Ramalan Sheikh Yassin Negara Israel Lenyap 2027 dan 3 Tanda-tandanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sosok Sheikh Ahmed Ismail Hassan Yassin, salah satu tokoh pendiri Hamas yang telah lama meninggal, kembali viral di tengah perang Israel-Hamas. Kali ini terkait prediksinya tentang Negara Israel yang akan lenyap pada 2027 mendatang.
Prediksi itu sebenarnya disampaikan Yassin saat wawancaranya dengan jurnalis Al Jazeera, Ahmed Mansour, pada 8 Mei 1999. Yassin meninggal pada 2 Maret 2004.
"Israel berdiri di atas kezaliman dan penindasan, sehingga segala sesuatu yang lahir dari penindasan akan berakhir pada kehancuran," kata Yassin dalam wawacara tersebut.
Menurut Yassin, Israel memang didukung oleh kekuatan yang besar. namun kekuatan itu tidak ada yang kekal.
Dia mengibaratkan kekuatan itu sama halnya seperti manusia yang lahir, tumbuh, besar, tua dan kemudian meninggal. Sama halnya dengan sebuah negara.
Negara akan tumbuh, berkembang sedikit demi sedikit, berada pada puncak kejayaannya kemudian akan hancur.
Yassin menyampaikan prediksi tentang lenyapnya Negara Israel ketika negara itu berusia 50 tahun.
"Saya katakan, Insya Allah Israel akan hancur di awal abad mendatang, tepatnya pada 2027, Israel tidak akan ada lagi," katanya.
Menurutnya, analisa tersebut dia yakini dari Al-Qur'an. Dia mengatakan ada fase generasi setiap 40 tahun akan berubah.
"Karena saya beriman kepada Al-Qur'an yang mulia, Al-Qur'an mengatakan generasi akan berubah setiap 40 tahun," katanya dalam wawancara tersebut.
"Dalam 40 tahun pertama kami menghadapi Nakba (pada 1948), 40 tahun kedua kami memulai Intifada (pada 1987) yang mana kami melakukan penentangan peperangan pengeboman terhadap Israel, 40 tahun ketiga akan berakhirnya entitas Israel, Insya Allah," kata Yassin.
"Rujukan Al-Qur'an, apabila Allah SWT menghukum bani Israil tidak keluar dari padang pasir selama 40 tahun supaya apa? Supaya menukarkan dari generasi yang sakit sudah berputus asa dengan generasi pejuang."
"Gerakan Nakba yang pertama telah pergi, diganti dengan generasi pelempar batu dan pelempar bom, generasi seterusnya adalah generasi pembebas, Insya Allah," katanya.
Hamas meluncurkan serangan mengejutkan pada 7 Oktober lalu ke Israel selatan, yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa. Sekitar 1.200 orang tewas, dan ratusan lainnya diculik sebagai tawanan.
Serangan ini telah meruntuhkan citra militer dan intelijen Israel yang selama ini dielu-elukan sebagai salah satu yang terunggul di dunia.
Operasi Badai al-Aqsa dimulai dengan tembakan ribuan roket dari berbagai arah, yang sebagian besar gagal dicegat sistem pertahanan Iron Dome.
Mossad (badan intelijen Israel untuk operasi asing) dan Shin Bet (badan intelijen Israel untuk keamanan internal) sama-sama gagal memprediksi dan mencegah Operasi Badai al-Aqsa oleh Hamas.
Pagar perbatasan Israel yang canggih dengan berbagai peralatan sensor juga dengan mudah diterobos para milisi Hamas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu awalnya menyalahkan komandan militer dan para pemimpin intelijen atas kegagalan mereka mengatasi serangan Hamas. Namun kemudian Netanyahu menarik kembali kritiknya dan meminta maaf.
Mantan perdana menteri Israel Ehud Barak baru-baru ini memperingatkan bahwa militer negatanya hanya mempunyai waktu beberapa minggu untuk menghancurkan Hamas.
Lebih dari itu, pemerintah negara-negara Barat akan menarik dukungannya terhadap operasi militer di Gaza karena banyaknya korban jiwa dari warga sipil Palestina.
