Kondisi Libya Setelah Muammar Al-Qaddafi Digulingkan, Terjerumus dalam Perang Saudara?

Jum'at, 15 September 2023 - 15:57 WIB
loading...
Kondisi Libya Setelah...
Kondisi Libya setelah Muammar al-Qaddafi digulingkan, terjerumus perang saudara? Foto/Kolase/Sindonews
A A A
JAKARTA - Meskipun Libya telah bertahan selama lebih dari satu dekade tanpa Muammar Al-Qaddafi, isu tentang negara yang hancur setelah menggulingkan kekuasaan pemimpinnya ini masihlah jadi topik yang sering diangkat.

Sebenarnya Gaddafi telah menjadikan Libya sebagai negara paling makmur di Benua Afrika berkat ladang minyak yang luas. Gaddafi juga mampu menciptakan kemajuan signifikan dalam bidang sosial, politik dan ekonomi.

Selama Gaddafi memerintah selama kurang lebih 48 tahun, sebenarnya Libya bukanlah negara yang kerap melakukan gerakan massa dalam skala nasional. Namun pada tanggal 20 Oktober 2011 lalu, muncul protes besar-besaran yang didukung oleh Amerika Serikat untuk menjatuhkan Gaddafi.

Protes ini menjadikan Amerika Serikat sebagai dalang tergulingnya pemerintahan Gaddafi. Ini dilakukan sebab AS diduga kurang menyukai pemerintahan Gaddafi yang tidak menggunakan dana utang IMF dan tidak terlalu ikut campur dengan berbagai kebijakan barat.

Bukannya menjadi negara yang lebih baik, Libya justru mengalami kemunduran setelah kejatuhan Gaddafi. Pemberontakan bersenjata yang dilakukan justru menjerumuskan negara tersebut pada perang saudara.

Libya Setelah Muammar Al-Qaddafi Digulingkan


Setelah Muammar Al-Qaddafi dikudeta dan gugur pada tahun 2011 lalu, Libya mulai berjuang untuk membangun negaranya kembali dengan menyerahkan wewenangnya pada Kongres Nasional Umum (GNC) yang baru terpilih pada bulan Juli 2012.

Sayangnya GNC menghadapi banyak tantangan selama dua tahun berikutnya, termasuk serangan militan Islam terhadap konsulat AS di Benghazi yang dimulai pada bulan September 2012.

Hingga pada akhirnya mulai sering muncul konflik internal yang tak jarang menimbulkan peperangan antara Tentara Nasional Libya (LNA) dengan kelompok militan Islam di Libya timur.

Dalam upaya untuk menemukan resolusi konflik dan menciptakan pemerintahan persatuan, Utusan Khusus PBB untuk Libya saat itu Bernardino Leon, diikuti oleh Martin Kobler, memfasilitasi serangkaian pembicaraan antara Dewan Perwakilan Rakyat (HoR) yang berbasis di Tobruk, GNC yang berbasis di Tripoli.

Dilansir dari CFR, pembicaraan yang didukung PBB tersebut menghasilkan pembentukan Perjanjian Politik Libya dan Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) untuk menggantikan GNC pada bulan Desember 2015.

Campur tangannya negara lain tak lantas membuat negara yang kaya akan tambang minyak ini menjadi lebih baik. Bahkan beberapa negara yang ikut campur justru memecah dukungannya pihak yang sedang berkonflik.

Tak berselang lama, konflik kembali pecah setelah HoR dan GNA terus bersaing untuk mendapatkan kekuasaan di tahun 2018.Namun konflik ini kembali mereda pada tahun 2020 setelah GNA mengumumkan gencatan senjata sepihak, dan HoR mengakhiri blokade minyak.

Sampai pada bulan Maret 2021, persiapan pemilu nasional dilakukan untuk menyatukan GNA dan HoR. Disebutkan jika hampir seluruh anggota HoR dengan suara bulat menyetujui kabinet pemerintahan baru, dan GNA pimpinan Seraj serta parlemen yang berbasis di wilayah timur menyerahkan kekuasaan kepada apa yang disebut dengan GNU.
(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
5 Sistem Perang Elektronik...
5 Sistem Perang Elektronik Rusia Terbaik Ubah Senjata Canggih NATO Jadi Besi Rongsokan
Perang Antariksa Bukan...
Perang Antariksa Bukan Isapan Jempol! NATO Khawatir Rusia Simpan Senjata Nuklir di Satelit
Korea Utara Bikin Kapal...
Korea Utara Bikin Kapal Perang Terbesar dan Tercanggih, Berikut Penampakannya
Rusia Lacak Kapal Selam...
Rusia Lacak Kapal Selam Nuklir Inggris yang Teknologinya Dinilai Sangat Tua dan Ketinggalan Zaman
Perang Panas Trump dan...
Perang Panas Trump dan Iran Bisa Picu Kiamat Inflasi?
Bersiap Perang, 450...
Bersiap Perang, 450 Juta Warga Uni Eropa Diminta Timbun Makanan 3 Hari
5 Strategi Baru China...
5 Strategi Baru China untuk Invasi Taiwan pada 2027, dari Dermaga yang Bisa Dipindahkan hingga Pemotong Kabel Laut
Hamas Siap Bebaskan...
Hamas Siap Bebaskan Semua Sandera Asal Israel Hentikan Perang Gaza
Dokter China Berhasil...
Dokter China Berhasil Pasang Jantung Buatan Terkecil di Dunia ke Bocah 7 Tahun
Rekomendasi
Gempa Magnitudo 4,2...
Gempa Magnitudo 4,2 Guncang Tapanuli Utara Sumut
Macet Horor di Tanjung...
Macet Horor di Tanjung Priok Bikin Stres Sopir Angkot
Restu Komdigi: XL dan...
Restu Komdigi: XL dan Smartfren Resmi Bersatu, Apa Dampaknya?
Berita Terkini
Israel Bersiap Menyerang...
Israel Bersiap Menyerang dengan Bom Canggih, Seberapa Kuat Pertahanan Udara Iran?
6 menit yang lalu
AS Bombardir Pelabuhan...
AS Bombardir Pelabuhan Bahan Bakar Yaman yang Dikuasai Houthi, 38 Orang Tewas
49 menit yang lalu
Spesifikasi Taurus,...
Spesifikasi Taurus, Rudal Canggih Jerman yang Bakal Dikerahkan ke Ukraina untuk Melawan Rusia
1 jam yang lalu
Spesifikasi Tupolev...
Spesifikasi Tupolev Tu-95, Pesawat Pengebom Nuklir Rusia yang Disebut Akan Dikerahkan ke Indonesia
1 jam yang lalu
Pakar Ungkap Mengapa...
Pakar Ungkap Mengapa Putin Inginkan Pangkalan di Indonesia, Ada Kaitannya dengan AS
3 jam yang lalu
Zelensky: China Memasok...
Zelensky: China Memasok Senjata ke Rusia!
4 jam yang lalu
Infografis
Pentagon: China Bisa...
Pentagon: China Bisa Hancurkan Semua Kapal Induk AS dalam 20 Menit
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved