Blokade Laut Merah Houthi Bisa Buat Mesin Perang Barat Kelaparan Minyak
loading...
A
A
A
SANAA - Stok minyak Amerika Serikat (AS) berada pada titik terendah dalam 40 tahun dan blokade Laut Merah oleh Houthi dapat memperburuk keadaan bagi Washington.
Maram Susli, yang lebih dikenal sebagai blogger Syria Girl, menjelaskan hal itu kepada podcast New Rules Sputnik.
Angkatan bersenjata Yaman meningkatkan serangan terhadap kapal dagang yang terkait dengan Israel di Laut Merah dalam upaya memaksa rezim kolonial menghentikan operasi daratnya di Jalur Gaza.
Sebagai tanggapan, AS membentuk koalisi 10 negara melawan pemerintah di Sana'a yang dipimpin gerakan Ansarallah yang oleh Barat dijuluki Houthi.
Namun, koalisi tersebut hanya mencakup satu negara Arab, Bahrain, sementara negara tetangga Yaman lainnya sejauh ini ragu-ragu bergabung dengan Operation Prosperity Guardian yang dipimpin AS.
Bisakah mereka ikut-ikutan dengan Washington dalam waktu dekat?
“Sangat menarik untuk melihat apa yang akan dilakukan negara-negara di sekitarnya, karena, tentu saja, kita melihat Arab Saudi berusaha mengalahkan Houthi sejak tahun 2015, yang mengakibatkan banyak penderitaan ekonomi dan ketidakstabilan di Arab Saudi,” ujar Susli kepada Sputnik.
“Dan baru sekarang mereka akhirnya membuat semacam gencatan senjata atau perjanjian perdamaian dengan Iran dan mereka berdua bergabung dengan BRICS. Saya tidak tahu apakah Arab Saudi bersedia membahayakan hal itu, untuk berdiri bersama Amerika Serikat dalam memerangi konflik. Houthi dalam perang ini, terutama karena hal ini akan dianggap di seluruh wilayah sebagai Arab Saudi yang berpihak pada Israel, karena apa yang terjadi saat ini adalah Houthi tidak menyerang kapal-kapal yang tidak berhubungan dengan Israel,” ungkap dia.
Para pengamat mengatakan AS mungkin akan menyerang lokasi peluncuran di Yaman, seperti yang mereka lakukan sebelumnya pada tahun 2016.
Maram Susli, yang lebih dikenal sebagai blogger Syria Girl, menjelaskan hal itu kepada podcast New Rules Sputnik.
Angkatan bersenjata Yaman meningkatkan serangan terhadap kapal dagang yang terkait dengan Israel di Laut Merah dalam upaya memaksa rezim kolonial menghentikan operasi daratnya di Jalur Gaza.
Sebagai tanggapan, AS membentuk koalisi 10 negara melawan pemerintah di Sana'a yang dipimpin gerakan Ansarallah yang oleh Barat dijuluki Houthi.
Namun, koalisi tersebut hanya mencakup satu negara Arab, Bahrain, sementara negara tetangga Yaman lainnya sejauh ini ragu-ragu bergabung dengan Operation Prosperity Guardian yang dipimpin AS.
Bisakah mereka ikut-ikutan dengan Washington dalam waktu dekat?
“Sangat menarik untuk melihat apa yang akan dilakukan negara-negara di sekitarnya, karena, tentu saja, kita melihat Arab Saudi berusaha mengalahkan Houthi sejak tahun 2015, yang mengakibatkan banyak penderitaan ekonomi dan ketidakstabilan di Arab Saudi,” ujar Susli kepada Sputnik.
“Dan baru sekarang mereka akhirnya membuat semacam gencatan senjata atau perjanjian perdamaian dengan Iran dan mereka berdua bergabung dengan BRICS. Saya tidak tahu apakah Arab Saudi bersedia membahayakan hal itu, untuk berdiri bersama Amerika Serikat dalam memerangi konflik. Houthi dalam perang ini, terutama karena hal ini akan dianggap di seluruh wilayah sebagai Arab Saudi yang berpihak pada Israel, karena apa yang terjadi saat ini adalah Houthi tidak menyerang kapal-kapal yang tidak berhubungan dengan Israel,” ungkap dia.
Para pengamat mengatakan AS mungkin akan menyerang lokasi peluncuran di Yaman, seperti yang mereka lakukan sebelumnya pada tahun 2016.