Menang Pemilu, Politisi Anti-Islam Belanda Incar Kursi Perdana Menteri
loading...
A
A
A
AMSTERDAM - Tokoh populis sayap kanan Belanda Geert Wilders ingin menjadi perdana menteri (PM) negara itu berikutnya dan akan memfokuskan upayanya untuk membatasi imigrasi. Ini menyusul kemenangan penting partainya dalam pemilu yang akan berdampak pada Negeri Kincir Angin dan negara-negara lain.
Wilders merupakan penggemar mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban yang skeptis terhadap Euro. Wilders secara terbuka anti-Islam dan anti-Uni Eropa serta mengatakan "Belanda akan dikembalikan ke tangan Belanda."
Namun ide-idenya yang paling radikal – dan khususnya rencana untuk mengeluarkan negara tersebut dari Uni Eropa atau melarang Al-Quran – akan ditolak oleh partai-partai lain yang harus ia ajak bekerja sama untuk membentuk pemerintahan koalisi, yang berarti ia harus berkompromi.
Hal ini tidak menghentikan rekan-rekan populis di seluruh benua untuk menyambut kemenangannya sebagai hal yang menunjukkan bahwa “Eropa baru mungkin terjadi.”
Mengalahkan semua prediksi, Partai Kebebasan (PVV) yang mengusung Wilders memenangkan 37 kursi dari 150 kursi pada hari Rabu. Jumlah ini jauh di atas 25 kursi untuk Partai Buruh/Hijau dan 24 kursi untuk Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) yang konservatif yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mark Rutte yang akan habis masa jabatannya. Pembicaraan koalisi diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan.
“Saya akan sangat senang menjadi perdana menteri Belanda, tentu saja,” kata Wilders kepada anggota partai yang menyambutnya dengan sampanye dan kue, seraya menambahkan bahwa dia bersedia untuk bernegosiasi.
“Kami sangat ingin melakukan hal itu, karena hal ini memberi kami banyak tanggung jawab, kemenangan besar dalam pemilu Belanda, dan kami benar-benar ingin mewujudkannya,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (23/11/2023).
Wilders mengatakan dia mendukung referendum mengenai apakah Belanda harus meninggalkan Uni Eropa.
“Tetapi hal pertama yang harus dilakukan adalah pembatasan besar terhadap suaka dan imigrasi,” ujar Wilders.
Wilders merupakan penggemar mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban yang skeptis terhadap Euro. Wilders secara terbuka anti-Islam dan anti-Uni Eropa serta mengatakan "Belanda akan dikembalikan ke tangan Belanda."
Namun ide-idenya yang paling radikal – dan khususnya rencana untuk mengeluarkan negara tersebut dari Uni Eropa atau melarang Al-Quran – akan ditolak oleh partai-partai lain yang harus ia ajak bekerja sama untuk membentuk pemerintahan koalisi, yang berarti ia harus berkompromi.
Hal ini tidak menghentikan rekan-rekan populis di seluruh benua untuk menyambut kemenangannya sebagai hal yang menunjukkan bahwa “Eropa baru mungkin terjadi.”
Mengalahkan semua prediksi, Partai Kebebasan (PVV) yang mengusung Wilders memenangkan 37 kursi dari 150 kursi pada hari Rabu. Jumlah ini jauh di atas 25 kursi untuk Partai Buruh/Hijau dan 24 kursi untuk Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) yang konservatif yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mark Rutte yang akan habis masa jabatannya. Pembicaraan koalisi diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan.
“Saya akan sangat senang menjadi perdana menteri Belanda, tentu saja,” kata Wilders kepada anggota partai yang menyambutnya dengan sampanye dan kue, seraya menambahkan bahwa dia bersedia untuk bernegosiasi.
“Kami sangat ingin melakukan hal itu, karena hal ini memberi kami banyak tanggung jawab, kemenangan besar dalam pemilu Belanda, dan kami benar-benar ingin mewujudkannya,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (23/11/2023).
Baca Juga
Wilders mengatakan dia mendukung referendum mengenai apakah Belanda harus meninggalkan Uni Eropa.
“Tetapi hal pertama yang harus dilakukan adalah pembatasan besar terhadap suaka dan imigrasi,” ujar Wilders.