5 Bayi Prematur Ditemukan Membusuk di Puing Rumah Sakit Gaza yang Dibom Israel
loading...
![5 Bayi Prematur Ditemukan...](https://pict.sindonews.net/webp/732/pena/news/2023/11/30/43/1264813/5-bayi-prematur-ditemukan-tewas-di-puing-rumah-sakit-gaza-yang-dibom-israel-sac.webp)
Cuplikan dari media Emirat menunjukkan bayi prematur yang membusuk di Rumah Sakit al-Nasr. Foto/Al-Mashhad
A
A
A
JALUR GAZA - Mayat lima bayi prematur Palestina dilaporkan ditemukan di Rumah Sakit al-Nasr ketika wartawan dan pekerja bantuan menyisir sisa-sisa fasilitas kesehatan yang dibom Israel.
Penemuan itu terjadi selama gencatan senjata di Jalur Gaza. Serangan brutal Israel di wilayah itu telah menewaskan lebih dari 16.000 warga Palestina.
Jurnalis dari saluran TV Emirat Al-Mashhad menemukan sisa-sisa jasad anak-anak yang membusuk, yang tidak termasuk di antara mereka yang dievakuasi dari rumah sakit anak-anak itu setelah pasukan Israel memerintahkan pasien dan staf untuk pergi pada 10 November 2023.
Rekaman yang dirilis saluran tersebut, yang belum dapat diverifikasi secara independen oleh Middle East Eye, menunjukkan bayi-bayi tersebut masih terbaring di ranjang rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Mustafa al-Kahlot mengatakan dalam pernyataan kepada Euro-Med Human Rights Monitor bahwa dia mengirimkan permohonan kepada kelompok bantuan, termasuk Komite Palang Merah Internasional (ICRC), tentang lima bayi tersebut sebelum kematian mereka tetapi tidak mendapat tanggapan.
Kelompok hak asasi manusia tersebut menyerukan tentara Israel untuk “bertanggung jawab” atas kematian anak-anak tersebut dan mengkritik ICRC, yang membantu evakuasi dari rumah sakit, karena gagal memberikan bantuan.
Middle East Eye menghubungi ICRC untuk meminta pernyataan, namun belum menerima tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Lebih dari 16.000 warga Palestina, lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, telah terbunuh oleh serangan brutal Israel di Gaza.
Sebanyak 22 rumah sakit di Gaza, termasuk beberapa di wilayah selatan, telah dipaksa oleh tentara Israel untuk dievakuasi atau dijadikan sasaran rudal sejak 7 Oktober.
Banyak dokter menolak mematuhi perintah Israel ini, dengan alasan kurangnya langkah-langkah keamanan bagi pasien dan jaminan kepulangan.
Ketika tentara Israel memperluas serangan daratnya di Gaza, tank dan pasukan infanteri mengepung beberapa rumah sakit di Kota Gaza dan Gaza utara.
Pasien dan ribuan orang yang berlindung di rumah sakit tersebut akhirnya dipaksa keluar di bawah todongan senjata, antara lain di Rumah Sakit al-Shifa, al-Rantisi dan Rumah Sakit Indonesia.
Selama pengepungan terhadap rumah sakit dan pengusiran paksa berikutnya, tidak ada bantuan atau tindakan keselamatan yang diberikan kepada pasien atau staf medis, menurut saksi mata.
Mereka yang terjebak di rumah sakit itu bertahan tanpa makanan, air atau listrik, termasuk bayi prematur di inkubator, pasien ICU, orang yang terluka akibat serangan udara dan pasien lanjut usia yang menjalani perawatan dialisis.
Dalam kondisi ini, sebanyak 50 pasien meninggal selama pengepungan pasukan kolonial Israel di Rumah Sakit al-Shifa saja.
Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Harris mengatakan pada pengarahan PBB di Jenewa pada Selasa bahwa runtuhnya Rumah Sakit al-Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza adalah sebuah “tragedi”.
Dia menambahkan bahwa staf medisnya telah ditahan oleh pasukan Israel selama operasi evakuasi WHO.
