Unjuk Rasa Meluas, Perdana Menteri Thailand Didesak Mundur
loading...
A
A
A
BANGKOK - Demonstran Thailand membakar gambar Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha di luar gedung pemerintahan pada Jumat (24/7).
Mereka mendesak PM Prayuth mundur. Desakan juga menguat agar para jenderal yang mendalangi kudeta 2014 segera keluar dari jabatannya.
Selama pekan lalu, unjuk rasa mulai muncul di enam provinsi untuk mendesak Prayuth mundur. Konflik internal partai juga membuat enam anggota kabinet mundur.
Demonstran semakin berani dengan membakar gambar Prayuth dan wakilnya Prawit Wongsuwan yang keduanya mantan kepala angkatan darat.
“Kami ingin membakar hal-hal buruk di Thailand,” ungkap demonstran Niwiboon Chomphoo, 20, yang menambahkan, Prayuth tetap berkuasa karena konstitusi yang tidak adil bagi demokrasi.
Pengkritik menyatakan militer menyusun konstitusi yang semuanya menjamin pemimpin junta Prayuth tetap berkuasa sebagai PM sipil setelah pemilu tahun lalu. Beberapa anggota klik loyalis militernya juga memegang posisi kunci.
Prayuth juga menghadapi tantangan berat untuk memulihkan kembali ekonomi yang menurut bank sentral dapat menyusut 8,1% tahun ini dan mungkin mengakibatkan 7-8 juta orang kehilangan pekerjaan, terutama akibat dampak Covid-19.
Akhir pekan lalu, sekitar 2.500 orang berunjuk rasa menentang Prayuth dalam salah satu aksi protes terbesar sejak kudeta 2014.
Besarnya aksi unjuk rasa itu belum pernah terbayangkan sebelumnya di negara di mana kritik pada raja dianggap menentang hukum.
Kelompok yang terdiri atas 20 orang mengirim surat pada militer meminta mereka memantau pernyataan anti-kerajaan dalam unjuk rasa itu. (Lihat Infografis: Hagia Sophia, Lebih dari Sekadar Tempat Ibadah)
“Dengarkan kami, kami adalah tetua kalian. Jangan ciptakan perpecahan. Kami tidak ingin menunjukkan kekuatan untuk perselisihan dan debat. Kami siap mendukung militer untuk melindungi lembaga tertinggi,” ujar Tul Sittisomwong, pemimpin kelompok itu. (Baca Juga: Kemegahan Hagia Sophia Kembali Terpancar dengan Salat Jumat Pertama)
Mereka mendesak PM Prayuth mundur. Desakan juga menguat agar para jenderal yang mendalangi kudeta 2014 segera keluar dari jabatannya.
Selama pekan lalu, unjuk rasa mulai muncul di enam provinsi untuk mendesak Prayuth mundur. Konflik internal partai juga membuat enam anggota kabinet mundur.
Demonstran semakin berani dengan membakar gambar Prayuth dan wakilnya Prawit Wongsuwan yang keduanya mantan kepala angkatan darat.
“Kami ingin membakar hal-hal buruk di Thailand,” ungkap demonstran Niwiboon Chomphoo, 20, yang menambahkan, Prayuth tetap berkuasa karena konstitusi yang tidak adil bagi demokrasi.
Pengkritik menyatakan militer menyusun konstitusi yang semuanya menjamin pemimpin junta Prayuth tetap berkuasa sebagai PM sipil setelah pemilu tahun lalu. Beberapa anggota klik loyalis militernya juga memegang posisi kunci.
Prayuth juga menghadapi tantangan berat untuk memulihkan kembali ekonomi yang menurut bank sentral dapat menyusut 8,1% tahun ini dan mungkin mengakibatkan 7-8 juta orang kehilangan pekerjaan, terutama akibat dampak Covid-19.
Akhir pekan lalu, sekitar 2.500 orang berunjuk rasa menentang Prayuth dalam salah satu aksi protes terbesar sejak kudeta 2014.
Besarnya aksi unjuk rasa itu belum pernah terbayangkan sebelumnya di negara di mana kritik pada raja dianggap menentang hukum.
Kelompok yang terdiri atas 20 orang mengirim surat pada militer meminta mereka memantau pernyataan anti-kerajaan dalam unjuk rasa itu. (Lihat Infografis: Hagia Sophia, Lebih dari Sekadar Tempat Ibadah)
“Dengarkan kami, kami adalah tetua kalian. Jangan ciptakan perpecahan. Kami tidak ingin menunjukkan kekuatan untuk perselisihan dan debat. Kami siap mendukung militer untuk melindungi lembaga tertinggi,” ujar Tul Sittisomwong, pemimpin kelompok itu. (Baca Juga: Kemegahan Hagia Sophia Kembali Terpancar dengan Salat Jumat Pertama)
(sya)