Sejauh ini sudah lebih dari 11.000 warga Palestina di Gaza tewas akibat pengeboman Israel yang nyaris tanpa henti sejak 7 Oktober lalu.
"Dengarkan nada publik–dan di balik pintu itu akan sedikit lebih eksplisit,” kata Barak.
“Kami kehilangan opini publik di Eropa dan dalam satu atau dua minggu kami akan mulai kehilangan pemerintahan di Eropa,” ujarnya.
“Dan setelah seminggu berikutnya, perselisihan dengan Amerika akan muncul ke permukaan,” imbuhnya.
Israel telah tercekik utang sekitar 30 miliar shekel (USD7,8 miliar atau lebih dari Rp121 triliun) sejak dimulainya perang melawan Hamas di Gaza pada 7 Oktober.
Kementerian Keuangan Israel mengungkap besaran utang yang tidak biasa tersebut awal pekan ini. Menurut kementerian tersebut, USD4,1 miliar dari jumlah tersebut merupakan utang dalam mata uang dolar yang diperoleh dari penerbitan di pasar internasional.
Pada hari Senin, Kementerian Keuangan Israel mengumumkan utang lagi USD957 juta di pasar lokal dalam lelang obligasi mingguannya.
Pemerintah Israel telah meningkatkan pengeluaran secara signifikan untuk mendanai militer dan memberi kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dengan Gaza, serta keluarga para korban.
Semua ini telah menyebabkan rekor defisit anggaran, yang bulan lalu membengkak menjadi USD6 miliar, peningkatan lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Krisis ekonomi juga diderita negara sponsor utama Israel; Amerika Serikat (AS). Layanan pemerintah federal Amerika belum lama ini nyaris tutup atau shutdown karena Parlemen menolak pendanaan Amerika untuk Ukraina guna membiayai perangnya melawan Rusia.
Suara-suara penentangan publik Amerika untuk membiayai perang Israel melawan Hamas juga mulai muncul. Para aktivis hak asasi manusia sebelumnya berdemo menentang pengiriman senjata ke Israel, yang dibiayai dari pajak rakyat.
Prediksi itu sebenarnya disampaikan Yassin saat wawancaranya dengan jurnalis Al Jazeera, Ahmed Mansour, pada 8 Mei 1999. Yassin meninggal pada 2 Maret 2004.
"Israel berdiri di atas kezaliman dan penindasan, sehingga segala sesuatu yang lahir dari penindasan akan berakhir pada kehancuran," kata Yassin dalam wawacara tersebut.
Menurut Yassin, Israel memang didukung oleh kekuatan yang besar. namun kekuatan itu tidak ada yang kekal.
Dia mengibaratkan kekuatan itu sama halnya seperti manusia yang lahir, tumbuh, besar, tua dan kemudian meninggal. Sama halnya dengan sebuah negara.
Negara akan tumbuh, berkembang sedikit demi sedikit, berada pada puncak kejayaannya kemudian akan hancur.
Yassin menyampaikan prediksi tentang lenyapnya Negara Israel ketika negara itu berusia 50 tahun.
"Saya katakan, Insya Allah Israel akan hancur di awal abad mendatang, tepatnya pada 2027, Israel tidak akan ada lagi," katanya.
Menurutnya, analisa tersebut dia yakini dari Al-Qur'an. Dia mengatakan ada fase generasi setiap 40 tahun akan berubah.
"Karena saya beriman kepada Al-Qur'an yang mulia, Al-Qur'an mengatakan generasi akan berubah setiap 40 tahun," katanya dalam wawancara tersebut.
"Dalam 40 tahun pertama kami menghadapi Nakba (pada 1948), 40 tahun kedua kami memulai Intifada (pada 1987) yang mana kami melakukan penentangan peperangan pengeboman terhadap Israel, 40 tahun ketiga akan berakhirnya entitas Israel, Insya Allah," kata Yassin.
"Rujukan Al-Qur'an, apabila Allah SWT menghukum bani Israil tidak keluar dari padang pasir selama 40 tahun supaya apa? Supaya menukarkan dari generasi yang sakit sudah berputus asa dengan generasi pejuang."
