Aktivis Anti-Islam Injak-injak Al-Qur'an di Belanda, Picu Kemarahan
loading...
A
A
A
DEN HAAG - Seorang aktivis anti-Islam Belanda merobek dan menginjak-injak salinan Al-Qur'an dalam demonstrasi di luar Kedutaan Turki di Den Haag, Jumat. Aksinya memicu kemarahan puluhan pengunjuk rasa tandingan.
Pemerintah Belanda mengecam tindakan penistaan kitab suci umat Islam tersebut, tetapi mengaku tidak memiliki kekuatan hukum untuk mencegahnya.
Edwin Wagensveld, yang memimpin cabang Belanda dari kelompok sayap kanan Pegida, merusak salinan Al-Qur'an. Dia, seperti dikutip AFP, Sabtu (19/8/2023), beraksi dengan ditemani dua aktivis lainnya.
Polisi telah menutup akses ke jalan di mana Kedutaan Turki berada dan ada sekitar 50 pengunjuk rasa tandingan juga hadir.
Beberapa dari mereka mulai melempari Wagensveld dengan batu ketika dia merobek halaman-halaman Al-Qur'an, kitab suci umat Islam.
Sekitar 20 polisi yang dilengkapi tameng dan pentungan turun tangan ketika massa mencoba mengejarnya saat Wagensveld melarikan diri.
Pada Jumat pagi, Menteri Kehakiman Belanda kelahiran Turki; Dilan Yesilgoz, menggambarkan rencana penghancuran kitab suci itu sebagai "cukup primitif dan menyedihkan".
Tetapi, kata dia, undang-undang negara mengizinkan demonstrasi semacam itu.
Kendati demikian, Wagensveld menghadapi persidangan atas komentar yang dia buat selama demonstrasi serupa pada bulan Januari, ketika dia merobek salinan Al-Qur'an di luar Parlemen sambil menyamakan kitab suci itu dengan Mein Kampf karya Adolf Hitler.
T-shirt yang dia kenakan pada demonstrasi hari Jumat membuat klaim serupa.
Geert Wilders, pemimpin partai sayap kanan lainnya, PVV, mem-posting pesan online yang mendukung demonstrasi hari Jumat oleh Pegida.
Serangan serupa terhadap Al-Qur'an telah terjadi di negara-negara Eropa lainnya baru-baru ini.
Pada akhir Juli, dua pria membakar salinan Al-Qur'an di depan Parlemen Swedia, dan insiden serupa terjadi di Denmark tahun ini.
Demonstrasi semacam itu telah memicu kemarahan dan terkadang keresahan di beberapa negara Muslim.
Pada hari Kamis, badan intelijen Swedia meningkatkan tingkat siaga terornya menjadi empat dari skala lima sebagai tanggapan atas reaksi kemarahan di dunia Muslim terhadap pembakaran Al-Qur'an.
Pemerintah Belanda mengecam tindakan penistaan kitab suci umat Islam tersebut, tetapi mengaku tidak memiliki kekuatan hukum untuk mencegahnya.
Edwin Wagensveld, yang memimpin cabang Belanda dari kelompok sayap kanan Pegida, merusak salinan Al-Qur'an. Dia, seperti dikutip AFP, Sabtu (19/8/2023), beraksi dengan ditemani dua aktivis lainnya.
Polisi telah menutup akses ke jalan di mana Kedutaan Turki berada dan ada sekitar 50 pengunjuk rasa tandingan juga hadir.
Beberapa dari mereka mulai melempari Wagensveld dengan batu ketika dia merobek halaman-halaman Al-Qur'an, kitab suci umat Islam.
Sekitar 20 polisi yang dilengkapi tameng dan pentungan turun tangan ketika massa mencoba mengejarnya saat Wagensveld melarikan diri.
Pada Jumat pagi, Menteri Kehakiman Belanda kelahiran Turki; Dilan Yesilgoz, menggambarkan rencana penghancuran kitab suci itu sebagai "cukup primitif dan menyedihkan".
Tetapi, kata dia, undang-undang negara mengizinkan demonstrasi semacam itu.
Kendati demikian, Wagensveld menghadapi persidangan atas komentar yang dia buat selama demonstrasi serupa pada bulan Januari, ketika dia merobek salinan Al-Qur'an di luar Parlemen sambil menyamakan kitab suci itu dengan Mein Kampf karya Adolf Hitler.
T-shirt yang dia kenakan pada demonstrasi hari Jumat membuat klaim serupa.
Geert Wilders, pemimpin partai sayap kanan lainnya, PVV, mem-posting pesan online yang mendukung demonstrasi hari Jumat oleh Pegida.
Serangan serupa terhadap Al-Qur'an telah terjadi di negara-negara Eropa lainnya baru-baru ini.
Pada akhir Juli, dua pria membakar salinan Al-Qur'an di depan Parlemen Swedia, dan insiden serupa terjadi di Denmark tahun ini.
Demonstrasi semacam itu telah memicu kemarahan dan terkadang keresahan di beberapa negara Muslim.
Pada hari Kamis, badan intelijen Swedia meningkatkan tingkat siaga terornya menjadi empat dari skala lima sebagai tanggapan atas reaksi kemarahan di dunia Muslim terhadap pembakaran Al-Qur'an.
(mas)