6 Negara yang Gagal Memindahkan Ibu Kota, Myanmar hingga Australia
loading...
A
A
A
Menurut Profesor Michele Acuto, seorang pakar politik dan perencanaan kota dari Universitas Melbourne, kekuatan ekonomi Australia terlihat terpisah dari pusat kekuasaan politik (Canberra) lebih dari seratus tahun setelah pemindahan Ibu Kota dari Sydney ke Canberra
Kondisi ibu kota de facto baru Korea Selatan di Sejong hampir mirip dengan situasi di Putrajaya, Malaysia. Banyak pegawai pemerintah di Korea Selatan yang menolak dipindahkan dari Seoul ke Sejong dengan alasan tidak ingin melakukan perjalanan bolak-balik ke Seoul setiap minggunya. Selain itu, kehidupan sosial mereka sebagian besar berpusat di Seoul. Mereka menganggap Sejong sebagai kota yang "tidak memiliki jiwa".
Pada 1997, Kazakhstan memindahkan ibu kota negara dari Almaty ke Astana karena kota sebelumnya sudah terlalu padat dan rawan gempa. Kazhakstan diklaim mengalami tekanan ekonomi setelah memindahkan ibu kota negara ke Astana. Selain itu, penduduk juga tidak tertarik untuk pindah ke ibu kota yang baru sehingga Astana hanya diisi oleh aparatur negara.
Tanzania memindahkan ibu kota negara dari Dar es Salaam ke Dodoma pada 1970-an. Namun pemindahan dinilai gagal karena lambatnya perkembangan di ibu kota negara yang baru tersebut dan Dar es Salaam justru malah lebih berkembang. Meski Majelis Nasional Tanzania sudah dipindahkan ke Dodoma, namun seluruh kedutaan asing dan kantor pemerintahan masih ada di Dar es Salam
Bolivia memiliki dua ibu kota: Sucre dan La Paz. Sucre merupakan ibu kota tunggal hingga tahun 1899, ketika kalah dalam perang saudara singkat melawan La Paz. Setelah itu, parlemen dan pelayanan sipil pindah ke kota terbesar Bolivia, La Paz, sementara kekuasaan yudikatif tetap berada di Sucre.
Sucre, yang terletak di tengah negara, merupakan tempat Bolivia didirikan pada tahun 1825. Kota ini memiliki populasi hanya sekitar 250.000 orang, dibandingkan dengan 1,7 juta orang di La Paz.
Pada 2007, diusulkan untuk memindahkan parlemen dan pemerintahan kembali ke Sucre. Namun, usulan ini memicu protes massal di La Paz yang digambarkan sebagai protes terbesar yang pernah terjadi di sana.
Usaha untuk memindahkan pusat pemerintahan kembali ke Sucre akhirnya ditinggalkan, dan hingga saat ini Bolivia masih memiliki dua ibu kota. Ide ini muncul sebagai hasil dari persaingan regional antara pendukung Presiden Evo Morales di dataran tinggi barat yang miskin dan lawan-lawannya di wilayah timur yang lebih makmur.
Dengan demikian, Bolivia memiliki Sucre sebagai ibu kota konstitusional dan sejarah, sementara La Paz menjadi ibu kota administratif. Perbedaan ini mencerminkan dinamika politik dan sejarah Bolivia yang kompleks.
3.Korea Selatan
Kondisi ibu kota de facto baru Korea Selatan di Sejong hampir mirip dengan situasi di Putrajaya, Malaysia. Banyak pegawai pemerintah di Korea Selatan yang menolak dipindahkan dari Seoul ke Sejong dengan alasan tidak ingin melakukan perjalanan bolak-balik ke Seoul setiap minggunya. Selain itu, kehidupan sosial mereka sebagian besar berpusat di Seoul. Mereka menganggap Sejong sebagai kota yang "tidak memiliki jiwa".
4. Kazakhstan
Pada 1997, Kazakhstan memindahkan ibu kota negara dari Almaty ke Astana karena kota sebelumnya sudah terlalu padat dan rawan gempa. Kazhakstan diklaim mengalami tekanan ekonomi setelah memindahkan ibu kota negara ke Astana. Selain itu, penduduk juga tidak tertarik untuk pindah ke ibu kota yang baru sehingga Astana hanya diisi oleh aparatur negara.
5.Tanzania
Tanzania memindahkan ibu kota negara dari Dar es Salaam ke Dodoma pada 1970-an. Namun pemindahan dinilai gagal karena lambatnya perkembangan di ibu kota negara yang baru tersebut dan Dar es Salaam justru malah lebih berkembang. Meski Majelis Nasional Tanzania sudah dipindahkan ke Dodoma, namun seluruh kedutaan asing dan kantor pemerintahan masih ada di Dar es Salam
6. Bolivia
Bolivia memiliki dua ibu kota: Sucre dan La Paz. Sucre merupakan ibu kota tunggal hingga tahun 1899, ketika kalah dalam perang saudara singkat melawan La Paz. Setelah itu, parlemen dan pelayanan sipil pindah ke kota terbesar Bolivia, La Paz, sementara kekuasaan yudikatif tetap berada di Sucre.
Sucre, yang terletak di tengah negara, merupakan tempat Bolivia didirikan pada tahun 1825. Kota ini memiliki populasi hanya sekitar 250.000 orang, dibandingkan dengan 1,7 juta orang di La Paz.
Pada 2007, diusulkan untuk memindahkan parlemen dan pemerintahan kembali ke Sucre. Namun, usulan ini memicu protes massal di La Paz yang digambarkan sebagai protes terbesar yang pernah terjadi di sana.
Usaha untuk memindahkan pusat pemerintahan kembali ke Sucre akhirnya ditinggalkan, dan hingga saat ini Bolivia masih memiliki dua ibu kota. Ide ini muncul sebagai hasil dari persaingan regional antara pendukung Presiden Evo Morales di dataran tinggi barat yang miskin dan lawan-lawannya di wilayah timur yang lebih makmur.
Dengan demikian, Bolivia memiliki Sucre sebagai ibu kota konstitusional dan sejarah, sementara La Paz menjadi ibu kota administratif. Perbedaan ini mencerminkan dinamika politik dan sejarah Bolivia yang kompleks.
(wyn)