"Gerakan Nakba yang pertama telah pergi, diganti dengan generasi pelempar batu dan pelempar bom, generasi seterusnya adalah generasi pembebas, Insya Allah," katanya.
3 Tanda-tanda Israel Menuju Keruntuhan
1. Runtuhnya Citra Kecanggihan Militer dan Intelijen
Hamas meluncurkan serangan mengejutkan pada 7 Oktober lalu ke Israel selatan, yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa. Sekitar 1.200 orang tewas, dan ratusan lainnya diculik sebagai tawanan.
Serangan ini telah meruntuhkan citra militer dan intelijen Israel yang selama ini dielu-elukan sebagai salah satu yang terunggul di dunia.
Operasi Badai al-Aqsa dimulai dengan tembakan ribuan roket dari berbagai arah, yang sebagian besar gagal dicegat sistem pertahanan Iron Dome.
Mossad (badan intelijen Israel untuk operasi asing) dan Shin Bet (badan intelijen Israel untuk keamanan internal) sama-sama gagal memprediksi dan mencegah Operasi Badai al-Aqsa oleh Hamas.
Pagar perbatasan Israel yang canggih dengan berbagai peralatan sensor juga dengan mudah diterobos para milisi Hamas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu awalnya menyalahkan komandan militer dan para pemimpin intelijen atas kegagalan mereka mengatasi serangan Hamas. Namun kemudian Netanyahu menarik kembali kritiknya dan meminta maaf.
2. Kehilangan Dukungan Barat
Mantan perdana menteri Israel Ehud Barak baru-baru ini memperingatkan bahwa militer negatanya hanya mempunyai waktu beberapa minggu untuk menghancurkan Hamas.
Lebih dari itu, pemerintah negara-negara Barat akan menarik dukungannya terhadap operasi militer di Gaza karena banyaknya korban jiwa dari warga sipil Palestina.
Sejauh ini sudah lebih dari 11.000 warga Palestina di Gaza tewas akibat pengeboman Israel yang nyaris tanpa henti sejak 7 Oktober lalu.
"Dengarkan nada publik–dan di balik pintu itu akan sedikit lebih eksplisit,” kata Barak.
“Kami kehilangan opini publik di Eropa dan dalam satu atau dua minggu kami akan mulai kehilangan pemerintahan di Eropa,” ujarnya.
“Dan setelah seminggu berikutnya, perselisihan dengan Amerika akan muncul ke permukaan,” imbuhnya.
3. Tercekik Utang untuk Danai Perang Gaza
Israel telah tercekik utang sekitar 30 miliar shekel (USD7,8 miliar atau lebih dari Rp121 triliun) sejak dimulainya perang melawan Hamas di Gaza pada 7 Oktober.
Kementerian Keuangan Israel mengungkap besaran utang yang tidak biasa tersebut awal pekan ini. Menurut kementerian tersebut, USD4,1 miliar dari jumlah tersebut merupakan utang dalam mata uang dolar yang diperoleh dari penerbitan di pasar internasional.
Pada hari Senin, Kementerian Keuangan Israel mengumumkan utang lagi USD957 juta di pasar lokal dalam lelang obligasi mingguannya.
Pemerintah Israel telah meningkatkan pengeluaran secara signifikan untuk mendanai militer dan memberi kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dengan Gaza, serta keluarga para korban.
Semua ini telah menyebabkan rekor defisit anggaran, yang bulan lalu membengkak menjadi USD6 miliar, peningkatan lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Krisis ekonomi juga diderita negara sponsor utama Israel; Amerika Serikat (AS). Layanan pemerintah federal Amerika belum lama ini nyaris tutup atau shutdown karena Parlemen menolak pendanaan Amerika untuk Ukraina guna membiayai perangnya melawan Rusia.
Suara-suara penentangan publik Amerika untuk membiayai perang Israel melawan Hamas juga mulai muncul. Para aktivis hak asasi manusia sebelumnya berdemo menentang pengiriman senjata ke Israel, yang dibiayai dari pajak rakyat.
(mas)