Israel Ungkap Akademisi Rusia Diculik Milisi Syiah di Irak
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Israel mengumumkan pada Rabu (5/7/2023) bahwa kandidat doktor Universitas Princeton Elizaveta Tsurkova telah disandera di Irak oleh milisi Syiah Kataib Hezbollah.
“Tsurkova menggunakan paspor Rusianya untuk melakukan perjalanan untuk penelitian akademik,” ungkap kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
“Tsurkova telah hilang selama beberapa bulan tetapi masih hidup,” papar kantor Netanyahu, menambahkan Israel menganggap Irak bertanggung jawab atas nasib dan keselamatannya.
Sumber diplomatik yang berbicara kepada Jerusalem Post "dengan tegas menyangkal" bahwa wanita itu adalah agen Mossad atau perjalanannya ke Irak adalah "urusan resmi Israel".
Sumber itu mengatakan Israel melakukan "segalanya" melalui beberapa saluran diplomatik untuk memastikan pembebasannya.
“Israel lebih suka diam tentang situasi penyanderaan, tetapi memilih merilis informasi sebelum laporan berita muncul tentang masalah tersebut,” ungkap sumber itu.
Laporan yang dipermasalahkan tampaknya berasal dari The Cradle. Outlet itu melaporkan, “Tsurkova diculik dari rumah di lingkungan Karrada di Baghdad pada 26 Maret dan penculiknya mengenakan seragam dinas keamanan resmi Irak.”
Menurut sumber keamanan Irak, Tsurkova tiba di wilayah Kurdistan sebelum pindah ke Baghdad, menggunakan paspor Rusia karena warga Israel dilarang masuk ke negara itu.
Dia mungkin menggunakan dokumen yang sama untuk bepergian ke Suriah dan Lebanon juga, menurut sumber diplomatik Israel kepada Jerusalem Post.
Kedutaan Besar Rusia di Baghdad mengatakan kepada Cradle bahwa mereka "tidak memiliki bukti tentang individu yang disebutkan dalam permintaan Anda, baik tentang kewarganegaraannya maupun kisahnya di Irak."
Tsurkova dapat berbicara bahasa Arab, Inggris, Ibrani, dan Rusia. Posting terakhir di profil Twitter-nya adalah pada 21 Maret.
Dia pernah bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan memimpin LSM hak asasi Palestina, sebelum menemukan kembali dirinya sebagai pakar konflik di Suriah.
Dia telah memperjuangkan perubahan rezim di Damaskus dan mempromosikan “pemberontak moderat” seperti afiliasi Al-Qaeda Front al-Nusra, yang kemudian dikenal sebagai Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
“Tsurkova menggunakan paspor Rusianya untuk melakukan perjalanan untuk penelitian akademik,” ungkap kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
“Tsurkova telah hilang selama beberapa bulan tetapi masih hidup,” papar kantor Netanyahu, menambahkan Israel menganggap Irak bertanggung jawab atas nasib dan keselamatannya.
Sumber diplomatik yang berbicara kepada Jerusalem Post "dengan tegas menyangkal" bahwa wanita itu adalah agen Mossad atau perjalanannya ke Irak adalah "urusan resmi Israel".
Sumber itu mengatakan Israel melakukan "segalanya" melalui beberapa saluran diplomatik untuk memastikan pembebasannya.
“Israel lebih suka diam tentang situasi penyanderaan, tetapi memilih merilis informasi sebelum laporan berita muncul tentang masalah tersebut,” ungkap sumber itu.
Laporan yang dipermasalahkan tampaknya berasal dari The Cradle. Outlet itu melaporkan, “Tsurkova diculik dari rumah di lingkungan Karrada di Baghdad pada 26 Maret dan penculiknya mengenakan seragam dinas keamanan resmi Irak.”
Menurut sumber keamanan Irak, Tsurkova tiba di wilayah Kurdistan sebelum pindah ke Baghdad, menggunakan paspor Rusia karena warga Israel dilarang masuk ke negara itu.
Dia mungkin menggunakan dokumen yang sama untuk bepergian ke Suriah dan Lebanon juga, menurut sumber diplomatik Israel kepada Jerusalem Post.
Kedutaan Besar Rusia di Baghdad mengatakan kepada Cradle bahwa mereka "tidak memiliki bukti tentang individu yang disebutkan dalam permintaan Anda, baik tentang kewarganegaraannya maupun kisahnya di Irak."
Tsurkova dapat berbicara bahasa Arab, Inggris, Ibrani, dan Rusia. Posting terakhir di profil Twitter-nya adalah pada 21 Maret.
Dia pernah bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan memimpin LSM hak asasi Palestina, sebelum menemukan kembali dirinya sebagai pakar konflik di Suriah.
Dia telah memperjuangkan perubahan rezim di Damaskus dan mempromosikan “pemberontak moderat” seperti afiliasi Al-Qaeda Front al-Nusra, yang kemudian dikenal sebagai Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
(sya)