Sistem Penahanan RSDL China Picu Kekhawatiran Global

Rabu, 25 Oktober 2023 - 11:34 WIB
loading...
Sistem Penahanan RSDL China Picu Kekhawatiran Global
Sistem penahanan Residential Surveillance at a Designated Location (RSDL) yang diterapkan China telah memicu kekhawatiran global. Foto/Safeguard Defenders
A A A
BEIJING - Dibebaskannya jurnalis Australia; Cheng Lei, setelah tiga tahun mendekam di penjara China, bertepatan dengan kecaman dari Amerika Serikat (AS) terhadap penangkapan individu lainnya oleh Beijing.

Kali ini, tokoh yang ditangkap adalah seorang pengacara hak asasi manusia (HAM) Lu Siwei. Dia yang sebelumnya mewakili salah satu dari 12 aktivis Hong Kong yang memprotes pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional oleh China pada 2019.

Lu, seorang pembela HAM yang vokal, telah lama menjadi sasaran pihak berwenang China. Pada 2021, izin praktik hukumnya dicabut, dan dia ditempatkan di bawah pengawasan selama 24 jam melalui kamera yang dipasang di pintu depan rumahnya.

Dalam upaya melarikan diri pada bulan Juli, Lu berhasil menghindari keamanan negara dan melintasi perbatasan Laos dalam perjalanan ke Thailand, dengan tujuan untuk bersatu kembali dengan keluarganya di AS.



Namun, perjalanannya tiba-tiba berakhir ketika pihak berwenang Laos, yang bekerja sama dengan investasi infrastruktur besar-besaran pemerintah China, menangkap dan memulangkannya secara paksa ke Beijing.

Dia didakwa melintasi perbatasan secara ilegal, meninggalkan istrinya; Zhang Chunxiao, dalam ketakutan yang mendalam bahwa sang suami mungkin akan dikirim ke penjara di China untuk nantinya menghadapi penyiksaan.

Mengutip dari The Hong Kong Post, Rabu (25/10/2023), ada kemungkinan Lu sudah berada di bawah "Residential Surveillance at a Designated Location (RSDL)”, sebuah sistem China yang berada di bawah pengawasan global karena kebrutalannya.

RSDL, yang diperkenalkan pada 2012 ketika Presiden Xi Jinping menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, mengizinkan polisi untuk menahan tersangka berstatus tanpa komunikasi (incommunicado) hingga enam bulan—terutama dalam kasus keamanan nasional di mana keluarga sering kali tidak mengetahui apa pun tentang keberadaan orang yang mereka cintai. Praktik ini meliputi penghilangan paksa yang melanggar HAM.


Kurungan Isolasi dan Interogasi


Dalam banyak kasus, para tahanan menjadi sasaran penyiksaan, isolasi, dan interogasi keras yang dirancang untuk mendapatkan pengakuan.

Laporan dari organisasi HAM, termasuk Safeguard Defenders, menunjukkan adanya pola penyiksaan, terutama dalam bentuk kurungan isolasi dan interogasi yang menindas dengan tujuan mendapatkan pengakuan.

Faktanya, kondisi di fasilitas RSDL digambarkan lebih parah daripada "penjara hitam”, istilah untuk fasilitas penahanan yang tidak terhubung dengan jaringan listrik, tempat para penjahat kelas kakap diinterogasi.

Meski ada kecaman global, penggunaan sistem RSDL di China terus meningkat. Catatan resmi pengadilan mengungkapkan peningkatan tajam jumlah orang yang ditahan di bawah skema RSDL, bahkan mencapai angka maksimal 15.120 di tahun 2020.

China tetap membela sistem RSDL, dengan menegaskan bahwa pihaknya selalu mematuhi hukum dan menghormati hak-hak individu.

Secara teori, tahanan RSDL dapat ditahan hingga enam bulan, namun dapat diperpanjang dengan alasan keamanan nasional. Setelah dibebaskan dari RSDL, para tahanan secara resmi ditangkap dan dipindahkan ke penjara biasa, di mana kondisinya cenderung membaik, namun penantian proses hukumnya bisa jauh lebih lama.

