DeSantis dan Haley Bersaing untuk Menjadi Capres Alternatif Partai Republik
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Gubernur Florida Ron DeSantis dan mantan Duta Besar AS Nikki Haley berulang kali saling menuduh berbohong dalam perdebatan sengit yang mencampurkan kebijakan dengan penghinaan ketika kedua kandidat berjuang untuk menjadi alternatif utama selain Donald Trump hari sebelum pemungutan suara pertama kampanye dilakukan.
Namun dengan absennya sang mantan presiden sekali lagi dari tahap debat, kedua pihak yang bersaing saling mengarahkan sebagian besar amunisi mereka satu sama lain, dan bukan pada kandidat terdepan dalam persaingan.
“Kita tidak membutuhkan politisi bermulut besar lainnya yang hanya memberi tahu Anda apa yang menurutnya ingin Anda dengar hanya untuk mencoba mendapatkan suara Anda, kemudian mendapatkan jabatan dan memenuhi permintaan para donor,” kata DeSantis, dilansir Reuters.
Haley memuji situs web yang dibuat oleh kampanyenya untuk mendokumentasikan apa yang dia katakan sebagai lusinan kebohongan DeSantis dan pada satu titik menyebutnya "sangat putus asa."
Kedua rival ini terlibat dalam perselisihan yang semakin sengit menjelang kaukus Iowa yang pertama di negara itu, Senin, dan hanya ada sedikit waktu tersisa untuk menghentikan langkah Trump menuju pencalonan.
Trump masih mendapat dukungan dari 49% anggota Partai Republik dalam jajak pendapat nasional Reuters/Ipsos yang dirilis pada hari Rabu, jauh di atas Haley di tempat kedua dengan 12%.
Untuk kelima kalinya, Trump melewatkan debat dan malah mengadakan balai kota Fox News di dekat Des Moines, sehingga memberinya platform prime-time dengan penonton televisi yang ramah.
Perdebatan tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah mantan Gubernur New Jersey Chris Christie, seorang kritikus Trump yang keras, mengumumkan diakhirinya kampanye kepresidenannya setelah mendapat sedikit dukungan dari para pemilih Partai Republik.
“Saya lebih memilih kalah dengan mengatakan kebenaran daripada berbohong agar bisa menang,” kata Christie kepada hadirin di balai kota di Windham, sambil mengecam para pesaingnya karena gagal menghadapi Trump secara lebih langsung.
Haley dan DeSantis sama-sama melontarkan kritik terhadap Trump ketika ditanya apakah mantan presiden yang mudah berubah itu memiliki “karakter” untuk menjadi presiden.
Namun dengan absennya sang mantan presiden sekali lagi dari tahap debat, kedua pihak yang bersaing saling mengarahkan sebagian besar amunisi mereka satu sama lain, dan bukan pada kandidat terdepan dalam persaingan.
“Kita tidak membutuhkan politisi bermulut besar lainnya yang hanya memberi tahu Anda apa yang menurutnya ingin Anda dengar hanya untuk mencoba mendapatkan suara Anda, kemudian mendapatkan jabatan dan memenuhi permintaan para donor,” kata DeSantis, dilansir Reuters.
Haley memuji situs web yang dibuat oleh kampanyenya untuk mendokumentasikan apa yang dia katakan sebagai lusinan kebohongan DeSantis dan pada satu titik menyebutnya "sangat putus asa."
Kedua rival ini terlibat dalam perselisihan yang semakin sengit menjelang kaukus Iowa yang pertama di negara itu, Senin, dan hanya ada sedikit waktu tersisa untuk menghentikan langkah Trump menuju pencalonan.
Trump masih mendapat dukungan dari 49% anggota Partai Republik dalam jajak pendapat nasional Reuters/Ipsos yang dirilis pada hari Rabu, jauh di atas Haley di tempat kedua dengan 12%.
Untuk kelima kalinya, Trump melewatkan debat dan malah mengadakan balai kota Fox News di dekat Des Moines, sehingga memberinya platform prime-time dengan penonton televisi yang ramah.
Perdebatan tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah mantan Gubernur New Jersey Chris Christie, seorang kritikus Trump yang keras, mengumumkan diakhirinya kampanye kepresidenannya setelah mendapat sedikit dukungan dari para pemilih Partai Republik.
“Saya lebih memilih kalah dengan mengatakan kebenaran daripada berbohong agar bisa menang,” kata Christie kepada hadirin di balai kota di Windham, sambil mengecam para pesaingnya karena gagal menghadapi Trump secara lebih langsung.
Haley dan DeSantis sama-sama melontarkan kritik terhadap Trump ketika ditanya apakah mantan presiden yang mudah berubah itu memiliki “karakter” untuk menjadi presiden.