Utang Gila-gilaan yang Membuat Ghana Jadi Negara Bangkrut

Kamis, 28 September 2023 - 12:01 WIB
loading...
Utang Gila-gilaan yang Membuat Ghana Jadi Negara Bangkrut
Utang gila-gilaan telah membuat Ghana menghadapi kebangkrutan. Foto/REUTERS
A A A
ACCRA - Pemerintah Ghana telah mengajukan kebangkrutan setelah gagal membayar utang miliaran dolar Amerika Serikat kepada kreditor internasional.

New York Times, dalam laporannya baru-baru ini, menyebut negara di Afrika Barat ini benar-benar sudah bangkrut karena utang yang merajalela.

Ghana telah berkali-kali minta pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) untuk tambal sulam utang-utangnya, baik kepada kreditor asing maupun lokal.

“Pemerintah pada dasarnya bangkrut. Ini adalah kali ke-17 Ghana terpaksa meminta dana [pinjaman] tersebut sejak negara ini memperoleh kemerdekaan pada tahun 1957. Krisis terbaru ini sebagian disebabkan oleh pandemi virus corona, invasi Rusia ke Ukraina, dan harga pangan dan bahan bakar yang lebih tinggi,” tulis New York Times yang mengulas kondisi keuangan negara tersebut.



Laporan lain dari All Africa pada Kamis (28/9/2023) menyebutkan Ghana yang sedang menghadapi kesulitan keuangan yang parah karena tingginya kewajiban utang luar negeri dan dalam negeri.

Pada bulan lalu, pemerintah negara itu mencari dana talangan pinjaman sebesar USD3 miliar dari IMF. Ghana kini menjadi negara yang paling berutang kepada IMF.

Utang Nasional Ghana sehubungan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023 mencapai 98,7%. Angka persentase ini naik dari angka 88,7% pada tahun 2022 dan juga dari angka 79,6% pada tahun 2021.

Disebutkan bahwa di Ghana, pemerintah berutang sebesar USD63,3 miliar pada akhir tahun 2022 tidak hanya kepada kreditor asing tetapi juga kepada pemberi pinjaman dalam negeri—dana pensiun, perusahaan asuransi, dan bank lokal. Angka utang ini pasti akan jauh lebih tinggi pada tahun 2023.

Dilaporkan lebih lanjut bahwa pemerintah Ghana berutang kepada produsen listrik independen sebesar USD1,58 miliar dan berada dalam bahaya pemadaman listrik yang meluas.

Penyebab krisis di Ghana ini adalah pemerintahan Presiden Nana Akufo Ado meminjam banyak uang dari pemberi pinjaman internasional dan dalam negeri untuk melaksanakan program-programnya, membayar utang yang besar kepada produsen listrik independen, dan menutupi kekurangan pendapatan dari penghapusan dan pengurangan 18 pajak dan retribusi.

Bahaya sebenarnya saat ini adalah Ghana kemungkinan besar tidak akan mampu memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemberi pinjaman internasional ketika Obligasi Ghana jatuh tempo pada Mei 2024.

Situasi mengerikan dan risiko kebangkrutan ini tidak hanya dihadapi oleh Ghana, tetapi juga negara lain seperti Tunisia, Zambia, Kenya, dan Mesir.

Benang merah yang menjadi penyebab utama krisis ini di semua negara yang hampir bangkrut adalah pinjaman berlebihan yang dilakukan pemerintah untuk mendanai pengeluaran pemerintah pada proyek-proyek publik dan kurangnya penghematan dalam pengeluaran pemerintah yang dalam banyak kasus dilakukan oleh ketidakdisiplinan keuangan dan korupsi terang-terangan di pemerintahan.

Apa yang Terjadi Jika Negara Bangkrut?


Bagi masyarakat awam, gagal bayar berarti biaya pangan yang lebih tinggi yang disebabkan oleh inflasi, karena pemerintah mencetak uang untuk menutupi biaya tersebut.

Hal ini berarti akan terjadi peningkatan pengangguran karena dunia usaha dan lembaga pemerintah mengurangi pengeluaran.

Hal ini berarti berkurangnya penyediaan layanan penting oleh pemerintah seperti layanan kesehatan dan pendidikan.

Semua itu tentunya akan meningkatkan tekanan politik terhadap pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini secepat mungkin, karena pemerintah tidak memiliki banyak kebebasan untuk menyatakan suatu negara bangkrut karena kesulitan keuangan yang sedang dihadapi.

Sebenarnya suatu negara tidak bisa begitu saja menyatakan kebangkrutan seperti yang mungkin dilakukan oleh perusahaan swasta.

Sebaliknya, ketika pemerintah dihadapkan pada situasi kebangkrutan atau tidak mampu memenuhi kewajiban utang luar negeri dan dalam negeri, yang dilakukan pemerintah adalah memulai proses restrukturisasi, yaitu menegosiasikan ulang persyaratan kontrak utang dengan seluruh krediturnya, kadang individu, kadang berkelompok.

Salah satu langkah pertama yang biasanya dilakukan adalah menghubungi IMF, yang bekerja sama dengan Bank Dunia sehingga pemerintah yang terkena dampak dapat menyetujui rencana untuk membantu suatu negara agar keuangannya berfungsi kembali, yang sering kali melibatkan penyediaan dana darurat.

Hal ini persis seperti yang dilakukan pemerintah Ghana pada bulan Agustus tahun ini ketika IMF memberikan fasilitas pinjaman darurat sebesar USD3 miliar ke Ghana.

Banyak negara Afrika lainnya telah melakukan hal ini dan terus mencari dana talangan dari IMF.

Masalahnya adalah bahwa dalam banyak kasus, para pemimpin Afrika tidak pernah belajar apa pun atau dengan sengaja memutuskan untuk melanjutkan jalan licin dengan melanjutkan belanja pemerintah yang berlebihan pada sebagian besar usaha-usaha publik yang tidak produktif yang pada akhirnya menghabiskan seluruh fasilitas pinjaman darurat yang diberikan kepada negara tersebut.

Karena kekeraskepalaan sebagian besar pemimpin Afrika untuk tidak mengambil tindakan guna menyesuaikan praktik belanja pemerintah populis yang berlaku, negara-negara yang banyak berutang dalam banyak kasus akhirnya terjerumus ke dalam perselisihan sipil.

Diharapkan para pemimpin di Ghana dan negara-negara lain di Afrika yang menghadapi risiko gagal bayar atas kewajiban utang mereka akan berani dan jujur dalam mengatasi kesulitan ini sehingga benua itu dapat diselamatkan dari terulangnya kejadian serupa di Arab, yakni Arab Spring, yang menjerumuskan Tunisia ke dalam kekacauan politik dan kudeta militer dan merembet ke negara-negara Afrika Barat.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1240 seconds (0.1#10.140)