China Ingin Donald Trump Kalah dalam Pilpres 2020 AS
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pejabat tinggi kontraintelijen Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa Rusia, China dan Iran akan mencoba untuk ikut campur dalam pemilihan presiden ( pilpres ) 2020 di Amerika. Pejabat itu menyebut China menginginkan kandidat petahana Partai Republik, Donald Trump , kalah dalam pilpres November mendatang karena sosoknya sulit diprediksi.
Dalam pernyataan publik yang tidak biasa, Direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional (NCSC); William Evanina, mengatakan ketiga negara yang dia sebutkan menggunakan disinformasi online dan cara lain untuk mencoba memengaruhi pemilih, menimbulkan kekacauan, dan merusak kepercayaan pemilih Amerika dalam proses demokrasi.
"Kami menilai bahwa China lebih suka Presiden Trump—yang menurut Beijing tidak dapat diprediksi—tidak memenangkan pemilihan ulang," kata Evanina. (Baca: Rusia dan Iran Ejek Hadiah Tangkap Peretas Pengacau Pilpres AS )
"China telah memperluas upaya pengaruhnya menjelang November 2020 untuk membentuk lingkungan kebijakan di Amerika Serikat, menekan para tokoh politik yang dipandangnya bertentangan dengan kepentingan China, dan menangkis serta melawan kritik terhadap China," ujarnya pada hari Jumat, yang dilansir AFP, Sabtu (8/8/2020).
Dia menunjuk pada kritik China terhadap penanganan Trump terhadap epidemi virus corona, penutupan konsulat China di Houston oleh AS, dan sikap pemerintah AS terhadap tindakan China di Hong Kong dan Laut China Selatan.
"Beijing menyadari bahwa semua upaya ini mungkin memengaruhi pemilihan presiden," kata Evanina.
Musuh asing, lanjut dia, juga mungkin mencoba mengganggu sistem pemilu AS dengan mencoba menyabotase proses pemungutan suara, mencuri data pemilu , atau mempertanyakan validitas hasil pemilu.
"Akan sulit bagi musuh kita untuk mengganggu atau memanipulasi hasil pemungutan suara dalam skala besar," papar Evanina. Dia menambahkan bahwa Rusia berupaya melemahkan kandidat presiden Partai Demokrat, Joe Biden, dalam pilpres November mendatang. (Baca juga: Trump Mulain Mainkan Isu Agama, Sebut Biden Melawan Tuhan )
Berbagai tinjauan oleh badan intelijen AS telah menyimpulkan bahwa Rusia bertindak untuk meningkatkan kampanye Trump tahun 2016 dan mengurangi peluang saingannya; Hillary Clinton, dalam pemilu kala itu. Trump telah lama marah pada temuan itu, yang dibantah Rusia.
Evanina memperingatkan pada hari Jumat bahwa Rusia sudah mengejar mantan Wakil Presiden Biden dan apa yang dianggapnya sebagai "pembentuk" AS yang anti-Rusia.
Dalam pernyataan publik yang tidak biasa, Direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional (NCSC); William Evanina, mengatakan ketiga negara yang dia sebutkan menggunakan disinformasi online dan cara lain untuk mencoba memengaruhi pemilih, menimbulkan kekacauan, dan merusak kepercayaan pemilih Amerika dalam proses demokrasi.
"Kami menilai bahwa China lebih suka Presiden Trump—yang menurut Beijing tidak dapat diprediksi—tidak memenangkan pemilihan ulang," kata Evanina. (Baca: Rusia dan Iran Ejek Hadiah Tangkap Peretas Pengacau Pilpres AS )
"China telah memperluas upaya pengaruhnya menjelang November 2020 untuk membentuk lingkungan kebijakan di Amerika Serikat, menekan para tokoh politik yang dipandangnya bertentangan dengan kepentingan China, dan menangkis serta melawan kritik terhadap China," ujarnya pada hari Jumat, yang dilansir AFP, Sabtu (8/8/2020).
Dia menunjuk pada kritik China terhadap penanganan Trump terhadap epidemi virus corona, penutupan konsulat China di Houston oleh AS, dan sikap pemerintah AS terhadap tindakan China di Hong Kong dan Laut China Selatan.
"Beijing menyadari bahwa semua upaya ini mungkin memengaruhi pemilihan presiden," kata Evanina.
Musuh asing, lanjut dia, juga mungkin mencoba mengganggu sistem pemilu AS dengan mencoba menyabotase proses pemungutan suara, mencuri data pemilu , atau mempertanyakan validitas hasil pemilu.
"Akan sulit bagi musuh kita untuk mengganggu atau memanipulasi hasil pemungutan suara dalam skala besar," papar Evanina. Dia menambahkan bahwa Rusia berupaya melemahkan kandidat presiden Partai Demokrat, Joe Biden, dalam pilpres November mendatang. (Baca juga: Trump Mulain Mainkan Isu Agama, Sebut Biden Melawan Tuhan )
Berbagai tinjauan oleh badan intelijen AS telah menyimpulkan bahwa Rusia bertindak untuk meningkatkan kampanye Trump tahun 2016 dan mengurangi peluang saingannya; Hillary Clinton, dalam pemilu kala itu. Trump telah lama marah pada temuan itu, yang dibantah Rusia.
Evanina memperingatkan pada hari Jumat bahwa Rusia sudah mengejar mantan Wakil Presiden Biden dan apa yang dianggapnya sebagai "pembentuk" AS yang anti-Rusia.