Dewan Keamanan PBB Bakal Gelar Voting untuk Gencatan Senjata di Jalur Gaza
loading...
A
A
A
NEW YORK - Dewan Keamanan PBB akan bertemu dalam beberapa jam ke depan untuk memutuskan apakah akan menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza .
Hal ini terjadi dua hari setelah Sekjen PBB Antonio Guterres mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan menerapkan Pasal 99 piagam PBB.
Ini adalah langkah dramatis yang diambil oleh seorang Sekjen PBB selama beberapa dekade.
Langkah ini memungkinkan Sekjen PBB untuk menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB masalah apa pun yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Dilansir dari BBC, Jumat (8/12/2023), Uni Emirat Arab telah menyiapkan rancangan resolusi yang nantinya akan dilakukan pemungutan suara. Itu memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis atau Inggris untuk meloloskannya.
Sebelumnya Guterres mengambil langkah yang jarang terjadi menyikapi seragan membabi buta Israel di Jalur Gaza. Pria Portugal itu mengadopsi Pasal 99 Piagam PBB untuk secara resmi memperingatkan DK PBB mengenai ancaman global yang ditimbulkan oleh serangan gencar Israel di Jalur Gaza.
"Ini penting. Penduduk sipil harus terhindar dari bahaya yang lebih besar. Dengan gencatan senjata kemanusiaan, sarana untuk bertahan hidup dapat dipulihkan, dan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan dengan aman dan tepat waktu di seluruh Jalur Gaza,” tegas dia.
“Warga sipil di seluruh Gaza menghadapi bahaya besar,” papar Sekretaris Jenderal PBB, seraya menambahkan, sejak dimulainya agresi Israel di Jalur Gaza, “Lebih dari 15.000 orang dilaporkan tewas, lebih dari 40% di antaranya adalah anak-anak. Ribuan lainnya terluka. Lebih dari separuh rumah telah hancur. Sekitar 80% dari 2,2 juta penduduk telah terpaksa mengungsi ke wilayah yang semakin kecil.”
“Lebih dari 1,1 juta orang mencari perlindungan di fasilitas UNRWA di seluruh Gaza, sehingga menciptakan kondisi yang penuh sesak, tidak bermartabat, dan tidak higienis. Yang lainnya tidak punya tempat untuk berlindung dan mendapati diri mereka berada di jalanan. Sisa-sisa perang yang bersifat eksplosif membuat wilayah tersebut tidak dapat dihuni. Tidak ada perlindungan efektif terhadap warga sipil,” ujar dia.
Hal ini terjadi dua hari setelah Sekjen PBB Antonio Guterres mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan menerapkan Pasal 99 piagam PBB.
Ini adalah langkah dramatis yang diambil oleh seorang Sekjen PBB selama beberapa dekade.
Langkah ini memungkinkan Sekjen PBB untuk menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB masalah apa pun yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Dilansir dari BBC, Jumat (8/12/2023), Uni Emirat Arab telah menyiapkan rancangan resolusi yang nantinya akan dilakukan pemungutan suara. Itu memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis atau Inggris untuk meloloskannya.
Sebelumnya Guterres mengambil langkah yang jarang terjadi menyikapi seragan membabi buta Israel di Jalur Gaza. Pria Portugal itu mengadopsi Pasal 99 Piagam PBB untuk secara resmi memperingatkan DK PBB mengenai ancaman global yang ditimbulkan oleh serangan gencar Israel di Jalur Gaza.
"Ini penting. Penduduk sipil harus terhindar dari bahaya yang lebih besar. Dengan gencatan senjata kemanusiaan, sarana untuk bertahan hidup dapat dipulihkan, dan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan dengan aman dan tepat waktu di seluruh Jalur Gaza,” tegas dia.
“Warga sipil di seluruh Gaza menghadapi bahaya besar,” papar Sekretaris Jenderal PBB, seraya menambahkan, sejak dimulainya agresi Israel di Jalur Gaza, “Lebih dari 15.000 orang dilaporkan tewas, lebih dari 40% di antaranya adalah anak-anak. Ribuan lainnya terluka. Lebih dari separuh rumah telah hancur. Sekitar 80% dari 2,2 juta penduduk telah terpaksa mengungsi ke wilayah yang semakin kecil.”
“Lebih dari 1,1 juta orang mencari perlindungan di fasilitas UNRWA di seluruh Gaza, sehingga menciptakan kondisi yang penuh sesak, tidak bermartabat, dan tidak higienis. Yang lainnya tidak punya tempat untuk berlindung dan mendapati diri mereka berada di jalanan. Sisa-sisa perang yang bersifat eksplosif membuat wilayah tersebut tidak dapat dihuni. Tidak ada perlindungan efektif terhadap warga sipil,” ujar dia.