Negara-negara Arab Tak Mau Kerahkan Pasukan ke Gaza yang Kacau Dibombardir Israel
loading...
A
A
A
MANAMA - Negara-negara Arab tidak memiliki rencana untuk mendaratkan pasukan ke Gaza sebagai bagian dari pembangunan perdamaian pasca-konflik setelah wilayah kantong Palestina itu kacau dibombardir Israel.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Yordania Ayman Safadi di Bahrain pada hari Sabtu. Dia mengatakan dunia Arab tidak akan “membersihkan kekacauan” yang dibuat oleh Israel setelah perang antara militer Zionis Israel dengan Hamas berakhir.
Nasib Gaza pasca-konflik telah muncul sebagai topik mendesak di tengah berlanjutnya pertempuran antara Israel dan Hamas. Pada awal November, sekitar sebulan setelah eskalasi terjadi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa negaranya akan mengelola “keamanan keseluruhan” di Gaza untuk jangka waktu “tidak terbatas” setelah permusuhan berakhir.
Pada saat yang sama, bahkan sekutu terdekat Israel pun menentang gagasan yang mereka sebut sebagai “pendudukan” dan “blokade” terhadap daerah kantong tersebut.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan; “Tidak boleh ada pendudukan kembali di Gaza dan tidak ada upaya untuk memblokade atau mengepungnya. Daerah kantong tersebut juga tidak boleh menjadi platform untuk terorisme atau serangan kekerasan lainnya.”
Pada Rabu lalu, Bloomberg melaporkan bahwa AS dan Uni Eropa (UE) mendorong pengerahan pasukan penjaga perdamaian PBB ke daerah kantong Palestina tersebut setelah berakhirnya operasi militer Israel.
Pada hari Senin, diplomat utama UE, Josep Borrell, mengatakan bahwa kerangka pembangunan perdamaian pasca-konflik harus dikembangkan bekerja sama dengan Amerika Serikat dan negara-negara Arab.
Safadi menegaskan bahwa solusi dua negara bagi Israel dan Palestina akan menjadi satu-satunya jalan ke depan.
“Biar saya perjelas. Saya tahu bahwa saya berbicara atas nama Yordania, tetapi setelah membahas masalah ini dengan banyak orang, dengan hampir semua saudara kita, tidak akan ada pasukan Arab yang pergi ke Gaza. Tidak ada. Kami tidak akan dilihat sebagai musuh,” kata Menlu Yordania tersebut, seperti dikutip RT, Minggu (19/11/2023).
Dia juga menuduh pemerintah Israel saat ini, yang dipimpin oleh Netanyahu, bertujuan untuk mengusir warga Palestina dari Gaza. Menlu Safadi juga menyebut rencana tersebut sebagai “ancaman langsung” terhadap keamanan nasional Yordania.
Diplomat top negara Arab tersebut kemudian mengatakan bahwa rencana nyata apa pun untuk pembangunan perdamaian pasca-konflik hanya dapat dilakukan setelah operasi militer Israel berakhir.
“Bagaimana orang bisa bicara tentang masa depan Gaza jika kita tidak tahu Gaza seperti apa yang akan tersisa setelah agresi ini berakhir?” tanya Safadi.
Operasi militer Israel di Gaza telah berlangsung sejak 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang. Lebih dari 200 orang lainnya, termasuk tentara dan warga sipil, serta warga negara asing, disandera.
Israel menanggapinya dengan pengeboman besar-besaran di daerah kantong Palestina tersebut, diikuti dengan operasi darat, yang telah merenggut lebih dari 11.000 nyawa warga Palestina, menurut para pejabat kesehatan Gaza.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Yordania Ayman Safadi di Bahrain pada hari Sabtu. Dia mengatakan dunia Arab tidak akan “membersihkan kekacauan” yang dibuat oleh Israel setelah perang antara militer Zionis Israel dengan Hamas berakhir.
Nasib Gaza pasca-konflik telah muncul sebagai topik mendesak di tengah berlanjutnya pertempuran antara Israel dan Hamas. Pada awal November, sekitar sebulan setelah eskalasi terjadi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa negaranya akan mengelola “keamanan keseluruhan” di Gaza untuk jangka waktu “tidak terbatas” setelah permusuhan berakhir.
Pada saat yang sama, bahkan sekutu terdekat Israel pun menentang gagasan yang mereka sebut sebagai “pendudukan” dan “blokade” terhadap daerah kantong tersebut.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan; “Tidak boleh ada pendudukan kembali di Gaza dan tidak ada upaya untuk memblokade atau mengepungnya. Daerah kantong tersebut juga tidak boleh menjadi platform untuk terorisme atau serangan kekerasan lainnya.”
Pada Rabu lalu, Bloomberg melaporkan bahwa AS dan Uni Eropa (UE) mendorong pengerahan pasukan penjaga perdamaian PBB ke daerah kantong Palestina tersebut setelah berakhirnya operasi militer Israel.
Pada hari Senin, diplomat utama UE, Josep Borrell, mengatakan bahwa kerangka pembangunan perdamaian pasca-konflik harus dikembangkan bekerja sama dengan Amerika Serikat dan negara-negara Arab.
Safadi menegaskan bahwa solusi dua negara bagi Israel dan Palestina akan menjadi satu-satunya jalan ke depan.
“Biar saya perjelas. Saya tahu bahwa saya berbicara atas nama Yordania, tetapi setelah membahas masalah ini dengan banyak orang, dengan hampir semua saudara kita, tidak akan ada pasukan Arab yang pergi ke Gaza. Tidak ada. Kami tidak akan dilihat sebagai musuh,” kata Menlu Yordania tersebut, seperti dikutip RT, Minggu (19/11/2023).
Dia juga menuduh pemerintah Israel saat ini, yang dipimpin oleh Netanyahu, bertujuan untuk mengusir warga Palestina dari Gaza. Menlu Safadi juga menyebut rencana tersebut sebagai “ancaman langsung” terhadap keamanan nasional Yordania.
Diplomat top negara Arab tersebut kemudian mengatakan bahwa rencana nyata apa pun untuk pembangunan perdamaian pasca-konflik hanya dapat dilakukan setelah operasi militer Israel berakhir.
“Bagaimana orang bisa bicara tentang masa depan Gaza jika kita tidak tahu Gaza seperti apa yang akan tersisa setelah agresi ini berakhir?” tanya Safadi.
Operasi militer Israel di Gaza telah berlangsung sejak 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang. Lebih dari 200 orang lainnya, termasuk tentara dan warga sipil, serta warga negara asing, disandera.
Israel menanggapinya dengan pengeboman besar-besaran di daerah kantong Palestina tersebut, diikuti dengan operasi darat, yang telah merenggut lebih dari 11.000 nyawa warga Palestina, menurut para pejabat kesehatan Gaza.
(mas)