerja paksa remaja untuk jangka waktu di bawah lima tahun.
Pada tahun 2020, rezim Korut mengeluarkan undang-undang yang meningkatkan potensi hukuman. Menonton televisi Korea Selatan kini dapat dihukum dengan kerja paksa yang lama atau bahkan kematian.
Kepala SAND, Choi Kyong-hui, menjelaskan mengapa rezim takut dengan penyebaran budaya Korea Selatan.
“Kekaguman terhadap masyarakat Korea Selatan dapat segera menyebabkan melemahnya sistem tersebut,” katanya.
“Ini bertentangan dengan ideologi monolitik yang membuat warga Korea Utara menghormati keluarga Kim.”
Berbicara kepada BBC Korean, pembelot asal Korea Utara yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa drakor tersebut menunjukkan kepada mereka yang menontonnya di Korea Utara bahwa propaganda pemerintah adalah omong kosong.
“Di Korea Utara, kami mengetahui bahwa kehidupan Korea Selatan jauh lebih buruk daripada kami,” kata seorang pembelot.
“Tetapi ketika Anda menonton drama Korea Selatan, dunianya benar-benar berbeda. Sepertinya pihak berwenang Korea Utara mewaspadai hal itu.”
Yang lain menjelaskan bahwa, bagi warga Korea Utara, drakor adalah "obat" yang membantu mereka melupakan kenyataan sulit yang mereka alami.
Menurut laporan BBC, Selasa (23/1/2024), hukuman itu dijatuhkan pada 2022, namun rekaman video tentang persidangan terhadap kedua anak remaja itu baru muncul baru-baru ini.
Rekaman video tersebut memperlihatkan pihak berwenang Korea Utara mengarak dua anak laki-laki yang diborgol tersebut di hadapan para pelajar muda di dalam stadion.
Belum diketahui bagaimana rekaman video itu bisa beredar keluar dari Korut, terlebih rezim Pyongyang melarang distribusi bukti-bukti semacam itu ke seluruh dunia, dan hanya merilis gambar sang pemimpin; Kim Jong-un, dengan hati-hati.
BBC mendapatkan video tersebut dari South and North Development (SAND), sebuah organisasi yang bekerja dengan para pembelot Korea Utara.
Rekaman tersebut dilaporkan telah didistribusikan pihak berwenang di Korea Utara sebagai pesan kepada masyarakat setempat.
Drakor telah menjangkau banyak pemirsa global tapi dilarang di Korea Utara.
“Budaya rezim boneka busuk telah menyebar bahkan hingga ke kalangan remaja,” kata seorang narator dalam video tersebut, mengacu pada pemerintah Korea Selatan (Korsel).
“Mereka baru berusia 16 tahun, tapi mereka menghancurkan masa depan mereka sendiri.”
Sementara itu, tentara Korea Utara yang terlihat dalam rekaman tersebut mencaci-maki anak-anak tersebut karena gagal “merenungkan kesalahan mereka secara mendalam”.
Menambah rasa malu di depan umum, nama dan alamat dari anak-anak remaja tersebut dibeberkan.
BBC melaporkan klip tersebut disebarluaskan oleh Korea Utara untuk mencegah warga menonton “rekaman dekaden”.
Hhal itu tampaknya merupakan bagian dari tindakan keras yang lebih luas terhadap warga Korea Utara yang menonton hiburan yang diproduksi di Korea Selatan.
Meskipun drakor telah lama dilarang di Korut, hukuman bagi mereka yang menontonnya biasanya lebih ringan—secara relatif—di mana anak-anak umumnya dikirim ke kamp kerja paksa remaja untuk jangka waktu di bawah lima tahun.
Pada tahun 2020, rezim Korut mengeluarkan undang-undang yang meningkatkan potensi hukuman. Menonton televisi Korea Selatan kini dapat dihukum dengan kerja paksa yang lama atau bahkan kematian.
Kepala SAND, Choi Kyong-hui, menjelaskan mengapa rezim takut dengan penyebaran budaya Korea Selatan.
“Kekaguman terhadap masyarakat Korea Selatan dapat segera menyebabkan melemahnya sistem tersebut,” katanya.
“Ini bertentangan dengan ideologi monolitik yang membuat warga Korea Utara menghormati keluarga Kim.”
Berbicara kepada BBC Korean, pembelot asal Korea Utara yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa drakor tersebut menunjukkan kepada mereka yang menontonnya di Korea Utara bahwa propaganda pemerintah adalah omong kosong.
“Di Korea Utara, kami mengetahui bahwa kehidupan Korea Selatan jauh lebih buruk daripada kami,” kata seorang pembelot.
“Tetapi ketika Anda menonton drama Korea Selatan, dunianya benar-benar berbeda. Sepertinya pihak berwenang Korea Utara mewaspadai hal itu.”
Yang lain menjelaskan bahwa, bagi warga Korea Utara, drakor adalah "obat" yang membantu mereka melupakan kenyataan sulit yang mereka alami.
(mas)