Dakwaan terhadap tahanan RSDL mungkin memakan waktu lebih dari satu tahun untuk diajukan, dan persidangan dapat memakan waktu lama, dan semua dilakukan di bawah kerahasiaan. Kunjungan konsuler seringkali merupakan satu-satunya hubungan yang dimiliki para tahanan RSDL dengan dunia luar.

Kasus Cheng Lei bukanlah kasus terisolasi. Setidaknya 55 warga Australia saat ini ditahan di penjara China dengan berbagai tuduhan, dan banyak warga dari negara-negara lain seperti Jepang, AS, dan Eropa juga menghadapi situasi serupa.

Selain menyasar jurnalis dan aktivis HAM, China juga semakin fokus pada eksekutif bisnis, dengan menerapkan larangan keluar sebagai bagian dari tindakan anti-spionase.

Gelombang tindakan ini berdampak buruk pada aktivitas bisnis, dengan banyak perusahaan AS melaporkan peningkatan pembatalan atau penundaan perjalanan bisnis ke China sebesar 25 persen.

Para pemimpin bisnis Australia, ketika menyambut pembebasan Cheng, mengakui bahwa beroperasi di China menjadi lebih menantang.

Lingkungan operasi telah berubah karena kekhawatiran yang terus berlanjut mengenai inspeksi, pembatasan Covid-19, dan perselisihan dagang.

RSDL sebagai Senjata


Hubungan Australia dengan China telah berubah, dan situasi ini menimbulkan rasa kehati-hatian di kalangan eksekutif bisnis. Perlunya uji tuntas dan pemahaman kuat mengenai lingkungan bisnis di China sangatlah penting.

Namun, tantangan ini diperparah dengan kurangnya kehadiran fisik akibat pembatasan Covid-19 dan sulitnya memperoleh informasi akurat dari China.

Penangkapan Cheng Lei menandai perubahan signifikan, karena dia menjadi jurnalis terkemuka yang ditangkap berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional China, mematahkan anggapan bahwa jurnalis asing kebal terhadap perlakuan semacam itu.

Hal itu mendorong pemerintah Australia untuk menginstruksikan media Australia, termasuk The Australian Financial Review, untuk menarik koresponden mereka dari China. Bahkan penerbitan visa ini pun diblokir pada pekan yang sama, dan pihak berwenang China memberlakukan larangan keluar terhadap dua wartawan Australia.

Meski Cheng telah dibebaskan dan hubungan antara Beijing dan Canberra membaik, ancaman penahanan di luar hukum masih tetap ada.

Hideji Suzuki, mantan presiden Asosiasi Pertukaran Pemuda Jepang-China, menghabiskan enam tahun di tahanan China, termasuk tujuh bulan di bawah sistem RSDL, tanpa penangkapan resmi.

Aturan itu digunakan China sebagai alat yang memudahkan pihak berwenang untuk menargetkan individu, yang sering kali mengakibatkan bentuk penyiksaan psikologis.

Kesimpulannya, penggunaan sistem RSDL di China telah menuai kecaman internasional karena pelanggaran berat terhadap HAM. Praktik ini, yang memungkinkan dilakukannya penahanan rahasia terhadap tersangka dalam jangka waktu lama, seringkali mengakibatkan penyiksaan dan kondisi yang tidak manusiawi.

Walau ada pengawasan global, penggunaan RSDL di China justru meningkat, dan dampaknya meluas ke jurnalis, aktivis HAM, eksekutif bisnis, dan warga negara asing, sehingga mengubah dinamika hubungan internasional dan interaksi bisnis dengan China.

Dunia masih mengkhawatirkan nasib mereka yang menjadi korban RSDL, karena sistem brutal ini terus menjadi “senjata control” dalam sistem hukum China.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1732 seconds (0.1#10.140)