Anggap Teroris, Tentara Myanmar Akui Bantai 10 Muslim Rohingya
A
A
A
NAYPYIDAW - Tentara Myanmar mengakui telah membantai 10 warga Muslim Rohingya yang mayatnya ditemukan di sebuah kuburan massal di negara bagian Rakhine. Militer menganggap mereka yang dibunuh sebagai teroris Bengali yang jadi tawanan.
Pengakuan ini baru pertama kali dibuat militer Myanmar sejak meluncurkan “operasi pembersihan” di wilayah komunitas Rohingya Agustus lalu.
Dalam pengakuan tersebut, selain tentara, kelompok Buddha garis keras juga terlibat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelumnya telah menggambarkan operasi militer Myanmar di Rakhine sebagai pembersihan etnis. Menurut laporan PBB, militer tak hanya membunuh, tapi juga menyiksa dan memerkosa para perempuan Rohingya salama menjalankan operasi.
Operasi militer itu digelar setelah kelompok militan Rohingya, ARSA, menyerang pos-pos polisi dan militer yang menewaskan belasan petugas pada Agustus.
Meski mengakui pembantaian tersebut, pasukan militer Myanmar tetap menolak tuduhan bahwa operasi yang mereka jalankan sebagai kesalahan.
Pengakuan militer dirilis di halaman Facebook resminya pada 10 Januari 2017. Pemerintah dan militer menolak menggunakan istilah “Rohingya” untuk menyebut komunitas Muslim di Rakhine serta orang-orang yang ditargetkan dalam operasi militer.
Bagi pemerintah, kelompok minoritas itu statusnya adalah imigran gelap asal Bangladesh.
Tentara Myanmar berdalih sepuluh orang yang mereka bunuh merupakan pembalasan karena para korban telah mengancam dan memprovokasi umat Buddha setempat.
Kesepuluh mayat korban tersebut ditemukan pada bulan Desember di sebuah kuburan massal di dekat sebuah pemakaman di Desa Din Din.
”Memang benar bahwa baik penduduk desa maupun aparat keamanan mengakui bahwa mereka membunuh 10 teroris Bengali,” bunyi pernyataan tersebut.
”Tentara bertanggung jawab atas mereka pembunuhan. Insiden ini terjadi karena penduduk desa etnis Buddha diancam dan diprovokasi oleh para teroris,” lanjut pernyataan militer.
Komunitas Buddha Rakhine, lanjut militer, marah dan ingin membunuh para tawanan tersebut sebagai pembalasan. Pasukan militer kemudian menggiring para tawanan ke sebuah lokasi kuburan massal dan menembak mati mereka.
Mengutip laporan Reuters, Kamis (11/1/2018), pengakuan itu dirangkum dari investigasi militer dipimpin oleh Letnan Jenderal Aye Win, perwira yang bertugas untuk penyelidikan lebih luas mengenai konflik di Rakhine.
Pengakuan ini baru pertama kali dibuat militer Myanmar sejak meluncurkan “operasi pembersihan” di wilayah komunitas Rohingya Agustus lalu.
Dalam pengakuan tersebut, selain tentara, kelompok Buddha garis keras juga terlibat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelumnya telah menggambarkan operasi militer Myanmar di Rakhine sebagai pembersihan etnis. Menurut laporan PBB, militer tak hanya membunuh, tapi juga menyiksa dan memerkosa para perempuan Rohingya salama menjalankan operasi.
Operasi militer itu digelar setelah kelompok militan Rohingya, ARSA, menyerang pos-pos polisi dan militer yang menewaskan belasan petugas pada Agustus.
Meski mengakui pembantaian tersebut, pasukan militer Myanmar tetap menolak tuduhan bahwa operasi yang mereka jalankan sebagai kesalahan.
Pengakuan militer dirilis di halaman Facebook resminya pada 10 Januari 2017. Pemerintah dan militer menolak menggunakan istilah “Rohingya” untuk menyebut komunitas Muslim di Rakhine serta orang-orang yang ditargetkan dalam operasi militer.
Bagi pemerintah, kelompok minoritas itu statusnya adalah imigran gelap asal Bangladesh.
Tentara Myanmar berdalih sepuluh orang yang mereka bunuh merupakan pembalasan karena para korban telah mengancam dan memprovokasi umat Buddha setempat.
Kesepuluh mayat korban tersebut ditemukan pada bulan Desember di sebuah kuburan massal di dekat sebuah pemakaman di Desa Din Din.
”Memang benar bahwa baik penduduk desa maupun aparat keamanan mengakui bahwa mereka membunuh 10 teroris Bengali,” bunyi pernyataan tersebut.
”Tentara bertanggung jawab atas mereka pembunuhan. Insiden ini terjadi karena penduduk desa etnis Buddha diancam dan diprovokasi oleh para teroris,” lanjut pernyataan militer.
Komunitas Buddha Rakhine, lanjut militer, marah dan ingin membunuh para tawanan tersebut sebagai pembalasan. Pasukan militer kemudian menggiring para tawanan ke sebuah lokasi kuburan massal dan menembak mati mereka.
Mengutip laporan Reuters, Kamis (11/1/2018), pengakuan itu dirangkum dari investigasi militer dipimpin oleh Letnan Jenderal Aye Win, perwira yang bertugas untuk penyelidikan lebih luas mengenai konflik di Rakhine.
(mas)