Pakar: Bendera Rusia Dikibarkan Demonstran Niger Membuat Barat Ketakutan
loading...
A
A
A
NIAMEY - Para demonstran pendukung kudeta militer di Niger telah ramai-ramai mengibarkan bendera Rusia. Menurut pakar Afrika dan analis politik, pemandangan tak biasa itu telah membuat para pemimpin Barat ketakutan.
Koffi Kouakou, pakar Afrika dan analis politik di Pusat Studi Afrika-China di Universitas Johannesburg, mengatakan Rusia memiliki sejarah panjang dalam membantu perjuangan Afrika melawan kolonialisme.
"Para warga Niger yang mengibarkan bendera Rusia membuat para pemimpin Prancis, Amerika Serikat, dan negara Barat lainnya ketakutan," katanya.
Krisis politik di Niger semakin memanas setelah junta militer yang menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum telah menentang ultimatum dari bekas kekuatan kolonial; Prancis, dan blok regional ECOWAS untuk mengembalikan Bazoum ke tampuk kekuasaan.
Pada gilirannya, pemerintah baru Niger telah memerintahkan Prancis dan AS untuk mengosongkan pangkalan militer mereka di negara Afrika Barat itu dan telah menghentikan penjualan bijih uranium ke Prancis, yang menyumbang sepertiga dari pembangkit listrik.
Kouakou mengatakan kepada Sputnik, Rabu (9/8/2023) bahwa menarik melihat paradoks para pemimpin Barat menyalahkan Rusia atas pengambilalihan militer di Niger ketika angkatan bersenjata mereka sendiri melatih para perwira yang bertanggung jawab atas peristiwa serupa di negara tetangga.
"Bendera Rusia baru saja muncul hampir di mana-mana sekarang. Ada simbolisme di dalamnya, tetapi juga ada kepraktisannya," katanya.
“Salah satu kepraktisannya adalah tampaknya mereka yang mengibarkan bendera, setidaknya di seberang Sahel, sekarang berkata pada diri mereka sendiri: 'ya ampun, kami membutuhkan orang lain untuk membantu kami, kami sangat lemah, kami tidak cukup kuat dan kami tidak bisa kembali ke seluruh Sindrom Stockholm, jika kami terus-menerus memuji mereka yang menindas kami'," jelas Koakou.
Bagi orang Afrika, kata akademisi tersebut, Rusia mewakili kerja sama, pembangunan ekonomi, dan aliansi melawan imperialisme.
Sebaliknya, kata dia, Barat menggambarkan Rusia sebagai kekuatan jahat di benua itu.
"Mereka [demonstran pro-kudeta militer] ingin Rusia membantu mereka," kata Kouakou.
"Kecurigaan dunia Barat yang dipimpin AS adalah mengatakan 'Rusia ada di belakangnya'. Tetapi orang-orang baru saja bangun di Niger, di Mali dan Burkina Faso, di Republik Afrika Tengah, dan saya pikir bendera itu sekarang telah menjadi simbol bahwa itu membantu mereka untuk menggalang ide kebebasan," paparnya.
"Barat agak ketakutan dengan kebangkitan orang Afrika ini, dan mereka masih mencoba untuk mencari tahu 'mengapa Rusia', ketika kita sudah lama berada di sana bersama mereka, tetapi mereka tidak mempertanyakan diri mereka sendiri dan hal yang telah mereka lakukan," ujar Kouakou.
Koffi Kouakou, pakar Afrika dan analis politik di Pusat Studi Afrika-China di Universitas Johannesburg, mengatakan Rusia memiliki sejarah panjang dalam membantu perjuangan Afrika melawan kolonialisme.
"Para warga Niger yang mengibarkan bendera Rusia membuat para pemimpin Prancis, Amerika Serikat, dan negara Barat lainnya ketakutan," katanya.
Krisis politik di Niger semakin memanas setelah junta militer yang menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum telah menentang ultimatum dari bekas kekuatan kolonial; Prancis, dan blok regional ECOWAS untuk mengembalikan Bazoum ke tampuk kekuasaan.
Pada gilirannya, pemerintah baru Niger telah memerintahkan Prancis dan AS untuk mengosongkan pangkalan militer mereka di negara Afrika Barat itu dan telah menghentikan penjualan bijih uranium ke Prancis, yang menyumbang sepertiga dari pembangkit listrik.
Kouakou mengatakan kepada Sputnik, Rabu (9/8/2023) bahwa menarik melihat paradoks para pemimpin Barat menyalahkan Rusia atas pengambilalihan militer di Niger ketika angkatan bersenjata mereka sendiri melatih para perwira yang bertanggung jawab atas peristiwa serupa di negara tetangga.
"Bendera Rusia baru saja muncul hampir di mana-mana sekarang. Ada simbolisme di dalamnya, tetapi juga ada kepraktisannya," katanya.
“Salah satu kepraktisannya adalah tampaknya mereka yang mengibarkan bendera, setidaknya di seberang Sahel, sekarang berkata pada diri mereka sendiri: 'ya ampun, kami membutuhkan orang lain untuk membantu kami, kami sangat lemah, kami tidak cukup kuat dan kami tidak bisa kembali ke seluruh Sindrom Stockholm, jika kami terus-menerus memuji mereka yang menindas kami'," jelas Koakou.
Bagi orang Afrika, kata akademisi tersebut, Rusia mewakili kerja sama, pembangunan ekonomi, dan aliansi melawan imperialisme.
Sebaliknya, kata dia, Barat menggambarkan Rusia sebagai kekuatan jahat di benua itu.
"Mereka [demonstran pro-kudeta militer] ingin Rusia membantu mereka," kata Kouakou.
"Kecurigaan dunia Barat yang dipimpin AS adalah mengatakan 'Rusia ada di belakangnya'. Tetapi orang-orang baru saja bangun di Niger, di Mali dan Burkina Faso, di Republik Afrika Tengah, dan saya pikir bendera itu sekarang telah menjadi simbol bahwa itu membantu mereka untuk menggalang ide kebebasan," paparnya.
"Barat agak ketakutan dengan kebangkitan orang Afrika ini, dan mereka masih mencoba untuk mencari tahu 'mengapa Rusia', ketika kita sudah lama berada di sana bersama mereka, tetapi mereka tidak mempertanyakan diri mereka sendiri dan hal yang telah mereka lakukan," ujar Kouakou.
(mas)