AS, China dan Saudi Terboros dalam Belanja Militer
A
A
A
STOCKHOLM - Belanja militer global pada tahun 2017 meningkat ke level tertinggi sejak Perang Dingin. Amerika Serikat (AS), China dan Arab Saudi secara berurutan menduduki daftar teratas sebagai negara terboros dalam belanja militer.
Data itu merupakan hasil riset Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), lembaga penelitian yang berbasis di Swedia, yang dirilis hari Rabu (2/5/2018).
Menurut laporan SIPRI, pengeluaran militer dunia pada 2017 diperkirakan mencapai USD 1,73 triliun pada 2017, naik 1,1 persen dari tahun sebelumnya.
AS tetap pemboros terbesar di dunia dengan belanja militer USD610 miliar, tidak berubah dari tahun ke tahun. AS mendominasi 35 persen dari pengeluaran militer global. Nilai itu setara dengan belanja militer tujuh negara tertinggi.
Anggaran pertahanan AS juga diperkirakan akan meningkat secara signifikan tahun ini.
China, di tempat kedua, diperkirakan telah menghabiskan USD228 miliar. Menurut laporan SIPRI, pangsa belanja global China meningkat dua kali lipat sejak 2008 menjadi 13 persen.
Sedangkan Arab Saudi menggantikan Rusia di tempat ketiga, dengan menghabiskan USD69,4 miliar pada 2017.
Militer Rusia di urutan keempat dengan menghabiskan USD66,3 miliar. Anggaran belanja ini turun 20 persen secara riil dan merupakan penurunan pertama sejak 1998. SIPRI mengaitkan penurunan ini dengan sejumlah faktor termasuk jatuhnya harga minyak.
India menggantikan Prancis dengan menempati posisi kelima dengan menghabiskan USD63,9 miliar. Selanjutnya, Prancis (USD 57,8 miliar), Inggris (USD47,2 miliar), Jepang (USD45,4 miliar), Jerman (USD44,3 miliar) dan Korea Selatan (USD39,2 miliar).
Secara keseluruhan, 29 negara sekutu NATO menghabiskan USD900 miliar untuk belanja militer pada tahun 2017, atau menyumbang 52 persen dari total pengeluaran dunia.
Pengeluaran militer di Eropa Tengah dan Eropa Barat meningkat masing-masing sebesar 12 dan 1,7 persen pada tahun 2017. Menurut SIPRI, hal itu dipicu sebagian oleh persepsi ancaman yang berkembang dari Rusia.
"Melanjutkan pengeluaran militer dunia yang tinggi adalah penyebab keprihatinan serius," kata ketua SIPRI Jan Eliasson dalam sebuah pernyataan.
"Ini merongrong pencarian solusi damai untuk konflik di seluruh dunia," ujarnya.
SIPRI mengatakan bahwa angka-angka itu termasuk biaya operasi, pembelian senjata dan peralatan serta penelitian dan pengembangan.
Data itu merupakan hasil riset Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), lembaga penelitian yang berbasis di Swedia, yang dirilis hari Rabu (2/5/2018).
Menurut laporan SIPRI, pengeluaran militer dunia pada 2017 diperkirakan mencapai USD 1,73 triliun pada 2017, naik 1,1 persen dari tahun sebelumnya.
AS tetap pemboros terbesar di dunia dengan belanja militer USD610 miliar, tidak berubah dari tahun ke tahun. AS mendominasi 35 persen dari pengeluaran militer global. Nilai itu setara dengan belanja militer tujuh negara tertinggi.
Anggaran pertahanan AS juga diperkirakan akan meningkat secara signifikan tahun ini.
China, di tempat kedua, diperkirakan telah menghabiskan USD228 miliar. Menurut laporan SIPRI, pangsa belanja global China meningkat dua kali lipat sejak 2008 menjadi 13 persen.
Sedangkan Arab Saudi menggantikan Rusia di tempat ketiga, dengan menghabiskan USD69,4 miliar pada 2017.
Militer Rusia di urutan keempat dengan menghabiskan USD66,3 miliar. Anggaran belanja ini turun 20 persen secara riil dan merupakan penurunan pertama sejak 1998. SIPRI mengaitkan penurunan ini dengan sejumlah faktor termasuk jatuhnya harga minyak.
India menggantikan Prancis dengan menempati posisi kelima dengan menghabiskan USD63,9 miliar. Selanjutnya, Prancis (USD 57,8 miliar), Inggris (USD47,2 miliar), Jepang (USD45,4 miliar), Jerman (USD44,3 miliar) dan Korea Selatan (USD39,2 miliar).
Secara keseluruhan, 29 negara sekutu NATO menghabiskan USD900 miliar untuk belanja militer pada tahun 2017, atau menyumbang 52 persen dari total pengeluaran dunia.
Pengeluaran militer di Eropa Tengah dan Eropa Barat meningkat masing-masing sebesar 12 dan 1,7 persen pada tahun 2017. Menurut SIPRI, hal itu dipicu sebagian oleh persepsi ancaman yang berkembang dari Rusia.
"Melanjutkan pengeluaran militer dunia yang tinggi adalah penyebab keprihatinan serius," kata ketua SIPRI Jan Eliasson dalam sebuah pernyataan.
"Ini merongrong pencarian solusi damai untuk konflik di seluruh dunia," ujarnya.
SIPRI mengatakan bahwa angka-angka itu termasuk biaya operasi, pembelian senjata dan peralatan serta penelitian dan pengembangan.
(mas)