James Elder, juru bicara Badan Anak-anak PBB di Gaza, mengatakan rumah sakit di daerah kantong tersebut penuh dengan anak-anak yang terluka akibat pemboman Israel dan menderita gastroenteritis karena meminum air kotor.
“Saya bertemu banyak orang tua… Mereka tahu persis apa yang dibutuhkan anak-anak mereka. Mereka tidak memiliki akses terhadap air bersih dan ini melumpuhkan mereka,” pungkas dia.
Penemuan itu terjadi selama gencatan senjata di Jalur Gaza. Serangan brutal Israel di wilayah itu telah menewaskan lebih dari 16.000 warga Palestina.
Jurnalis dari saluran TV Emirat Al-Mashhad menemukan sisa-sisa jasad anak-anak yang membusuk, yang tidak termasuk di antara mereka yang dievakuasi dari rumah sakit anak-anak itu setelah pasukan Israel memerintahkan pasien dan staf untuk pergi pada 10 November 2023.
Rekaman yang dirilis saluran tersebut, yang belum dapat diverifikasi secara independen oleh Middle East Eye, menunjukkan bayi-bayi tersebut masih terbaring di ranjang rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Mustafa al-Kahlot mengatakan dalam pernyataan kepada Euro-Med Human Rights Monitor bahwa dia mengirimkan permohonan kepada kelompok bantuan, termasuk Komite Palang Merah Internasional (ICRC), tentang lima bayi tersebut sebelum kematian mereka tetapi tidak mendapat tanggapan.
Kelompok hak asasi manusia tersebut menyerukan tentara Israel untuk “bertanggung jawab” atas kematian anak-anak tersebut dan mengkritik ICRC, yang membantu evakuasi dari rumah sakit, karena gagal memberikan bantuan.
Middle East Eye menghubungi ICRC untuk meminta pernyataan, namun belum menerima tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Lebih dari 16.000 warga Palestina, lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, telah terbunuh oleh serangan brutal Israel di Gaza.
Sebanyak 22 rumah sakit di Gaza, termasuk beberapa di wilayah selatan, telah dipaksa oleh tentara Israel untuk dievakuasi atau dijadikan sasaran rudal sejak 7 Oktober.
Banyak dokter menolak mematuhi perintah Israel ini, dengan alasan kurangnya langkah-langkah keamanan bagi pasien dan jaminan kepulangan.
Ketika tentara Israel memperluas serangan daratnya di Gaza, tank dan pasukan infanteri mengepung beberapa rumah sakit di Kota Gaza dan Gaza utara.
Pasien dan ribuan orang yang berlindung di rumah sakit tersebut akhirnya dipaksa keluar di bawah todongan senjata, antara lain di Rumah Sakit al-Shifa, al-Rantisi dan Rumah Sakit Indonesia.
Selama pengepungan terhadap rumah sakit dan pengusiran paksa berikutnya, tidak ada bantuan atau tindakan keselamatan yang diberikan kepada pasien atau staf medis, menurut saksi mata.
Mereka yang terjebak di rumah sakit itu bertahan tanpa makanan, air atau listrik, termasuk bayi prematur di inkubator, pasien ICU, orang yang terluka akibat serangan udara dan pasien lanjut usia yang menjalani perawatan dialisis.
Dalam kondisi ini, sebanyak 50 pasien meninggal selama pengepungan pasukan kolonial Israel di Rumah Sakit al-Shifa saja.
Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Harris mengatakan pada pengarahan PBB di Jenewa pada Selasa bahwa runtuhnya Rumah Sakit al-Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza adalah sebuah “tragedi”.
Dia menambahkan bahwa staf medisnya telah ditahan oleh pasukan Israel selama operasi evakuasi WHO.
James Elder, juru bicara Badan Anak-anak PBB di Gaza, mengatakan rumah sakit di daerah kantong tersebut penuh dengan anak-anak yang terluka akibat pemboman Israel dan menderita gastroenteritis karena meminum air kotor.
“Saya bertemu banyak orang tua… Mereka tahu persis apa yang dibutuhkan anak-anak mereka. Mereka tidak memiliki akses terhadap air bersih dan ini melumpuhkan mereka,” pungkas dia.
(sya)