Militer Zionis Krisis Parah, Separuh dari Pasukan Israel Menolak Perang di Gaza
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Sekitar separuh dari total pasukan tempur Israel yang baru dibentuk menolak pergi ke Gaza untuk berperang melawan Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya. Kurangnya pelatihan menjadi alasan utama.
Penolakan para tentara Zionis untuk berperang itu menambah parahnya krisis di internal militer Israel.
Sejak perang diluncurkan 7 Oktober 2023, pasukan Zionis menghadapi perlawanan yang sangat keras dari Hamas dan para sekutunya di Gaza. Perlawanan itu telah menimbulkan kerugian besar bagi militer Zionis, termasuk banyaknya kematian personel pasukan khusus mereka.
Krisis itu dimulai pada akhir November, ketika dua perwira Israel dipecat karena melarikan diri bersama unit mereka dari medan perang Gaza dengan alasan bahwa mereka tidak menerima dukungan setelah disergap oleh puluhan pejuang Palestina.
Namun kali ini, hampir setengah dari batalion yang baru dibentuk menolak pergi ke Gaza dengan alasan kurangnya pelatihan. Demikian laporan dari program "Hazet Hayom" KAN pada hari Rabu.
“Tentara cadangan yang dipanggil untuk berlatih sebelum pembentukan Brigade Hashomer...mengkritik keras kesenjangan serius dalam peralatan, profesionalisme, kurangnya tenaga kerja dan terutama fakta bahwa di tengah pelatihan mereka diberitahu bahwa mereka memasuki Jalur Gaza tanpa pelatihan yang diperlukan,” bunyi laporan program media Israel tersebut.
“Yang membuat para tentara takjub, Mayor Jenderal mengumumkan bahwa telah diputuskan untuk membawa batalion jauh ke dalam Jalur Gaza tanpa persiapan,” lanjut laporan tersebut, tanpa menyebutkan sosok mayor jenderal yang dimaksud, sebagaimana dilansir Palestine Chronicle, Kamis (18/1/2024).
Beberapa relawan tentara, lanjut laporan KAN, meninggalkan pelatihan dengan alasan kurangnya kepercayaan dan peralatan. "Kami belum siap untuk mengambil tanggung jawab,” kata para tentara sebelum pergi.
Meskipun militer Israel mengeklaim bahwa 593 tentaranya telah terbunuh dan lebih dari 3.000 orang terluka sejak dimulainya perang, perkiraan medis yang dipublikasikan di surat kabar Israel menunjukkan bahwa jumlahnya jauh lebih tinggi.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh situs berita Israel; Walla, 4.000 tentara Israel menjadi cacat sejak awal perang dan perkiraan menunjukkan bahwa jumlahnya kemungkinan meningkat menjadi 30.000 orang.
Berbagai video yang viral di media sosial memperlihatkan tentara Israel berbicara tentang apa yang mereka alami di Gaza.
“Kami memerangi hantu di Gaza,” adalah kalimat yang digunakan berulang kali, pertama oleh tentara Israel, kemudian oleh media Israel.
Penyebutan "hantu" Gaza terkait dengan taktik perang gerilya yang digunakan Perlawanan Palestina ketika melawan tentara Israel yang menyerang.
Selain cedera fisik, banyak tentara Israel menderita trauma psikologis yang mendalam dan melemahkan.
Yang menarik dari Brigade Hashomer adalah, menurut juru bicara militer Israel yang dikutip oleh KAN, ini adalah brigade cadangan yang dibentuk sekitar sebulan yang lalu di bawah bayang-bayang perang, sebagai respons terhadap kebutuhan operasional pertahanan.
Misi utama brigade ini adalah untuk mengenali kesenjangan logistik dan medis yang sedang ditangani.
Karena infrastruktur personel militer, sebuah brigade tidak dapat berfungsi tanpa separuh pasukannya, karena setiap prajurit menjalankan fungsi tertentu di setiap unit.
Hal ini menunjukkan bahwa militer Israel, yang menderita kerugian besar pada tanggal 7 Oktober di tangan Perlawanan Palestina, masih belum mampu mengatasi akar permasalahannya yang berujung pada kekalahan awal tersebut.
Namun menurut laporan media Israel tersebut, masalahnya lebih besar dari ini.
“Ada tentara yang hingga satu setengah hari sebelum masuk tidak mengenakan baju atau sepatu kedua,” kata seorang tentara cadangan Israel berinisial D kepada KAN.
“Tidak ada petugas medis, tidak ada rompi, para tentara tidak saling kenal. Tidak dapat dipahami bagaimana mereka ingin memasukkan kekuatan seperti itu ke Jalur Gaza—tidak memenuhi syarat dalam arti sebenarnya,” imbuh tentara tersebut.
