Saat Barat Lindungi Zionis, Pemuda Palestina Pilih Melawan Israel dengan Tidak Kabur dari Gaza
loading...
A
A
A
“Kondisi perbatasan darat dengan Yordania juga menggila bagi warga Palestina. Tidak buka 24 jam. Kami hanya bisa pergi dan kembali selama lima jam kalau sudah buka. Dan biasanya mereka hanya mengizinkan 500 orang lewat setiap harinya. Kalau 500 orang telah melintasi perbatasan dalam dua jam, mereka akan menutup perbatasan pada hari itu,” papar dia.
“Jika Anda kembali dari perjalanan ke Eropa dan penerbangan Anda tiba pada jam 9 malam, Anda harus bermalam di Amman (ibu kota Yordania) dan tunggu sampai keesokan paginya ketika perbatasan dibuka kembali untuk kembali ke kota Anda. Beginilah cara mereka bekerja,” ungkap Qafesha.
Sebagai orang yang besar di Tepi Barat, Qafesha belum pernah mengunjungi Jalur Gaza karena kendali Israel atas perbatasan kedua wilayah tersebut.
“Tanpa kebebasan bergerak, generasi muda Palestina memiliki pilihan karir yang terbatas meskipun mereka berpendidikan tinggi dan sering memilih pekerjaan sederhana seperti konstruksi,” ujar aktivis tersebut.
Akibatnya, banyak anak muda Palestina yang merasa putus asa dengan masa depan mereka, menurut dia.
"Ini merupakan tekanan yang sangat besar bagi masyarakat. Tidak ada masa depan bagi masyarakat yang tinggal di Palestina. Anda melihat masa depan sebagai orang muda yang sangat gelap. Anda tidak melakukan apa yang dilakukan oleh generasi muda lainnya di dunia, yaitu bermimpi, bekerja dan menikmati waktu Anda bepergian,” ujar dia.
“Bagi anak muda Palestina, hal ini tidak ada. Bagi anak muda Palestina, masa depan sangat gelap dan masa kini sangat sulit. Anda tidak pernah hidup di saat pikiran Anda damai. Anda tidak bisa melakukan seni, latih sesuatu yang Anda sukai dan raih impian Anda. Beberapa anak di Gaza adalah gamer. Mereka ingin mencapai jumlah pengikut tertentu. Namun mereka dibunuh bersama keluarga mereka di rumah mereka," ungkap Qafesha.
Menanggapi serangan mendadak yang dilakukan gerakan Palestina Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, Israel menempatkan Jalur Gaza di bawah blokade dan melancarkan serangan balasan yang kemudian diperluas menjadi operasi darat penuh.
Sementara sebagian besar negara-negara Barat menyatakan solidaritasnya dengan Israel dan enggan mengkritik respons keras militer Israel yang menewaskan lebih dari 11.000 warga sipil Palestina.
“Israel dilindungi oleh Barat. Bagi kita saat ini, pemerintah Barat tampil sebagai pembohong di hadapan seluruh dunia. Mereka akan mendukung kaum tertindas jika mereka membenci penindas dan tidak berteman dengan penindas. Tapi jika Israel penindas adalah teman mereka, mereka akan baik-baik saja. Itu tergantung pada seberapa banyak mereka menyukai atau membenci penindas. Israel melakukan hal-hal buruk terhadap Palestina. Anda memberi mereka legitimasi di dunia,” ungkap Qafesha.
“Jika Anda kembali dari perjalanan ke Eropa dan penerbangan Anda tiba pada jam 9 malam, Anda harus bermalam di Amman (ibu kota Yordania) dan tunggu sampai keesokan paginya ketika perbatasan dibuka kembali untuk kembali ke kota Anda. Beginilah cara mereka bekerja,” ungkap Qafesha.
Sebagai orang yang besar di Tepi Barat, Qafesha belum pernah mengunjungi Jalur Gaza karena kendali Israel atas perbatasan kedua wilayah tersebut.
“Tanpa kebebasan bergerak, generasi muda Palestina memiliki pilihan karir yang terbatas meskipun mereka berpendidikan tinggi dan sering memilih pekerjaan sederhana seperti konstruksi,” ujar aktivis tersebut.
Akibatnya, banyak anak muda Palestina yang merasa putus asa dengan masa depan mereka, menurut dia.
"Ini merupakan tekanan yang sangat besar bagi masyarakat. Tidak ada masa depan bagi masyarakat yang tinggal di Palestina. Anda melihat masa depan sebagai orang muda yang sangat gelap. Anda tidak melakukan apa yang dilakukan oleh generasi muda lainnya di dunia, yaitu bermimpi, bekerja dan menikmati waktu Anda bepergian,” ujar dia.
“Bagi anak muda Palestina, hal ini tidak ada. Bagi anak muda Palestina, masa depan sangat gelap dan masa kini sangat sulit. Anda tidak pernah hidup di saat pikiran Anda damai. Anda tidak bisa melakukan seni, latih sesuatu yang Anda sukai dan raih impian Anda. Beberapa anak di Gaza adalah gamer. Mereka ingin mencapai jumlah pengikut tertentu. Namun mereka dibunuh bersama keluarga mereka di rumah mereka," ungkap Qafesha.
Hilangnya Kepercayaan pada Komunitas Internasional
Menanggapi serangan mendadak yang dilakukan gerakan Palestina Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, Israel menempatkan Jalur Gaza di bawah blokade dan melancarkan serangan balasan yang kemudian diperluas menjadi operasi darat penuh.
Sementara sebagian besar negara-negara Barat menyatakan solidaritasnya dengan Israel dan enggan mengkritik respons keras militer Israel yang menewaskan lebih dari 11.000 warga sipil Palestina.
“Israel dilindungi oleh Barat. Bagi kita saat ini, pemerintah Barat tampil sebagai pembohong di hadapan seluruh dunia. Mereka akan mendukung kaum tertindas jika mereka membenci penindas dan tidak berteman dengan penindas. Tapi jika Israel penindas adalah teman mereka, mereka akan baik-baik saja. Itu tergantung pada seberapa banyak mereka menyukai atau membenci penindas. Israel melakukan hal-hal buruk terhadap Palestina. Anda memberi mereka legitimasi di dunia,” ungkap Qafesha.