Penolakan para tentara Zionis untuk berperang itu menambah parahnya krisis di internal militer Israel.
Sejak perang diluncurkan 7 Oktober 2023, pasukan Zionis menghadapi perlawanan yang sangat keras dari Hamas dan para sekutunya di Gaza. Perlawanan itu telah menimbulkan kerugian besar bagi militer Zionis, termasuk banyaknya kematian personel pasukan khusus mereka.
Krisis itu dimulai pada akhir November, ketika dua perwira Israel dipecat karena melarikan diri bersama unit mereka dari medan perang Gaza dengan alasan bahwa mereka tidak menerima dukungan setelah disergap oleh puluhan pejuang Palestina.
Namun kali ini, hampir setengah dari batalion yang baru dibentuk menolak pergi ke Gaza dengan alasan kurangnya pelatihan. Demikian laporan dari program "Hazet Hayom" KAN pada hari Rabu.
“Tentara cadangan yang dipanggil untuk berlatih sebelum pembentukan Brigade Hashomer...mengkritik keras kesenjangan serius dalam peralatan, profesionalisme, kurangnya tenaga kerja dan terutama fakta bahwa di tengah pelatihan mereka diberitahu bahwa mereka memasuki Jalur Gaza tanpa pelatihan yang diperlukan,” bunyi laporan program media Israel tersebut.
“Yang membuat para tentara takjub, Mayor Jenderal mengumumkan bahwa telah diputuskan untuk membawa batalion jauh ke dalam Jalur Gaza tanpa persiapan,” lanjut laporan tersebut, tanpa menyebutkan sosok mayor jenderal yang dimaksud, sebagaimana dilansir Palestine Chronicle, Kamis (18/1/2024).
Beberapa relawan tentara, lanjut laporan KAN, meninggalkan pelatihan dengan alasan kurangnya kepercayaan dan peralatan. "Kami belum siap untuk mengambil tanggung jawab,” kata para tentara sebelum pergi.
Meskipun militer Israel mengeklaim bahwa 593 tentaranya telah terbunuh dan lebih dari 3.000 orang terluka sejak dimulainya perang, perkiraan medis yang dipublikasikan di surat kabar Israel menunjukkan bahwa jumlahnya jauh lebih tinggi.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh situs berita Israel; Walla, 4.000 tentara Israel menjadi cacat sejak awal perang dan perkiraan menunjukkan bahwa jumlahnya kemungkinan meningkat menjadi 30.000 orang.
Berbagai video yang viral di media sosial memperlihatkan tentara Israel berbicara tentang apa yang mereka alami di Gaza.
“Kami memerangi hantu di Gaza,” adalah kalimat yang digunakan berulang kali, pertama oleh tentara Israel, kemudian oleh media Israel.
Penyebutan "hantu" Gaza terkait dengan taktik perang gerilya yang digunakan Perlawanan Palestina ketika melawan tentara Israel yang menyerang.
Selain cedera fisik, banyak tentara Israel menderita trauma psikologis yang mendalam dan melemahkan.
Prajurit Israel Tanpa Baju
Yang menarik dari Brigade Hashomer adalah, menurut juru bicara militer Israel yang dikutip oleh KAN, ini adalah brigade cadangan yang dibentuk sekitar sebulan yang lalu di bawah bayang-bayang perang, sebagai respons terhadap kebutuhan operasional pertahanan.
Misi utama brigade ini adalah untuk mengenali kesenjangan logistik dan medis yang sedang ditangani.
Karena infrastruktur personel militer, sebuah brigade tidak dapat berfungsi tanpa separuh pasukannya, karena setiap prajurit menjalankan fungsi tertentu di setiap unit.
Hal ini menunjukkan bahwa militer Israel, yang menderita kerugian besar pada tanggal 7 Oktober di tangan Perlawanan Palestina, masih belum mampu mengatasi akar permasalahannya yang berujung pada kekalahan awal tersebut.
Namun menurut laporan media Israel tersebut, masalahnya lebih besar dari ini.
“Ada tentara yang hingga satu setengah hari sebelum masuk tidak mengenakan baju atau sepatu kedua,” kata seorang tentara cadangan Israel berinisial D kepada KAN.
“Tidak ada petugas medis, tidak ada rompi, para tentara tidak saling kenal. Tidak dapat dipahami bagaimana mereka ingin memasukkan kekuatan seperti itu ke Jalur Gaza—tidak memenuhi syarat dalam arti sebenarnya,” imbuh tentara tersebut.
(mas)